SEVENTH SON (2015) REVIEW : The New (Failed) Universe

Menjadi salah satu proyek mega besar, Seventh Son adalah film yang diangkat novel yang tak seberapa populer, The Spook?s Apprentice. Film ini memiliki mega budget dengan garis bawah, bahwa film ini sering mengalami banyak sekali hambatan dalam proses produksi. Legendary Pictures yang membawahi ini pun sempat putus asa untuk melanjutkan film ini yang akan membuat biaya semakin bengkak. Alhasil, film ini pun mengalami pergeseran tanggal tayang di tahun 2014. Tetapi, akhirnya mengalami kemunduran lagi dan rilis di awal 2015.

Seventh Son ditangani oleh sutradara rusia, Sergei Bodrov. Filmnya pernah mendapat nominasi Oscars dalam Best Foreign Language Film lewat film Mongol. Tetapi meski pernah mendapat nominasi, Jika sebuah film m emiliki proses yang terhambat dalam pembuatannya, tentu bukan sesuatu yang dapat dibanggakan. Ingatlah kita di film yang dinaungi oleh Universal Pictures, 47 Ronin. Film ini pun mengalami nasib yang serupa dalam proses filmnya. 

Seventh Son terlalu memiliki ambisi yang sangat besar untuk mengenalkan penontonnya bahwa Seventh Son memiliki universe-nya sendiri yang lebih besar. Bagaimana perjalanan kisah dari Thomas Ward (Ben Barnes) yang mengetahui dirinya adalah anak ketujuh yang dapat menyelamatkan dunia dari serangan penyihir jahat, Mother Malkin (Julianne Moore). Penyihir jahat itu pernah ditangkap oleh Gregory (Jeff Bridges) tetapi berhasil kabur dan melakukan balas dendam.

Gregory yang pernah memiliki murid dan tewas di tangan Malkin, akhirnya mencari Thomas Ward untuk menghentikan aksi balas dendam Malkin. Mereka berdua melakukan perjalanan menuju kastil milik Mother Malkin dan menghentikan rencananya sebelum bulan darah terlihat di langit malam. Di dalam perjalanannya, Gregory dan Thomas memiliki kesulitan. Terlebih, Thomas Ward yang belum benar-benar siap untuk mengemban tugas mulianya.

Di dalam perjalanan itulah, Seventh Son mulai mempergerakkan seluruh cerita intinya. Tetapi, Sergei Bodrov seperti terlalu ambisius untuk mengenalkan kepada penontonnya tentang bagaimana dunia dari The Spook?s Apprentice. Alhasil, Sergei Bodrov pun terlalu sibuk untuk memperbesar cakupan dunia fiktif karangan Joseph Delaney tanpa memerdulikan bagaimana cerita itu dapat mempersuasi penontonnya untuk sekedar bertahan menatap layar. 

Film pun terlalu riuh oleh tambahan karakter yang tak terlalu tahu lakonnya sendiri. Semua karakter terlalu muncul ke permukaan, tanpa adanya isi yang pas untuk memperdalam ceritanya yang dapat mempererat ceritanya. Hanya dalam sajian 100 menit, Seventh Son terasa terlalu longgar dan dipenuhi dengan CGI-vaganza yang sama sekali kehilangan jiwanya. Visual Effect megah itu tak menonjolkan sesuatu atau mengagumkan penontonnya dan terlihat masih mentah.

Segala kementahan itu pun tak hanya terlihat dari visual effect, juga adanya naskah yang juga masih mentah dalam mengadaptasi setiap halaman di dalam buku The Spook?s Apprentice. Seventh Son berjalan sangat tertatih untuk menuturkan setiap kisah Thomas Ward saat mengemban misi dibalut dengan humor-humor yang kurang segar. Jatuhnya, Seventh Son malah menjadi tontonan yang terlalu berusaha keras menjadi film fantasi yang sangat baik tetapi malah gagal dan jatuh terlalu dalam.

Sergei Bodrov pun terlihat sangat lelah dalam mengarahkan proyek film ini yang tak kunjung selesai. Terlihat di dalam penceritaannya yang sangat berantakan, juga tidak ada satu turning point yang bisa meleburkan emosi penontonnya. Penonton akan kesusahan mencari apa yang ditonjolkan di dalam film Seventh Son ini, pengalaman sinematik seperti apa yang didapatkan saat 100 menit Seventh Son terputar di layar perak besar. 

