Showing posts with label October. Show all posts
Showing posts with label October. Show all posts

Wednesday, 25 November 2015

HOTEL TRANSYLVANIA 2 (2015) REVIEW : The Hotel Has Nothing New to Offer

 

Setelah sukses luar biasa dari segi pendapatan, Hotel Transylvania jelas menjadi salah satu film animasi yang menjanjikan bagi Sony Pictures Animation. Film arahan dari Genndy Tartakovsky ini akan dijadikan sebagai senjata pengeruk uang bagi rumah produksi satu ini. Benar, selang 3 tahun kemunculan film pertamanya, Hotel Transylvania kembali dibukan untuk para penonton yang ingin merasakan kehidupan para monster di dalamnya.
 
Hotel Transylvania 2 tetap di bawah komando Genndy Tartakovsky. Meski film pertamanya memiliki presentasi yang tak terlalu baik, tetapi Hotel Transylvania 2 tetap mendapatkan lampu hijau untuk mendapatkan jadwal rilis. Hotel Transylvania 2 pun dibidik menjadi salah satu film keluarga yang dapat menghibur mereka, terutama untuk anak kecil. Adam Sandler dan Selena Gomez pun tetap kembali memberikan sumbangsih mereka sebagai pengisi suara karakter-karakter di dalamnya.

Kekhawatiran penonton terhadap sekuel Hotel Transylvania untuk bisa lebih baik dari yang pertama jelas ada. Presentasi Hotel Transylvania yang terkesan medioker bukan menjadi berita bagus bagi sekuelnya yang akan dibuat. Benar saja, Hotel Transylvania 2 pun tak bisa setidaknya berdiri sejajar dari film pertamanya yang setidaknya masih enak untuk diikuti. Sekuelnya kali ini memiliki banyak sekali konflik yang dijejalkan agar bisa memenuhi durasi selama 89 menit. 


Setelah sekian lama berpacaran, Mavis (Selena Gomez) dan Jonathan (Andy Samberg) pun akhirnya menikah. Keberadaan Jonathan menjadi salah satu anggota keluarga dari Drac (Adam Sandler) memberikan perubahan besar bagi kelangsungan Hotel Transylvania miliknya. Hotel ini pun dibuka untuk kalangan yang lebih luas, contohnya adalah manusia. Kehidupan di Hotel Transylvania pun semakin berwarna karena Mavis dikaruniai seorang anak hasil dari pernikahannya.

Dennis (Asher Blinkoff) anak dari Mavis dan Jonathan pun diperebutkan oleh Drac dan juga keluarga dari pihak Jonathan. Drac sangat ingin tahu apakah Dennis ini adalah keturunan vampir sepertinya dirinya atau manusia seperti Jonathan. Keingintahuan itu pun membuat Mavis kesal karena Drac seperti memaksa Dennis menjadi seorang Drakula sepertinya. Drac pun mencari cara agar bisa membawa pergi Dennis dan membuktikan bahwa Dennis adalah vampir seperti dirinya. 


Hotel Transylvania mungkin bukan salah satu kontender film animasi yang kuat dan belum bisa menjadi ancaman bagi film-film animasi lainnya. Presentasi Hotel Transylvania pertama yang hanya sebatas menghibur belum bisa  menggoyahkan film-film animasi lainnya. Hanya saja, dewi fortuna datang menghampiri Hotel Transylvania. Mendapatkan word of mouth yang besar dan juga penghasilan yang besar sehingga sebuah sekuel layak untuk ia dapatkan.

Lewat presentasi medioker yang ditawarkan oleh Hotel Transylvania yang pertama, mungkin penonton mencoba lebih menerima apa yang ditawarkan oleh sekuelnya. Trailer yang dikemas menyenangkan juga bisa jadi menjadi pedoman utama penonton untuk memberikan kesempatan bagi Hotel Transylvania 2 memiliki presentasi yang sama menghiburnya dengan yang pertama. Memang, Hotel Transylvania 2 masih memiliki karakter yang menggemaskan hanya saja sekuelnya ini tak memiliki kekuatan yang sama besar dibanding film pertamanya.

