Showing posts with label Andy Samberg. Show all posts
Showing posts with label Andy Samberg. Show all posts

Wednesday, 25 November 2015

HOTEL TRANSYLVANIA 2 (2015) REVIEW : The Hotel Has Nothing New to Offer

 

Setelah sukses luar biasa dari segi pendapatan, Hotel Transylvania jelas menjadi salah satu film animasi yang menjanjikan bagi Sony Pictures Animation. Film arahan dari Genndy Tartakovsky ini akan dijadikan sebagai senjata pengeruk uang bagi rumah produksi satu ini. Benar, selang 3 tahun kemunculan film pertamanya, Hotel Transylvania kembali dibukan untuk para penonton yang ingin merasakan kehidupan para monster di dalamnya.
 
Hotel Transylvania 2 tetap di bawah komando Genndy Tartakovsky. Meski film pertamanya memiliki presentasi yang tak terlalu baik, tetapi Hotel Transylvania 2 tetap mendapatkan lampu hijau untuk mendapatkan jadwal rilis. Hotel Transylvania 2 pun dibidik menjadi salah satu film keluarga yang dapat menghibur mereka, terutama untuk anak kecil. Adam Sandler dan Selena Gomez pun tetap kembali memberikan sumbangsih mereka sebagai pengisi suara karakter-karakter di dalamnya.

Kekhawatiran penonton terhadap sekuel Hotel Transylvania untuk bisa lebih baik dari yang pertama jelas ada. Presentasi Hotel Transylvania yang terkesan medioker bukan menjadi berita bagus bagi sekuelnya yang akan dibuat. Benar saja, Hotel Transylvania 2 pun tak bisa setidaknya berdiri sejajar dari film pertamanya yang setidaknya masih enak untuk diikuti. Sekuelnya kali ini memiliki banyak sekali konflik yang dijejalkan agar bisa memenuhi durasi selama 89 menit. 


Setelah sekian lama berpacaran, Mavis (Selena Gomez) dan Jonathan (Andy Samberg) pun akhirnya menikah. Keberadaan Jonathan menjadi salah satu anggota keluarga dari Drac (Adam Sandler) memberikan perubahan besar bagi kelangsungan Hotel Transylvania miliknya. Hotel ini pun dibuka untuk kalangan yang lebih luas, contohnya adalah manusia. Kehidupan di Hotel Transylvania pun semakin berwarna karena Mavis dikaruniai seorang anak hasil dari pernikahannya.

Dennis (Asher Blinkoff) anak dari Mavis dan Jonathan pun diperebutkan oleh Drac dan juga keluarga dari pihak Jonathan. Drac sangat ingin tahu apakah Dennis ini adalah keturunan vampir sepertinya dirinya atau manusia seperti Jonathan. Keingintahuan itu pun membuat Mavis kesal karena Drac seperti memaksa Dennis menjadi seorang Drakula sepertinya. Drac pun mencari cara agar bisa membawa pergi Dennis dan membuktikan bahwa Dennis adalah vampir seperti dirinya. 


Hotel Transylvania mungkin bukan salah satu kontender film animasi yang kuat dan belum bisa menjadi ancaman bagi film-film animasi lainnya. Presentasi Hotel Transylvania pertama yang hanya sebatas menghibur belum bisa  menggoyahkan film-film animasi lainnya. Hanya saja, dewi fortuna datang menghampiri Hotel Transylvania. Mendapatkan word of mouth yang besar dan juga penghasilan yang besar sehingga sebuah sekuel layak untuk ia dapatkan.

Lewat presentasi medioker yang ditawarkan oleh Hotel Transylvania yang pertama, mungkin penonton mencoba lebih menerima apa yang ditawarkan oleh sekuelnya. Trailer yang dikemas menyenangkan juga bisa jadi menjadi pedoman utama penonton untuk memberikan kesempatan bagi Hotel Transylvania 2 memiliki presentasi yang sama menghiburnya dengan yang pertama. Memang, Hotel Transylvania 2 masih memiliki karakter yang menggemaskan hanya saja sekuelnya ini tak memiliki kekuatan yang sama besar dibanding film pertamanya.