Bahkan, dukungan dari aktor dan aktris papan atas Hollywood pun tak bisa menyelamatkan bagaimana tipisnya 100 menit milik Seventh Son. Jeff Bridges tampil sangat minimalis memerankan sosok Gregory dan Julianne Moore tak dapat menunjukkan performa aktingnya yang luar biasa. Mereka pun sudah terlihat lelah dalam menuntaskan misi mereka di dalam proyek film ini. Dan, Seventh Son akan menjadi sebuah borok yang besar dalam perjalanan karir dari Julianne Moore ataupun Jeff Bridges.

DI dalam 100 menit ini, terlihat benar Seventh Son adalah proyek film yang melelahkan. Segala emosi itu terapung di segala bentuk bidang di film ini, baik teknis, cerita, ataupun penyutradaraannya sendiri dari Sergei Bodrov. Perjalanan Thomas Ward dan Gregory dalam 100 menit Seventh Son akan menjadi sebuah perjalanan yang sangat panjang, penuh rintangan, dan berliku. Pun, akan melelahkan bagi sebagian orang sehingga layar telepon genggam akan lebih menarik daripada film itu sendiri. 

SEVENTH SON (2015) REVIEW : The New (Failed) Universe

Menjadi salah satu proyek mega besar, Seventh Son adalah film yang diangkat novel yang tak seberapa populer, The Spook?s Apprentice. Film ini memiliki mega budget dengan garis bawah, bahwa film ini sering mengalami banyak sekali hambatan dalam proses produksi. Legendary Pictures yang membawahi ini pun sempat putus asa untuk melanjutkan film ini yang akan membuat biaya semakin bengkak. Alhasil, film ini pun mengalami pergeseran tanggal tayang di tahun 2014. Tetapi, akhirnya mengalami kemunduran lagi dan rilis di awal 2015.

Seventh Son ditangani oleh sutradara rusia, Sergei Bodrov. Filmnya pernah mendapat nominasi Oscars dalam Best Foreign Language Film lewat film Mongol. Tetapi meski pernah mendapat nominasi, Jika sebuah film m emiliki proses yang terhambat dalam pembuatannya, tentu bukan sesuatu yang dapat dibanggakan. Ingatlah kita di film yang dinaungi oleh Universal Pictures, 47 Ronin. Film ini pun mengalami nasib yang serupa dalam proses filmnya. 

Seventh Son terlalu memiliki ambisi yang sangat besar untuk mengenalkan penontonnya bahwa Seventh Son memiliki universe-nya sendiri yang lebih besar. Bagaimana perjalanan kisah dari Thomas Ward (Ben Barnes) yang mengetahui dirinya adalah anak ketujuh yang dapat menyelamatkan dunia dari serangan penyihir jahat, Mother Malkin (Julianne Moore). Penyihir jahat itu pernah ditangkap oleh Gregory (Jeff Bridges) tetapi berhasil kabur dan melakukan balas dendam.

Gregory yang pernah memiliki murid dan tewas di tangan Malkin, akhirnya mencari Thomas Ward untuk menghentikan aksi balas dendam Malkin. Mereka berdua melakukan perjalanan menuju kastil milik Mother Malkin dan menghentikan rencananya sebelum bulan darah terlihat di langit malam. Di dalam perjalanannya, Gregory dan Thomas memiliki kesulitan. Terlebih, Thomas Ward yang belum benar-benar siap untuk mengemban tugas mulianya.

Di dalam perjalanan itulah, Seventh Son mulai mempergerakkan seluruh cerita intinya. Tetapi, Sergei Bodrov seperti terlalu ambisius untuk mengenalkan kepada penontonnya tentang bagaimana dunia dari The Spook?s Apprentice. Alhasil, Sergei Bodrov pun terlalu sibuk untuk memperbesar cakupan dunia fiktif karangan Joseph Delaney tanpa memerdulikan bagaimana cerita itu dapat mempersuasi penontonnya untuk sekedar bertahan menatap layar. 

Film pun terlalu riuh oleh tambahan karakter yang tak terlalu tahu lakonnya sendiri. Semua karakter terlalu muncul ke permukaan, tanpa adanya isi yang pas untuk memperdalam ceritanya yang dapat mempererat ceritanya. Hanya dalam sajian 100 menit, Seventh Son terasa terlalu longgar dan dipenuhi dengan CGI-vaganza yang sama sekali kehilangan jiwanya. Visual Effect megah itu tak menonjolkan sesuatu atau mengagumkan penontonnya dan terlihat masih mentah.

Segala kementahan itu pun tak hanya terlihat dari visual effect, juga adanya naskah yang juga masih mentah dalam mengadaptasi setiap halaman di dalam buku The Spook?s Apprentice. Seventh Son berjalan sangat tertatih untuk menuturkan setiap kisah Thomas Ward saat mengemban misi dibalut dengan humor-humor yang kurang segar. Jatuhnya, Seventh Son malah menjadi tontonan yang terlalu berusaha keras menjadi film fantasi yang sangat baik tetapi malah gagal dan jatuh terlalu dalam.

