Showing posts with label 1.5 stars. Show all posts
Showing posts with label 1.5 stars. Show all posts

Wednesday, 25 November 2015

WILD CARD (2015) REVIEW : Effortless Classic Taste


Sudah berapa banyak Jason Statham memiliki lakon penting di film-film action? Ya, lakonnya di beberapa film genre action ini selalu berhasil memenangkan hati penontonnya. Tentu, Jason Statham sangat ikonik dengan sosoknya yang maskulin dengan adegan penuh adrenaline. Segala jenis filmnya akan dengan mudah mendapatkan tanggal rilis waktu di Indonesia. Penonton akan percaya film apapun jika ada sosok Jason Statham di posternya.

Meskipun tak semua filmnya berhasil mendapat hati di penontonnya, tetapi penonton akan selalu mengulangi kesalahan yang sama untuk film-film milik Jason Statham. Mendengar Jason Statham kembali hadir di awal tahun 2015 ini tentu akan disambut baik oleh penonton. Jason Statham kembali lewat film Wild Card yang dibuat berdasarkan novel Heat milik William Goldman. Novel Heat pun pernah diangkat menjadi sebuah film di tahun 1986 dengan Burt Reynold sebagai lead actor-nya.

William Goldman masih ikut ambil bagian di film versi terbarunya ini dengan Simon West di bangku Sutradara. Mungkin, Wild Card adalah usaha untuk mengenalkan kembali film atau novel Heat di tahun 1980-an kepada penonton millenium ini. Sayangnya, meski William Goldman masih mengerjakan naskahnya, Simon West masih belum berhasil menjadikan film Wild Card sebagai karya dengan cita rasa klasik walaupun dia sudah sangat berusaha. 


Wild Card dimulai dengan mengenalkan sosok Nick Wild (Jason Statham), seorang pembunuh bayaran terkenal yang dapat membunuh tanpa menggunakan senjata api. Nick memiliki kelemahan saat berjudi, karena dia dapat menghabiskan banyak uang dan waktu di tempat kasino langganannya. Hingga suatu saat, teman perempuannya mendapat kesulitan dan membutuhkan bantuannya untuk membalaskan dendam atas perlakuan kepadanya.

Dia diperkosa dan aniaya oleh seseorang bernama Danny DeMarco (Milo Ventimiglia), seorang mafia terkenal di kota Las Vegas. Pada awalnya Nick tidak ingin menangkap Danny De Marco karena tidak mau mendapat masalah karena berusaha untuk menangkapnya. Tetapi, Nick Wild pun berusaha untuk menangkap atas permintaan temannya yang ingin melakukan aksi balas dendam.

Dengan beberapa susunan cerita, Wild Card berjalan tak memiliki koneksi antar cerita pertama dengan cerita lain. Film ini pun akan memiliki beberapa babak yang akan membingungkan penontonnya. Sehingga, penonton akan menanyakan poin apa yang berusaha disampaikan oleh Simon West di dalam film terbarunya kali ini. Karena terlihat benar bahwa Wild Card berusaha menciptakan suasana klasik tanpa tahu benar bagaimana mengolah hal tersebut.


Wild Card memiliki banyak subplot untuk diceritakan. Terasa hasil tangan William Goldman yang mencoba untuk menjadikan subplot itu untuk saling berhubungan antara misi balas dendam dengan latar belakang karakter Nick Wild sendiri. Subplot itu pun akan terasa episodik di setiap paruh filmnya. Tanpa adanya satu benang merah yang harusnya akan membuat film ini menjadi sebuah studi karakter yang menyenangkan untuk sosok Nick Wild.

