Wednesday 25 November 2015

3 NAFAS LIKAS (2014) REVIEW : Siapa itu Likas ?


Tak henti-hentinya para sineas Indonesia menggarap film biopik untuk meramaikan perfilman Indonesia. Mulai dari para petinggi negeri, tokoh-tokoh agama, hingga sosok menginspirasi yang berhasil menitih karir from zero to hero. Tema biopik ini memang bisa dibilang sukses untuk menarik perhatian penontonnya. Sehingga tak salah, jika para sineas Indonesia mulai berlomba-lomba untuk mengangkat sosok-sosok penting di dalam negeri untuk diadaptasi ke layar lebar.

Rako Prijanto contohnya, salah satu sutradara yang sudah pernah menggarap film biopik tokoh agama yaitu Sang Kiai. Kesuksesan Sang Kiai di ajang Festival Film Indonesia 2013 ini, membuat Rako Prijanto sekali lagi mengarahkan sebuah film biopik. Diangkat dari kisah sosok Likas Tarigan, perempuan asal Karo yang juga sekaligus istri dari Djamin Gintings. Bersama dengan Atiqah Hasiholan dan Vino G. Bastian di deretan pemainnya, film biopik ini diberi judul 3 Nafas Likas. 


Dimulai saat era 1930-an, Likas Kecil (Tissa Biani Azzahra) ingin sekali menjadi guru. Di sekolahnya, Likas kecil mendapatkan prestasi yang bagus. Hingga Ayah Likas (Arswendi Nasution) memutuskan untuk mendaftarkan Likas ke sekolah guru di Padang Panjang. Hal tersebut mendapatkan tentangan dari Ibu Likas (Jajang C. Noer) yang berharap Likas tidak pergi ke sekolah guru tersebut. Tetapi, Likas tetap yakin dengan kemauannya.

Selang waktu berlalu, Likas (Atiqah Hasiholan) sudah lulus dan berhasil menjadi seorang guru di Padang Panjang. Pada akhirnya, dia bertemu dengan pemuda pasukan PETA, Djamin Gintings (Vino G. Bastian). Djamin tiba-tiba menaruh hati pada Likas. Meski pada awalnya, Likas selalu membuang muka dan menghindar dari Djamin. Di saat itu pula, keadaan Indonesia yang sedang dijajah Jepang semakin memburuk dan mengharuskan Likas untuk berjuang menyelamatkan dirinya. 


Still being one of the gem in indonesian cinemas.

Biopik kembali menjadi tren ketika Habibie & Ainun, film yang mengisahkan perjalanan presiden ketiga negara Indonesia ini, berhasil memperoleh jutaan penonton. Beberapa biopik pun dibuat alih-alih untuk mendapatkan antusiasme penonton. Rako Prijanto, yang pernah menggarap Sang Kiai ?yang juga sukses? dibawah rumah produksi Oreima Pictures menggiring 3 Nafas Likas menjadi salah satu film biopik yang akan dikenang oleh penontonnya.

Satu hal yang mungkin akan dipertanyakan oleh penonton film biopik. Siapa itu Likas? Apa yang telah diperbuatnya oleh negara? Tentu, Likas akan memiliki koneksi yang cukup kuat di daerah tertentu. 3 Nafas Likas akan membuat penonton tahu siapa itu Likas. Orang biasa yang ingin mewujudkan mimpinya menjadi seorang agar menjadi kenyataan. Kehidupan orang biasa ini sepertinya belum bisa diarahkan dengan cukup baik oleh Rako Prijanto.

Pertanyaan awal tadi sepertinya juga patut dipertanyakan di dalam film 3 Nafas Likas. Siapa itu Likas? Istri Djamin Gintings, sosok Letnan Jendral. Lantas apa yang membuatnya spesial sebelum itu? Rako Prijanto pun seperti masih mempertanyakan siapa itu Likas di dalam filmnya. Dengan naskah yang ditulis oleh Titien Wattimena, sosok Likas masih terbangun baik dalam paruh pertama filmnya. Rako Prijanto berhasil memberikan harapan di paruh pertama kepada penontonnya. 


Ketika Vino G. Bastian yang memerankan Djamin Gintings muncul, ini adalah titik turun di dalam filmnya. Bukan karena akting dari Vino G. Bastian yang buruk, tetapi karena bagaimana Rako Prijanto terlihat kuwalahan untuk mengarahkan karakter-karakter yang sudah mulai menumpuk di dalam filmnya. Penuturan lembut di dalam skrip milik Titien Wattimena itu masih terasa, tetapi Rako Prijanto tidak bisa merepresentasikan naskah yang ada. Di sisa-sisa menit yang ada, 3 Nafas Likas terlihat susah untuk menuturkan apa yang terjadi di dalam filmnya.

Dengan Timeline yang memiliki rentang waktu yang cukup panjang, 100 menit akan terasa sangat singkat. Rako Prijanto pun seperti harus memasukkan setiap adegan-adegan yang ada meskipun akan terasa beberapa cerita masih ada yang belum tuntas untuk diceritakan. Begitupun dengan sosok Likas yang sudah mulai buram dalam pembangunan karakternya. Sosok Likas yang seharusnya lebih diceritakan seperti diambil alih oleh cerita milik Djamin Ginting, meski tetap menggunakan Likas sebagai point of view di dalam filmnya. 


Akan terasa episodik di setiap paruh filmnya, karena transisi karakter yang cukup dominan. Sesuai dengan judulnya, 3 Nafas Likas, metafora kehidupan Likas yang bergantung terhadap 3 orang yang berpengaruh di hidupnya. Tetapi, naskah milik Titien Wattimena ini memiliki beberapa hal yang patut dipuji. Bagaimana kehidupan budaya Karo tentang merantau dan beberapa adat lainnya yang mampu dirangkum di dalam naskahnya. Meski, Rako Prijanto masih belum bisa menerjemahkan semua itu dengan sempurna.

Pun juga perlu mendapatkan apresiasi dalam nilai produksi di dalam setting filmnya. Setiap detil tempat dan suasana berhasil menangkap bagaimana kehidupan di Karo, bagaimana kehidupan di tahun 1930, dan seterusnya. Digarap dengan sangat baik yang mampu menutupi segala kekurangan tutur cerita milik Rako Prijanto yang belum rapi. Usaha-usaha teknis yang benar-benar digarap serius dan tertangkap oleh sinematografi yang cantik ini layak diacungi jempol. 


Juga dengan kekuatan akting dari Atiqah Hasiholan dan Vino G. Bastian yang berhasil menggunakan logat etniknya dengan baik. Meski, chemistry antara mereka belum benar-benar terjalin kuat layaknya Reza Rahadian dan juga Bunga C. Lestari di Habibie & Ainun. Yang patut disorot adalah Tissa Biani Azzahra yang memerankan Likas Kecil. Sebagai aktris cilik, performa miliknya begitu luar biasa dan mampu membuat penonton simpati dengan karakternya.

3 Nafas Likas masih memiliki kelemahan di dalam penuturan ceritanya. Belum bisa membangun karakter Likas dengan begitu spesial sehingga layak diapresiasi lewat film biopik. Tetapi, 3 Nafas Likas tetap menjadi salah satu film Indonesia yang patut untuk diapresiasi. Dengan nilai produksi yang sangat detil dan digarap serius, 3 Nafas Likas ini perlu untuk mendapat dukungan dari penontonnya. Salah satu film Indonesia yang digarap tidak sembarangan. 

No comments:

Post a Comment