Sergei Bodrov pun terlihat sangat lelah dalam mengarahkan proyek film ini yang tak kunjung selesai. Terlihat di dalam penceritaannya yang sangat berantakan, juga tidak ada satu turning point yang bisa meleburkan emosi penontonnya. Penonton akan kesusahan mencari apa yang ditonjolkan di dalam film Seventh Son ini, pengalaman sinematik seperti apa yang didapatkan saat 100 menit Seventh Son terputar di layar perak besar. 

Bahkan, dukungan dari aktor dan aktris papan atas Hollywood pun tak bisa menyelamatkan bagaimana tipisnya 100 menit milik Seventh Son. Jeff Bridges tampil sangat minimalis memerankan sosok Gregory dan Julianne Moore tak dapat menunjukkan performa aktingnya yang luar biasa. Mereka pun sudah terlihat lelah dalam menuntaskan misi mereka di dalam proyek film ini. Dan, Seventh Son akan menjadi sebuah borok yang besar dalam perjalanan karir dari Julianne Moore ataupun Jeff Bridges.

DI dalam 100 menit ini, terlihat benar Seventh Son adalah proyek film yang melelahkan. Segala emosi itu terapung di segala bentuk bidang di film ini, baik teknis, cerita, ataupun penyutradaraannya sendiri dari Sergei Bodrov. Perjalanan Thomas Ward dan Gregory dalam 100 menit Seventh Son akan menjadi sebuah perjalanan yang sangat panjang, penuh rintangan, dan berliku. Pun, akan melelahkan bagi sebagian orang sehingga layar telepon genggam akan lebih menarik daripada film itu sendiri. 

Blindness

***DISCLAIMER*** The following review is entirely my opinion. If you comment (which I encourage you to do) be respectful. If you don't agree with my opinion, that's fine. To each their own. These reviews are not meant to be statements of facts or endorsements, I am just sharing my opinions and my perspective when watching the film and is not meant to reflect how these films should be viewed. Finally, the reviews are given on a scale of 0-5. 0, of course, being unwatchable. 1, being terrible. 2, being not great. 3, being okay. 4, being great and 5, being epic! And if you enjoy these reviews feel free to share them and follow the blog or follow me on Twitter (@RevRonster) for links to my reviews and the occasional live-Tweet session of the movie I'm watching! I had a friend we called Blindness...he was deaf.

Blindness ? 3 out of 5

I fear going blind?unless that blindness comes with super-powers that give me a sweet echo-location-like ability, I don?t want anything to do with losing my sight. With this fear, having a film like Blindness could easily be unnerving and entertaining at the same time?sorta like how my claustrophobia helped me really get into the Ryan Reynolds starring Buried.  But did it?  Was I able to engross myself in this one?

What the what?!?  Moore is a blond in this film?  This is an unforeseen development...
I don't know if I'm ready for this.

Without warning one day, a young man (Y?suke Iseya) finds he went blind?but not blind in the fact the world suddenly went dark but in the fact that the world suddenly went white, like he was submerged in a vat of milk and opened his eyes. This man?credited only as First Blind Man?visits an optometrist (Mark Ruffalo and credited only as Doctor) and he declares this "white blindness" and is quickly horrified to learn that it spreads like a plague. Doctor soon learns that he has fallen victim to "white blindness" and that everyone he?s come in contact with?like Man with Black Eye Patch (Danny Glover), Woman with Dark Glasses (Alice Braga), and other people who also aren?t actually given a name and are just credited as a vague description of their character?have also gone blind. The only exception seems to be the Doctor?s wife (Julianne Moore). The government rounds up these victims and locks them away in a quarantine zone. Soon, the numbers start growing out of control and the quarantine wards start to war over food and other commodities. However, when the day comes that they no longer hear from the outside world, the doctor?s wife leads the group outside and are horrified to find out how large the epidemic has spread?

That blindness is quite white.  The name makes sense.

So, basically, Ruffalo was looking like Bruce Banner before
he ended up getting the part of Bruce Banner.

Blindness starts pretty awesomely. There?s some mystery there like why are people suddenly going blind and how exactly this virus or curse or whatever it is gets passed. Then the film moves on to the horrors of living a life of sight and suddenly that is taken from you and, boy, I felt for the characters there and the frustrations there were feeling. Finally, you get the horrors of seeing how the government treats these people as you have to watch as they are treated like animals and left to fend for themselves in a garbage and shit filled building. These elements are incredibly intriguing and made the film something interesting to take in. Even seeing the wards in this quarantine building battle for the basic necessities, witnessing what happens to the world while they were left alone, and having to experience all this through the eyes of the only person who can see in this quarantine zone made for a film that was easy to get into and characters that were easy to sympathize with.