Apa yang dihadirkan di dalam posternya yang menampikan gambar seorang diri Jason Statham bersama namanya pun mewakili film ini. Wild Card akan menjadi one man show milik Jason Statham meski dengan beberapa porsi kecil dari karakter lain tetapi tidak berhasil menyokong cerita di dalamnya. Alhasil, karakter yang diperankan oleh Michael Angarano, Milo Ventimiglia, Sofia Vergara, bahkan Stanley Tucci pun tak memiliki tujuan yang jelas. Hanya sekedar formalitas setor wajah ke layar perak bahwa film ini tak hanya diperankan sendiri oleh Jason Statham. 

Sosok Michael Angarano yang berperan menjadi ?asisten? Nick Wild pun hanya seperti bayangannya. Tak tahu harus melakukan apa dan apa yang dia butuhkan terhadap Nick Wild hingga pada akhir film, karakternya menjadi sebuah turning point yang akan dengan mudah dilupakan. Begitu pun dengan sosok Nick Wild yang tak bisa mendapatkan simpati dari penontonnya. Sehingga, karakter yang diperankan oleh Jason Statham ini pun akan terasa tak memiliki nyawa dan kosong. 


Apa yang diharapkan penonton saat menyaksikan film dengan Jason Statham sebagai bintangnya adalah adegan pemacu adrenaline yang akan memuaskan mereka. Jika hal itu yang kalian harapkan, tentu saja Wild Card akan dengan mudah mengecewakan penontonnya. Ya, Wild Card adalah film Jason Statham dengan adegan aksi yang sangat minimalis. Masih ada adegan adu tembak dan baku hantam, tetapi dengan porsi yang sedikit dan digarap ala kadarnya. Hingga, bukan tak mungkin akan menimbulkan kesan menggelikan untuk sebagian orang.

Wild Card akan menciptakan nuansa klasik lewat beberapa adegan yang dikemas lewat soundtrack yang menarik dan naskah yang harusnya baik dari William Goldman. Sayangnya, arahan Simon West ini belum bisa menjadikan Wild Card mendapatkan tujuan-tujuan yang diinginkan di dalam naskah milik William Goldman. Sehingga, Wild Card akan menjadi sebuah tontonan yang kurang menghibur, minim adegan aksi, dan pointless di dalam 90 menit durasinya.

Saturday, 7 November 2015

TEENAGE MUTANT NINJA TURTLES (2014) REVIEW : BAY-ISM TALKING REPTILE [WITH 3D REVIEW]


Satu persatu ?teman-teman? semasa kecil mulai diangkat kembali. Memberikan kembali sinar kepada mereka karakter-karakter yang sudah mulai meredup tetapi setia menemani perjalanan hidup anak-anak pada masa itu. Banyak sekali karakter-karakter di masa itu dikenalkan kembali di masa sekarang hanya untuk sekedar dikenalkan pada generasi baru di masa ini atau hanya memberikan efek nostalgia dengan karakter-karakter tersebut.

Kali ini giliran para kura-kura mutasi yang jago bermain ninjutsu di dalam film Teenage Mutant Ninja Turtles kembali diberikan kesempatan sekali lagi lewat film layar lebar live action.  Setelah sempet pernah ada beberapa tahun silam karakter ini kembali lewat film layar lebar  tetapi dalam versi animasi. Michael Bay duduk di kursi produser dan Jonathan Liebesman sebagai kaki tangannya untuk mengarahkan para kura-kura ninja ini. 


Teenage Mutant Ninja Turtles pun me-restart cerita di mana perusahaan Sacks yang hancur lebur karena kebakaran. Kehancuran perusahaan milik Eric Sacks (William Ficthner) ini adalah ulah foot clan yang mencoba mencuri serum yang disuntikkan kepada empat kura-kura bernama Leonardo, Raphael, Micheangello, dan Donatello.

Beberapa tahun berikutnya, April O?neil (Megan Fox) seorang jurnalis dari Channel 6 berusaha untuk mencari tahu kasus-kasus milik Foot Clan. Hingga suatu saat, April memergoki Foot Clan sedang menjalankan misinya dalam melakukan kejahatan. Hal tersebut membawa April O?neil bertemua dengan kura-kura yang termutasi tersebut. Mereka tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang dapat menyelamatkan New York dari kejahatan Shredder (Tohoru Masamune). 


