Showing posts with label Michael Bay. Show all posts
Showing posts with label Michael Bay. Show all posts

Wednesday, 25 November 2015

PROJECT ALMANAC (2015) REVIEW : Time Travel With Teenager?s Rules


Film bertema found footage atau mockumentary biasa digunakan untuk presentasi sebuah film horor. Tetapi, juga ada banyak genre-genre lain yang menggunakan format ini untuk mengantarkan cerita film mereka. Untuk film bertema Science Fiction bisa dikenal lewat film Cloverfield dan yang paling baru adalah Chronicle arahan Josh Trank. Tema mockumentary semakin digemari dan menjanjikan di Industri perfilman Hollywood.

Keputusan ini pun digunakan oleh Dean Israelite untuk sebuah proyek film terbarunya. Project Almanac, yang pada awalnya berjudul Welcome To Yesterday ini menggunakan format mockumentary digabungkan dengan genre science fiction dan time travel. Film yang diproduseri oleh Michael Bay ini memiliki sebuah premis yang menarik untuk menarik minat penontonnya, meskipun jadwal tayangnya harus mundur sebulan dari yang dijadwalkan. 


Project Almanac ini menceritakan bagaimana seorang siswa Sekolah Menengah Atas bernama David Raskin (Jonny Weston) yang sedang mencari cara untuk mendapatkan beasiswa untuk biaya kuliah. Dia mengajukan beasiswa lewat karya-karya ilmiah buatannya yang mengagumkan. Sayangnya, biaya beasiswa itu tak sesuai harapannya. Ketika dia sedang termenung di atap rumahnya, dia menemukan video ulang tahunnya yang ketujuh dan menemukan kejanggalan. David yang sudah berusia 17 tahun menampakkan diri di video ulang tahun ketujuhnya.

David yang penasaran menunjukkan kepada adiknya, Christina Raskin (Virginia Gardner) dan ketiga temannya Jessie (Sofia Black-D?ella), Quinn (Sam Lerner), dan Adam (Allen Evangelista). Suatu ketika, David menemukan sebuah mesin milik ayahnya di gudang bawah tanah rumahnya. Mesin itu bertuliskan Project Almanac dan merupakan sebuah mesin waktu yang belum dirakit. David dan teman-temannya pun berusaha merakitnya dan melakukan perjalanan melewati ruang waktu. 


Perjalanan ruang waktu milik David dan teman-temannya ini adalah premis menarik yang digunakan oleh Dean Israelite dengan format mockumentary sebagai presentasinya. Alhasil, Project Almanac memang terasa berbeda dan sedikit lebih segar daripada tema-tema mockumentary yang lebih didominasi oleh genre horor. Di awal, Project Almanac masih terlihat berkiblat pada Chronicle milik Josh Trank untuk menjalankan latar belakang para karakternya.

Hanya saja, Project Almanac memiliki kesan lebih segar dan tidak segelap film milik Josh Trank. Unsur time travel itu menjadi sangat menarik dengan tambahan konflik kaum remaja sehingga Project Almanac seperti sebuah gabungan dari Project X dan Chronicle. Sebuah gabungan antara film dengan arahan yang baik dan arahan yang buruk, maka Project Almanac pun tak luput dari kekurangannya yang menghambat performa maksimalnya sebagai film time travel.

Ceroboh adalah sifat alamiah dari seorang remaja yang sedang mengalami transisi dalam perjalanan hidupnya. Dan hal tersebut mewakili film Project Almanac yang menggabungkan konflik-konfilk remaja di dalam filmnya. Maka, ceroboh adalah kata kunci dari film ini. Kecerobohan lah yang dapat menghambat performa maksimal dari Project Almanac. Penggunaan Time Travel di setiap film tentu harus hati-hati dan teliti. 


Kehati-hatian dan ketelitian itu perlu digunakan sebagai patokan agar film itu tidak memiliki sebuah lubang besar yang menganga lebar dan siap membuat penonton jatuh untuk menanyakan sesuatu setelah akhir film. Project Almanac memiliki kecerobohan untuk memasukkan ide-ide yang besar untuk semakin membuat film ini menarik. Sayangnya, Dean Israelite malah terlihat kewalahan untuk menangani ide-ide besar tersebut.

Perjalanan melewati ruang waktu sebagai konflik utama itu di paruh awal masih terlihat rapi. Tetapi, semakin bertambahnya durasi, film ini mulai tidak menunjukkan konsistensinya dalam menerangkan perjalanan lintas waktunya. Film arahan Dean Israelite ini pun akhirnya mengalami kemunduran di setiap menitnya. Bagaimana perjalanan lintas waktu dengan sebab-akibatnya itu menjadi bumerang tersendiri untuk Dean Israelite. Perjalanan itu pun serasa tak nyata dan tak masuk akal karena kurangnya penjelasan yang kongkrit di dalam naskahnya.