Hotel Transylvania 2 pun terasa dipanjang-panjangkan di dalam durasinya yang hanya 89 menit. Konflik-konflik yang ditawarkan di dalam Hotel Transylvania 2 pun terlalu banyak, sehingga penonton pun akan merasa terlalu lelah untuk mengikuti 89 menit filmnya. Ganndy Tartakovsky pun seperti kehilangan semangat untuk mengarahkan film animasinya. Hal-hal menarik di dalam filmnya memang tak terlalu terlihat di trailer-nya, karena apa yang menarik itu hanya ada segelintir dari apa yang dipresentasikan olehnya. 


Semangat untuk menjadikan sekuel Hotel Transylvania mendapatkan lagi perhatian dan hati penontonnya, kali ini sepertinya sudah runtuh. Ganndy Tartakovsky terlihat bingung untuk menyelesaikan satu persatu konflik-konflik kecil yang dimunculkan olehnya di sepanjang film. Hasilnya, filmnya pun memiliki tempo yang sangat lambat meski dengan durasi yang singkat. Di paruh kedua, Hotel Transylvania 2 pun seperti kebingungan untuk menambahkan konflik apa lagi agar durasi filmnya memenuhi kriteria sebagai film layar lebar.

Segmentasi Hotel Transylvania memang ditujukan sebagai anak-anak, sehingga jokes yang ditawarkan di film-filmnya memang terkadang tak bisa menyenangkan penonton dewasa yang menemani mereka. Dan Hotel Transylvania 2 tak memiliki perkembangan signifikan untuk membuat tertawa penontonnya. Gurauan yang dihadirkan di Hotel Transylvania 2 pun gampang ditebak dan malah membuat penontonnya tak menghadirkan respon yang diharapkan sutradaranya.

Penonton di studio pun hening, tak menimbulkan suara tawa riuh ketika menonton Hotel Transylvania 2. Sedikit senyum simpul atau tawa lembut hadir di dalam bioskop ketika humor tersebut di sampaikan oleh Ganndy Tartakovsky di dalam Hotel Transyvania 2 dan itu pun bisa dihitung jari. Hotel Transylvania 2 pun sedikit gagal menghadirkan kekuatan yang sama yang dihadirkan oleh film pertamanya untuk menghibur penontonnya.


Tujuan Ganndy Tartakovsky pun berubah, dari sebuah film yang menjadikan sarana hiburan keluarga menjadi sebuah sarana pemenuh hasrat kebutuhan para penggemarnya. Beberapa ikon menarik seperti ?I Zing You? pun hadir hanya sebatas lewat, tak memiliki momen magis seperti film pertamanya. Dan juga, Hotel Transylvania 2 hanyalah sebatas penjawab bagaimana kehidupan Mavis dan Jonathan selanjutnya di mana hal tersebut sudah terjawab di paruh awal filmnya.

Dari presentasi yang kelewat sederhana di film pertamanya, Hotel Transylvania 2 bukanlah sebuah kabar baik. Ganndy Tartakovsky meruntuhkan ekspektasi penonton yang sudah berharap besar untuk terhibur dengan sekuel dari kehidupan Drac, Mavis, dan Jonathan. Selain dari visual yang menarik dan karakter yang menggemaskan, Hotel Transylvania 2 tak menawarkan apa-apa untuk dikembangkan di dalam sebuah sekuel. Malah, Hotel Transylvania 2 mengalami penurunan yang meski tak signifikan tetapi sangat berpengaruh bagi kelangsungan 89 menit filmnya yang terasa panjang.

Saturday, 7 November 2015

HOTEL TRANSYLVANIA 2 (2015) REVIEW : The Hotel Has Nothing New to Offer

 

Setelah sukses luar biasa dari segi pendapatan, Hotel Transylvania jelas menjadi salah satu film animasi yang menjanjikan bagi Sony Pictures Animation. Film arahan dari Genndy Tartakovsky ini akan dijadikan sebagai senjata pengeruk uang bagi rumah produksi satu ini. Benar, selang 3 tahun kemunculan film pertamanya, Hotel Transylvania kembali dibukan untuk para penonton yang ingin merasakan kehidupan para monster di dalamnya.
 