Bay?s talking reptile pet.

Teenage Mutant Ninja Turtles is back. Tetapi, lampu kuning masih menyala ketika film ini ternyata diolah oleh Michael Bay. Ya, meskipun Michael Bay duduk di kursi produser untuk proyek ini rasa was-was juga masih menghantui hasil dari film ini. Dan cukup ditakutkan lagi oleh tangan yang mengarahkan Teenage Mutant Ninja Turtles ini adalah Jonathan Liebesman yang gagal dalam mengarahkan Battle : Los Angeles.

Jonathan Liebesman tentu harus melakukan banyak hal agar membangun reputasi yang baik dan bisa jadi Teenage Mutant Ninja Turles bisa dijadikan batu loncatannya baginya. Tetapi, kesempatan itu belum juga digunakan dengan baik oleh sang sutradara. Alih-alih digunakan batu loncatan, Teenage Mutant Ninja Turtles hanyalah replika dari kegagalan Battle : Los Angeles miliknya dengan gaya yang lebih stylish dan pusing ala-ala Michael Bay untuk film Transformers miliknya. 


Opening film ini digunakan untuk menjelaskan kronologi cerita yang bisa dibilang cukup singkat. Ya, Jonathan Liebesman tak perlu banyak basa-basi terhadap sosok Teenage Mutant Ninja Turtles. Segala cerita berjalan cepat dengan naskah yang mediocre. Naskah yang ditulis ramai-ramai oleh Josh Appelbaum, Andre Nemec, dan juga Evan Daugherty ini pun mencoba untuk terlihat fun dan lincah layaknya tingkah laku para kura-kura di film ini. Sayangnya, arahan dari Jonathan Liebesman yang masih belum kuat sehingga tidak ada nyawa untuk filmnya.

Para penulis naskah sudah susah-susah memberikan banyak sekali referensi pop culture amerika terlebih tentang film supaya Teenage Mutant Ninja Turtles bisa mengajak penontonnya tertawa riuh saat menontonnya. Potensi terkuat yang dimiliki oleh Teenage Mutant Ninja Turtles yang setidaknya bisa membuat film ini menghibur pun tidak diindahkan oleh Jonathan Liebesman. Jokes cerdas itu terasa sia-sia dibuat dengan arahan Jonathan Liebesman yang ala kadarnya. Begitu pun dengan beberapa jokes slapstick murahan yang tidak malah membuat penontonnya tersenyum. 


Kesalahan lain dari Teenage Mutant Ninja Turtles adalah memaksakan setiap tribute dari seri kartun, live action pada jamannya waktu itu untuk ada di film ini. Trademark yang sudah melekat pada karakter kura-kura ninja ini pun terpaksa ada agar memberikan efek nostalgia bagi penontonnya. Mungkin akan tepat sasaran untuk para penggemarnya, tetapi untuk orang yang tidak mengikuti karakter ini semua akan datang secara tiba-tiba. Bukan untuk dikenang lagi sehingga para penonton awam juga akan ikut mengingat trademark dari karakter kura-kura ninja ini.

Lalu, apa yang diharapkan di dalam Teenage Mutant Ninja Turtles? Cerita? Bukan. Poin cerita untuk film ini adalah bagian terburuk dari filmnya. Dari durasinya yang sepanjang 100 menit ini, cerita bukanlah hal yang penting untuk ditilik lebih dalam. Plot pun setipis kertas, mungkin dalam durasi sekitar 45 menit semua cerita berhasil disampaikan. Cerita hanyalah sebagai pemanis untuk film ini, berada di barisan paling belakang tanpa ada penanganan yang cukup baik. Maka, tentu penonton akan tahu ke mana sisa durasi itu akan menuju. 