Jesus, would you look at this mess?!?  Can't you guys clean up or some--
oops, sorry.  Forgot you are all blind.

The one thing this film does extremely well is showing how hard it is for these people to adjust to losing their sight and how frustrating the responsibility of taking care of them is for Julianne Moore?s character. The use of POV shots and putting things out of focus for the blind is a simple, pretty much obvious, idea but it really helped put the viewer in their shoes and helped you understand their feelings of hopelessness and frustration. These feelings can easily be seen simmering under the surface of Julianne Moore?s character as she is forced to take care of her husband and be the person who has to keep order and sanity in the quarantine zone after the "white blindness" victims were clearly just swept under the rug.  Her character takes on a lot of responsibilities and has the weight of a lot of helpless people resting on her shoulders and the exhaustion and wear it puts on her was excellent shown by Moore.

"Have a nice trip, see you next fall.  Ha ha, I'm kidding.  I'm very sorry for what
you are going through."

The film offers up some beautiful camera work and even has some great points of commentary and discussion about how the society treats the handicap, victims, and people as a whole. The film opens with the first blind man getting his car stolen by a man who is posing as a good Samaritan, the ward dissolves into anarchy and a single blind man (played by Gael Garcia Bernal) takes control of the food and demands payment and sexual favors in exchange for sustenance, and we witness the horrors of an armed militia with itchy trigger fingers who allow their fear of an outbreak overtake their sense of duty and protection. All these surface elements were interesting and made for a film that creates discourse with the viewers but Blindness suffers from a lack of?and this isn?t a pun?foresight.

Ain't no party like a blind pajama party...because you have no fucking clue what is
happening at a blind pajama party.

While the film has a lot of working elements, it did have some stuff that proved to be its undoing and kept it from being deeper than it could have been. The first thing that comes to mind is the film?s length. Blindness clocks in at one minute over two hours and the pace of the film and the way the story keeps changing focus as it goes from mystery epidemic to martial law-like in its rounding up of citizens and locking them away to trying to create a new blind society in the quarantine zone to dystopian breakdown of that society and the war between the wards to the venturing out into the unknown to see what came of the world?like it?s a television series pushed into two hours?the film ends up feeling like it last a whole lot longer. Too often the film drags in points?most notably when the man rises up in the quarantine building and holds the food at ransom for sex and money and you have to deal with the frustration of the only sighted person not acting fast enough?and this dragging makes the film feel like it is taking forever and kills a lot of the intrigue I had when it started.

I came to hate this character a lot and his death didn't come fast or brutal enough.

I also wasn?t a fan of how none of the characters have names. I get it, it plays with the theme of how these sick people weren?t treated as individuals that need help and were just faceless diseased things that were meant to be looked down upon by society and tossed aside to wither and die in their own filth and being nameless people only plays to the viewers being "blind" to the character's names but it ends up making the whole thing feel silly. Besides my nerves being rattled by watching these people struggle with the loss of their sight, I felt very little connection to most of them. Only a select few I found myself really being interested in and the rest are so often pushed aside, ignored, or even forgotten completely at points that it hurt my overall ability to really sink myself in to the drama and the characters.

Of course, his name really could be Man with Black Eye Patch.

Finally, director Fernando Meirelles is very preoccupied with throwing Red Herrings into the story and does a lot of cheap gags to make the viewer think one thing when, in reality, it?s the exact opposite. A few times he wants you to believe that Moore?s character has lost her sight and this same formula is done obnoxiously too often with the man who steals the First Blind Man?s car. Meirelles is constantly teasing that the man is there to screw over the blind guy but shows he's *SURPRISE* actually helping him?then this is done again and again until the fucking around has reached its zenith (and then beyond it) and we see that, yes, the dude is there to rob the blind guy; by that time, the gag is more eye-rolling than "A-ha!  Well played there, Mr. Director"-ing. While this worked slightly at the beginning of the film, it gets too repetitive and the gag runs its course very quickly and takes away from the energy that could have gone to drama or character development?or even shortening the fucking movie!

Aaaand then zombies attack.  They just can't catch a break.

Blindness has some intrigue to its mysterious blindness and is fairly interesting. It has some great performances in it and it seemed like it had a ton of potential. However, the dragging nature of the story, a running length that just felt too long and a lot of missed opportunities really hurt the film for me. It had some killer elements working for it but it also had a lot of elements that were killing it.

"That's my secret, Capt.  I'm always blind."