Hotel Transylvania 2 tetap di bawah komando Genndy Tartakovsky. Meski film pertamanya memiliki presentasi yang tak terlalu baik, tetapi Hotel Transylvania 2 tetap mendapatkan lampu hijau untuk mendapatkan jadwal rilis. Hotel Transylvania 2 pun dibidik menjadi salah satu film keluarga yang dapat menghibur mereka, terutama untuk anak kecil. Adam Sandler dan Selena Gomez pun tetap kembali memberikan sumbangsih mereka sebagai pengisi suara karakter-karakter di dalamnya.

Kekhawatiran penonton terhadap sekuel Hotel Transylvania untuk bisa lebih baik dari yang pertama jelas ada. Presentasi Hotel Transylvania yang terkesan medioker bukan menjadi berita bagus bagi sekuelnya yang akan dibuat. Benar saja, Hotel Transylvania 2 pun tak bisa setidaknya berdiri sejajar dari film pertamanya yang setidaknya masih enak untuk diikuti. Sekuelnya kali ini memiliki banyak sekali konflik yang dijejalkan agar bisa memenuhi durasi selama 89 menit. 


Setelah sekian lama berpacaran, Mavis (Selena Gomez) dan Jonathan (Andy Samberg) pun akhirnya menikah. Keberadaan Jonathan menjadi salah satu anggota keluarga dari Drac (Adam Sandler) memberikan perubahan besar bagi kelangsungan Hotel Transylvania miliknya. Hotel ini pun dibuka untuk kalangan yang lebih luas, contohnya adalah manusia. Kehidupan di Hotel Transylvania pun semakin berwarna karena Mavis dikaruniai seorang anak hasil dari pernikahannya.

Dennis (Asher Blinkoff) anak dari Mavis dan Jonathan pun diperebutkan oleh Drac dan juga keluarga dari pihak Jonathan. Drac sangat ingin tahu apakah Dennis ini adalah keturunan vampir sepertinya dirinya atau manusia seperti Jonathan. Keingintahuan itu pun membuat Mavis kesal karena Drac seperti memaksa Dennis menjadi seorang Drakula sepertinya. Drac pun mencari cara agar bisa membawa pergi Dennis dan membuktikan bahwa Dennis adalah vampir seperti dirinya. 


Hotel Transylvania mungkin bukan salah satu kontender film animasi yang kuat dan belum bisa menjadi ancaman bagi film-film animasi lainnya. Presentasi Hotel Transylvania pertama yang hanya sebatas menghibur belum bisa  menggoyahkan film-film animasi lainnya. Hanya saja, dewi fortuna datang menghampiri Hotel Transylvania. Mendapatkan word of mouth yang besar dan juga penghasilan yang besar sehingga sebuah sekuel layak untuk ia dapatkan.

Lewat presentasi medioker yang ditawarkan oleh Hotel Transylvania yang pertama, mungkin penonton mencoba lebih menerima apa yang ditawarkan oleh sekuelnya. Trailer yang dikemas menyenangkan juga bisa jadi menjadi pedoman utama penonton untuk memberikan kesempatan bagi Hotel Transylvania 2 memiliki presentasi yang sama menghiburnya dengan yang pertama. Memang, Hotel Transylvania 2 masih memiliki karakter yang menggemaskan hanya saja sekuelnya ini tak memiliki kekuatan yang sama besar dibanding film pertamanya.

Hotel Transylvania 2 pun terasa dipanjang-panjangkan di dalam durasinya yang hanya 89 menit. Konflik-konflik yang ditawarkan di dalam Hotel Transylvania 2 pun terlalu banyak, sehingga penonton pun akan merasa terlalu lelah untuk mengikuti 89 menit filmnya. Ganndy Tartakovsky pun seperti kehilangan semangat untuk mengarahkan film animasinya. Hal-hal menarik di dalam filmnya memang tak terlalu terlihat di trailer-nya, karena apa yang menarik itu hanya ada segelintir dari apa yang dipresentasikan olehnya. 


Semangat untuk menjadikan sekuel Hotel Transylvania mendapatkan lagi perhatian dan hati penontonnya, kali ini sepertinya sudah runtuh. Ganndy Tartakovsky terlihat bingung untuk menyelesaikan satu persatu konflik-konflik kecil yang dimunculkan olehnya di sepanjang film. Hasilnya, filmnya pun memiliki tempo yang sangat lambat meski dengan durasi yang singkat. Di paruh kedua, Hotel Transylvania 2 pun seperti kebingungan untuk menambahkan konflik apa lagi agar durasi filmnya memenuhi kriteria sebagai film layar lebar.