Tetapi beruntung, Project Almanac masih menyisakan kisah-kisah menarik yang dapat dipresentasikan meskipun unsur Time travel-nya terlalu berlebihan. Masih ada kisah-kisah menarik dari setiap karakternya yang dapat menyokong ide-ide gila nan besar milik Dean Israelite yang ditumpahkan lewat film terbarunya. Menggunakan aktor dan aktris tak terlalu memiliki nama pun tak masalah karena film-film seperti tak terlalu mempersalahkan hal itu. 


Menariknya lagi adalah bagaimana Project Almanac menggunakan format Mockumentary dengan rasa kekinian ala remaja. Editing yang lebih halus dari mockumentary kebanyakan dan penggunaan kamera go pro yang semakin menambah cita rasa berbeda dari Mockumentary milik Project Almanac ini. Pun, dengan iringan soundtrack yang juga menarik untuk disimak. Sehingga, Project Almanac tak memiliki rasa Mockumentary yang begitu statis.

Sebagai film dengan format Mockumentary, Project Almanac memberikan nafas segar di dalam genre-nya. Meski tak perlu dielakkan lagi bahwa ide-ide cerita perjalanan lintas waktu itu masih terlalu berlebihan dan ceroboh dalam pengarahannya. Tetapi, Project Almanac memiliki sisa-sisa kesenangan ala remaja yang patut untuk disimak. Ini seperti sebuah gabungan Project X dan Chronicle, seperti asam bertemu manis atau hitam bertemu putih.  Begitulah Project Almanac yang masih separuh bagus dan separuh buruk.

 

Saturday, 7 November 2015

TEENAGE MUTANT NINJA TURTLES (2014) REVIEW : BAY-ISM TALKING REPTILE [WITH 3D REVIEW]


Satu persatu ?teman-teman? semasa kecil mulai diangkat kembali. Memberikan kembali sinar kepada mereka karakter-karakter yang sudah mulai meredup tetapi setia menemani perjalanan hidup anak-anak pada masa itu. Banyak sekali karakter-karakter di masa itu dikenalkan kembali di masa sekarang hanya untuk sekedar dikenalkan pada generasi baru di masa ini atau hanya memberikan efek nostalgia dengan karakter-karakter tersebut.

Kali ini giliran para kura-kura mutasi yang jago bermain ninjutsu di dalam film Teenage Mutant Ninja Turtles kembali diberikan kesempatan sekali lagi lewat film layar lebar live action.  Setelah sempet pernah ada beberapa tahun silam karakter ini kembali lewat film layar lebar  tetapi dalam versi animasi. Michael Bay duduk di kursi produser dan Jonathan Liebesman sebagai kaki tangannya untuk mengarahkan para kura-kura ninja ini. 


Teenage Mutant Ninja Turtles pun me-restart cerita di mana perusahaan Sacks yang hancur lebur karena kebakaran. Kehancuran perusahaan milik Eric Sacks (William Ficthner) ini adalah ulah foot clan yang mencoba mencuri serum yang disuntikkan kepada empat kura-kura bernama Leonardo, Raphael, Micheangello, dan Donatello.

Beberapa tahun berikutnya, April O?neil (Megan Fox) seorang jurnalis dari Channel 6 berusaha untuk mencari tahu kasus-kasus milik Foot Clan. Hingga suatu saat, April memergoki Foot Clan sedang menjalankan misinya dalam melakukan kejahatan. Hal tersebut membawa April O?neil bertemua dengan kura-kura yang termutasi tersebut. Mereka tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang dapat menyelamatkan New York dari kejahatan Shredder (Tohoru Masamune). 


Bay?s talking reptile pet.

Teenage Mutant Ninja Turtles is back. Tetapi, lampu kuning masih menyala ketika film ini ternyata diolah oleh Michael Bay. Ya, meskipun Michael Bay duduk di kursi produser untuk proyek ini rasa was-was juga masih menghantui hasil dari film ini. Dan cukup ditakutkan lagi oleh tangan yang mengarahkan Teenage Mutant Ninja Turtles ini adalah Jonathan Liebesman yang gagal dalam mengarahkan Battle : Los Angeles.

Jonathan Liebesman tentu harus melakukan banyak hal agar membangun reputasi yang baik dan bisa jadi Teenage Mutant Ninja Turles bisa dijadikan batu loncatannya baginya. Tetapi, kesempatan itu belum juga digunakan dengan baik oleh sang sutradara. Alih-alih digunakan batu loncatan, Teenage Mutant Ninja Turtles hanyalah replika dari kegagalan Battle : Los Angeles miliknya dengan gaya yang lebih stylish dan pusing ala-ala Michael Bay untuk film Transformers miliknya. 