Ya, sisanya durasi tentu digunakan sebagai action sequences dengan penuh CGI yang terlalu panjang sehingga tidak bisa menemukan unsur yang fun di dalamnya. Lihat, siapa yang berada di kursi produser di film ini. Tentu, action sequences untuk film ini pun disajikan ala Michael Bay. Akan banyak sekali ditemukan trademark milik Michael Bay di film ini.

Ledakan dan hancurnya kota yang juga masih menggunakan gaya milik Michael Bay. . Dengan beberapa trademark milik Michael Bay yang digunakan di film ini, membuat Teenage Mutant Ninja Turtles tidak memiliki hal yang baru. Everything in this movie was been-there done-there and without some innovation. Dan, tidak ada sedikitpun serpihan-serpihan kota hancur yang berhasil memporak porandakan make-up tebal milik Megan Fox.



  
Tentu, Teenage Mutant Ninja Turtles adalah perjalanan yang cukup melelahkan. Bukan hanya dalam segi cerita, tetapi juga dengan action sequences-nya yang juga terlalu banyak CGI yang akan memusingkan mata pun terlalu panjang. Akhirnya, Teenage Mutant Ninja Turtles akan menjadi tontonan yang cukup menyakitkan untuk ditonton. Well, called this Transformers in talking reptile version. Because there is nothing more than that. Duh!

Teenage Mutant Ninja Turtles pun hadir menyapa penontonnya dalam format 3D. Berikut adalah review dari efek 3D film ini.

POP OUT
Cukup memberikan efek pop out yang asik untuk menyapa penontonnya. Meskipun tak seberapa banyak tetapi cukup asik

DEPTH
Kedalaman yang cukup bagus untuk format 3D-nya. Memaksimalkan setting film ini.
 
Jika efek minor terjadi pada keseluruhan isi dalam film Teenage Mutant Ninja Turtles. Maka, efek 3D dalam film ini akan cukup memberikan sensasi menyenangkan. Ya, Teenage Mutant Ninja Turtles tentu harus disaksikan dalam format 3D.

WILD CARD (2015) REVIEW : Effortless Classic Taste


Sudah berapa banyak Jason Statham memiliki lakon penting di film-film action? Ya, lakonnya di beberapa film genre action ini selalu berhasil memenangkan hati penontonnya. Tentu, Jason Statham sangat ikonik dengan sosoknya yang maskulin dengan adegan penuh adrenaline. Segala jenis filmnya akan dengan mudah mendapatkan tanggal rilis waktu di Indonesia. Penonton akan percaya film apapun jika ada sosok Jason Statham di posternya.

Meskipun tak semua filmnya berhasil mendapat hati di penontonnya, tetapi penonton akan selalu mengulangi kesalahan yang sama untuk film-film milik Jason Statham. Mendengar Jason Statham kembali hadir di awal tahun 2015 ini tentu akan disambut baik oleh penonton. Jason Statham kembali lewat film Wild Card yang dibuat berdasarkan novel Heat milik William Goldman. Novel Heat pun pernah diangkat menjadi sebuah film di tahun 1986 dengan Burt Reynold sebagai lead actor-nya.

William Goldman masih ikut ambil bagian di film versi terbarunya ini dengan Simon West di bangku Sutradara. Mungkin, Wild Card adalah usaha untuk mengenalkan kembali film atau novel Heat di tahun 1980-an kepada penonton millenium ini. Sayangnya, meski William Goldman masih mengerjakan naskahnya, Simon West masih belum berhasil menjadikan film Wild Card sebagai karya dengan cita rasa klasik walaupun dia sudah sangat berusaha. 


Wild Card dimulai dengan mengenalkan sosok Nick Wild (Jason Statham), seorang pembunuh bayaran terkenal yang dapat membunuh tanpa menggunakan senjata api. Nick memiliki kelemahan saat berjudi, karena dia dapat menghabiskan banyak uang dan waktu di tempat kasino langganannya. Hingga suatu saat, teman perempuannya mendapat kesulitan dan membutuhkan bantuannya untuk membalaskan dendam atas perlakuan kepadanya.