Segmentasi Hotel Transylvania memang ditujukan sebagai anak-anak, sehingga jokes yang ditawarkan di film-filmnya memang terkadang tak bisa menyenangkan penonton dewasa yang menemani mereka. Dan Hotel Transylvania 2 tak memiliki perkembangan signifikan untuk membuat tertawa penontonnya. Gurauan yang dihadirkan di Hotel Transylvania 2 pun gampang ditebak dan malah membuat penontonnya tak menghadirkan respon yang diharapkan sutradaranya.

Penonton di studio pun hening, tak menimbulkan suara tawa riuh ketika menonton Hotel Transylvania 2. Sedikit senyum simpul atau tawa lembut hadir di dalam bioskop ketika humor tersebut di sampaikan oleh Ganndy Tartakovsky di dalam Hotel Transyvania 2 dan itu pun bisa dihitung jari. Hotel Transylvania 2 pun sedikit gagal menghadirkan kekuatan yang sama yang dihadirkan oleh film pertamanya untuk menghibur penontonnya.


Tujuan Ganndy Tartakovsky pun berubah, dari sebuah film yang menjadikan sarana hiburan keluarga menjadi sebuah sarana pemenuh hasrat kebutuhan para penggemarnya. Beberapa ikon menarik seperti ?I Zing You? pun hadir hanya sebatas lewat, tak memiliki momen magis seperti film pertamanya. Dan juga, Hotel Transylvania 2 hanyalah sebatas penjawab bagaimana kehidupan Mavis dan Jonathan selanjutnya di mana hal tersebut sudah terjawab di paruh awal filmnya.

Dari presentasi yang kelewat sederhana di film pertamanya, Hotel Transylvania 2 bukanlah sebuah kabar baik. Ganndy Tartakovsky meruntuhkan ekspektasi penonton yang sudah berharap besar untuk terhibur dengan sekuel dari kehidupan Drac, Mavis, dan Jonathan. Selain dari visual yang menarik dan karakter yang menggemaskan, Hotel Transylvania 2 tak menawarkan apa-apa untuk dikembangkan di dalam sebuah sekuel. Malah, Hotel Transylvania 2 mengalami penurunan yang meski tak signifikan tetapi sangat berpengaruh bagi kelangsungan 89 menit filmnya yang terasa panjang.

Tuesday, 27 October 2015

7 Days in Hell

***DISCLAIMER*** The following review is entirely my opinion. If you comment (which I encourage you to do) be respectful. If you don't agree with my opinion (or other commenters), that's fine. To each their own. These reviews are not meant to be statements of facts or endorsements, I am just sharing my opinions and my perspective when watching the film and is not meant to reflect how these films should be viewed. Finally, the reviews are given on a scale of 0-5. 0, of course, being unwatchable. 1, being terrible. 2, being not great. 3, being okay. 4, being great and 5, being epic! And if you enjoy these reviews feel free to share them and follow the blog or follow me on Twitter (@RevRonster) for links to my reviews and the occasional live-Tweet session of the movie I'm watching!  Tennis anyone?  No, not for me...unless it's a comedy about tennis.



7 Days in Hell ? 4 out of 5


You?d never get me to play a game of tennis (unless Wii Tennis counts or the times I played tennis on GTA V in order to get 100% Completion) and you sure as hell can?t get me to watch a game of it. I?m sure it is a very physically challenging sport and no hate to the people that love it but I?m not a sports guy and I find all sports to be equally boring. That being said, if you take tennis and put it in a blender called the mockumentary genre and then add in Jon Snow, a host of talented comedians, a dash of absurd comedy, and have it all narrated by Jon Hamm than I am so fucking in! I call that a Goal!!!! (Wait, are there goals in tennis? What is the scoring system in that game? Is it to the death or something?)

                                                                                                                             HBO Films
Or maybe they play for the hand of a princess or something?
I really don't understand sports.


7 Days in Hell is a faux-documentary (commonly referred to as a "mockumentary") about an epic tennis duel between Charles Poole (Kit "You Know Nothing, Jon Snow" Harington) and Aaron Williams (Andy Samberg). Williams was the "bad boy" of the tennis game who eventually left the sport to be disgraced in the public eye and, meanwhile, Poole is the na?ve up-and-comer. After an offhand comment is made, the gauntlet is thrown down and the two enter into a competition that ends up lasting for?you guessed it?7 days!