Opening film ini digunakan untuk menjelaskan kronologi cerita yang bisa dibilang cukup singkat. Ya, Jonathan Liebesman tak perlu banyak basa-basi terhadap sosok Teenage Mutant Ninja Turtles. Segala cerita berjalan cepat dengan naskah yang mediocre. Naskah yang ditulis ramai-ramai oleh Josh Appelbaum, Andre Nemec, dan juga Evan Daugherty ini pun mencoba untuk terlihat fun dan lincah layaknya tingkah laku para kura-kura di film ini. Sayangnya, arahan dari Jonathan Liebesman yang masih belum kuat sehingga tidak ada nyawa untuk filmnya.

Para penulis naskah sudah susah-susah memberikan banyak sekali referensi pop culture amerika terlebih tentang film supaya Teenage Mutant Ninja Turtles bisa mengajak penontonnya tertawa riuh saat menontonnya. Potensi terkuat yang dimiliki oleh Teenage Mutant Ninja Turtles yang setidaknya bisa membuat film ini menghibur pun tidak diindahkan oleh Jonathan Liebesman. Jokes cerdas itu terasa sia-sia dibuat dengan arahan Jonathan Liebesman yang ala kadarnya. Begitu pun dengan beberapa jokes slapstick murahan yang tidak malah membuat penontonnya tersenyum. 


Kesalahan lain dari Teenage Mutant Ninja Turtles adalah memaksakan setiap tribute dari seri kartun, live action pada jamannya waktu itu untuk ada di film ini. Trademark yang sudah melekat pada karakter kura-kura ninja ini pun terpaksa ada agar memberikan efek nostalgia bagi penontonnya. Mungkin akan tepat sasaran untuk para penggemarnya, tetapi untuk orang yang tidak mengikuti karakter ini semua akan datang secara tiba-tiba. Bukan untuk dikenang lagi sehingga para penonton awam juga akan ikut mengingat trademark dari karakter kura-kura ninja ini.

Lalu, apa yang diharapkan di dalam Teenage Mutant Ninja Turtles? Cerita? Bukan. Poin cerita untuk film ini adalah bagian terburuk dari filmnya. Dari durasinya yang sepanjang 100 menit ini, cerita bukanlah hal yang penting untuk ditilik lebih dalam. Plot pun setipis kertas, mungkin dalam durasi sekitar 45 menit semua cerita berhasil disampaikan. Cerita hanyalah sebagai pemanis untuk film ini, berada di barisan paling belakang tanpa ada penanganan yang cukup baik. Maka, tentu penonton akan tahu ke mana sisa durasi itu akan menuju. 


Ya, sisanya durasi tentu digunakan sebagai action sequences dengan penuh CGI yang terlalu panjang sehingga tidak bisa menemukan unsur yang fun di dalamnya. Lihat, siapa yang berada di kursi produser di film ini. Tentu, action sequences untuk film ini pun disajikan ala Michael Bay. Akan banyak sekali ditemukan trademark milik Michael Bay di film ini.

Ledakan dan hancurnya kota yang juga masih menggunakan gaya milik Michael Bay. . Dengan beberapa trademark milik Michael Bay yang digunakan di film ini, membuat Teenage Mutant Ninja Turtles tidak memiliki hal yang baru. Everything in this movie was been-there done-there and without some innovation. Dan, tidak ada sedikitpun serpihan-serpihan kota hancur yang berhasil memporak porandakan make-up tebal milik Megan Fox.



  
Tentu, Teenage Mutant Ninja Turtles adalah perjalanan yang cukup melelahkan. Bukan hanya dalam segi cerita, tetapi juga dengan action sequences-nya yang juga terlalu banyak CGI yang akan memusingkan mata pun terlalu panjang. Akhirnya, Teenage Mutant Ninja Turtles akan menjadi tontonan yang cukup menyakitkan untuk ditonton. Well, called this Transformers in talking reptile version. Because there is nothing more than that. Duh!

Teenage Mutant Ninja Turtles pun hadir menyapa penontonnya dalam format 3D. Berikut adalah review dari efek 3D film ini.

POP OUT
Cukup memberikan efek pop out yang asik untuk menyapa penontonnya. Meskipun tak seberapa banyak tetapi cukup asik

DEPTH
Kedalaman yang cukup bagus untuk format 3D-nya. Memaksimalkan setting film ini.
 
Jika efek minor terjadi pada keseluruhan isi dalam film Teenage Mutant Ninja Turtles. Maka, efek 3D dalam film ini akan cukup memberikan sensasi menyenangkan. Ya, Teenage Mutant Ninja Turtles tentu harus disaksikan dalam format 3D.