Dia diperkosa dan aniaya oleh seseorang bernama Danny DeMarco (Milo Ventimiglia), seorang mafia terkenal di kota Las Vegas. Pada awalnya Nick tidak ingin menangkap Danny De Marco karena tidak mau mendapat masalah karena berusaha untuk menangkapnya. Tetapi, Nick Wild pun berusaha untuk menangkap atas permintaan temannya yang ingin melakukan aksi balas dendam.

Dengan beberapa susunan cerita, Wild Card berjalan tak memiliki koneksi antar cerita pertama dengan cerita lain. Film ini pun akan memiliki beberapa babak yang akan membingungkan penontonnya. Sehingga, penonton akan menanyakan poin apa yang berusaha disampaikan oleh Simon West di dalam film terbarunya kali ini. Karena terlihat benar bahwa Wild Card berusaha menciptakan suasana klasik tanpa tahu benar bagaimana mengolah hal tersebut.


Wild Card memiliki banyak subplot untuk diceritakan. Terasa hasil tangan William Goldman yang mencoba untuk menjadikan subplot itu untuk saling berhubungan antara misi balas dendam dengan latar belakang karakter Nick Wild sendiri. Subplot itu pun akan terasa episodik di setiap paruh filmnya. Tanpa adanya satu benang merah yang harusnya akan membuat film ini menjadi sebuah studi karakter yang menyenangkan untuk sosok Nick Wild.

Apa yang dihadirkan di dalam posternya yang menampikan gambar seorang diri Jason Statham bersama namanya pun mewakili film ini. Wild Card akan menjadi one man show milik Jason Statham meski dengan beberapa porsi kecil dari karakter lain tetapi tidak berhasil menyokong cerita di dalamnya. Alhasil, karakter yang diperankan oleh Michael Angarano, Milo Ventimiglia, Sofia Vergara, bahkan Stanley Tucci pun tak memiliki tujuan yang jelas. Hanya sekedar formalitas setor wajah ke layar perak bahwa film ini tak hanya diperankan sendiri oleh Jason Statham. 

Sosok Michael Angarano yang berperan menjadi ?asisten? Nick Wild pun hanya seperti bayangannya. Tak tahu harus melakukan apa dan apa yang dia butuhkan terhadap Nick Wild hingga pada akhir film, karakternya menjadi sebuah turning point yang akan dengan mudah dilupakan. Begitu pun dengan sosok Nick Wild yang tak bisa mendapatkan simpati dari penontonnya. Sehingga, karakter yang diperankan oleh Jason Statham ini pun akan terasa tak memiliki nyawa dan kosong. 


Apa yang diharapkan penonton saat menyaksikan film dengan Jason Statham sebagai bintangnya adalah adegan pemacu adrenaline yang akan memuaskan mereka. Jika hal itu yang kalian harapkan, tentu saja Wild Card akan dengan mudah mengecewakan penontonnya. Ya, Wild Card adalah film Jason Statham dengan adegan aksi yang sangat minimalis. Masih ada adegan adu tembak dan baku hantam, tetapi dengan porsi yang sedikit dan digarap ala kadarnya. Hingga, bukan tak mungkin akan menimbulkan kesan menggelikan untuk sebagian orang.

Wild Card akan menciptakan nuansa klasik lewat beberapa adegan yang dikemas lewat soundtrack yang menarik dan naskah yang harusnya baik dari William Goldman. Sayangnya, arahan Simon West ini belum bisa menjadikan Wild Card mendapatkan tujuan-tujuan yang diinginkan di dalam naskah milik William Goldman. Sehingga, Wild Card akan menjadi sebuah tontonan yang kurang menghibur, minim adegan aksi, dan pointless di dalam 90 menit durasinya.