                                                                                                                             HBO Films
Shooter McGavin's tennis playing sibling?

The mockumentary is a really hard art that, if done right, looks as easy as pie?not homemade pie because that shit can get time consuming. I?m not even talking about the pie that is in the freezer section because even that can get hard because you have to defrost it. I?m talking about a pie that you buy from a baker?and you don?t have to buy it because even that is a form of work. This is a free pie that the owner and head baker of the bakery comes to your house, cuts the pie, puts the piece on the plate and even feeds it to you. Heck, he even hand operates your jaw to replicate chewing and then massages the food down your throat so you don?t have to do anything. Fuck, I got really off track here and I really want some pie right now.

?
                                                                                                                               HBO Films
I really like Will Forte and I can't wait for season 2 of The Last Man on Earth.


To get back on the rails, mockumentaries are really easy to screw up and a bad one can look messy and unfocused. However, thanks to mockumentary-like elements becoming so popular in media today (think The Office, Parks and Recreation, and Modern Family), this art is being crafted well and 7 Days in Hell really made this craft work for it. Occasionally, the film goes off-the-rails and enters a tangent not too different from my one about pies that feels like it doesn?t belong in the overall story arc (for example, there?s an amusing section that goes in-depth on a faux-courtroom artist history that involves artists experimenting in their art) but considering this film is rooted in silly and absurdist humor it just seems to work well and never truly takes away from the overall product.

                                                                                                                              HBO Films
I may not know about sports but I do know who this guy is...he's a dude who has
been in some Adam Sandler films.

The film also does a fantastic job with its characters. Williams and Poole are very eccentric and over-the-top and the product doesn?t try to outdo them by adding a whole host of more outrageous people to be the experts and the ones interviewed about the match. Sure, there are some goofy ones with Fred Armisen?s character and Will Forte?s performance but many of them are played straight and serious and it equates to being that much more entertaining and amusing. Especially when you have guys like David Copperfield, Serena Williams, and John McEnroe providing insight about this fictitious battle. Additionally, all the players in this film are fantastic and doing a great job with their characters.

                                                                                                                             HBO Films
David Copperfield is one gawd damn amazing magician!

The comedy in 7 Days in Hell can be quite raunchy at times?like when Williams has sex with some people on court and the reality there are a lot of computer generated penises in the movie?and it can be pretty out there and absurd?like the section that talks about the courtroom sketch artist who was inspired by Disney animation. The movie mixes your typical gross-out type humor with a lot of off-the-wall material and the end result might not work for all audiences. My tastes in what constitutes funny is amazingly varied so this film was extremely hilarious for me. The comedy also is pretty relentless and there are very few moments that are absent any kind of joke. Considering the mockumentary is only about 45 minutes long, that?s a lot of gags and laughs to cram into every second.  The jokes per minute ratio is high in this film.

                                                                                                                             HBO Films
This is probably the moment I laughed the hardest.

The only real complaint I had about the film is the story seemed to focus a lot more on the story of Aaron Williams? rise and fall from tennis and not enough on Charles Poole?s journey. There were some great moments with Poole?for example, the way sports reporter Caspian Wint (played by Michael Sheen) had an obvious attraction to the young player?but the film missed a lot of great opportunities to play on his unhealthy relationship with his mother (played by Mary Steenburgen). Poole?s mother is desperate to see him succeed and be the best (even though Poole doesn?t seem to like tennis at all) and there are some great moments that play off of this but it still would have been nice to see more moments or just more moments of Poole in general. The film did really feel Williams-centric. That?s not a huge complaint because I really like Andy Samberg and find him hilarious but it would have been nice to see some more from Harington as well.

                                                                                                                              HBO Films
Ha ha...that's inappropriately hilarious!

With 7 Days in Hell being a mockumentary and with its unique humor the movie might not be for everyone. However, I definitely felt like I belonged with the audience for this feature and had a lot of fun watching it and was laughing my rear off to it. Its presentation felt like an authentic documentary but was off-kilter enough to still be funny and it has a tremendous cast all playing ridiculously hilarious characters.