Hotel Transylvania 2 pun terasa dipanjang-panjangkan di dalam durasinya yang hanya 89 menit. Konflik-konflik yang ditawarkan di dalam Hotel Transylvania 2 pun terlalu banyak, sehingga penonton pun akan merasa terlalu lelah untuk mengikuti 89 menit filmnya. Ganndy Tartakovsky pun seperti kehilangan semangat untuk mengarahkan film animasinya. Hal-hal menarik di dalam filmnya memang tak terlalu terlihat di trailer-nya, karena apa yang menarik itu hanya ada segelintir dari apa yang dipresentasikan olehnya. 


Semangat untuk menjadikan sekuel Hotel Transylvania mendapatkan lagi perhatian dan hati penontonnya, kali ini sepertinya sudah runtuh. Ganndy Tartakovsky terlihat bingung untuk menyelesaikan satu persatu konflik-konflik kecil yang dimunculkan olehnya di sepanjang film. Hasilnya, filmnya pun memiliki tempo yang sangat lambat meski dengan durasi yang singkat. Di paruh kedua, Hotel Transylvania 2 pun seperti kebingungan untuk menambahkan konflik apa lagi agar durasi filmnya memenuhi kriteria sebagai film layar lebar.

Segmentasi Hotel Transylvania memang ditujukan sebagai anak-anak, sehingga jokes yang ditawarkan di film-filmnya memang terkadang tak bisa menyenangkan penonton dewasa yang menemani mereka. Dan Hotel Transylvania 2 tak memiliki perkembangan signifikan untuk membuat tertawa penontonnya. Gurauan yang dihadirkan di Hotel Transylvania 2 pun gampang ditebak dan malah membuat penontonnya tak menghadirkan respon yang diharapkan sutradaranya.

Penonton di studio pun hening, tak menimbulkan suara tawa riuh ketika menonton Hotel Transylvania 2. Sedikit senyum simpul atau tawa lembut hadir di dalam bioskop ketika humor tersebut di sampaikan oleh Ganndy Tartakovsky di dalam Hotel Transyvania 2 dan itu pun bisa dihitung jari. Hotel Transylvania 2 pun sedikit gagal menghadirkan kekuatan yang sama yang dihadirkan oleh film pertamanya untuk menghibur penontonnya.


Tujuan Ganndy Tartakovsky pun berubah, dari sebuah film yang menjadikan sarana hiburan keluarga menjadi sebuah sarana pemenuh hasrat kebutuhan para penggemarnya. Beberapa ikon menarik seperti ?I Zing You? pun hadir hanya sebatas lewat, tak memiliki momen magis seperti film pertamanya. Dan juga, Hotel Transylvania 2 hanyalah sebatas penjawab bagaimana kehidupan Mavis dan Jonathan selanjutnya di mana hal tersebut sudah terjawab di paruh awal filmnya.

Dari presentasi yang kelewat sederhana di film pertamanya, Hotel Transylvania 2 bukanlah sebuah kabar baik. Ganndy Tartakovsky meruntuhkan ekspektasi penonton yang sudah berharap besar untuk terhibur dengan sekuel dari kehidupan Drac, Mavis, dan Jonathan. Selain dari visual yang menarik dan karakter yang menggemaskan, Hotel Transylvania 2 tak menawarkan apa-apa untuk dikembangkan di dalam sebuah sekuel. Malah, Hotel Transylvania 2 mengalami penurunan yang meski tak signifikan tetapi sangat berpengaruh bagi kelangsungan 89 menit filmnya yang terasa panjang.

THE MARTIAN (2015) REVIEW : Another Bold Performance In Sci-Fi Genre

 
3 tahun terakhir ini bisa jadi adalah tahun di mana perjalanan ke luar angkasa menjadi salah satu konflik yang menarik untuk diangkat menjadi sebuah film. Di setiap tahunnya, film-film ber-setting tempat luar angkasa itu selalu mendapatkan respon positif dari kritikus maupun penonton film. Gravity di tahun 2013, mematok nilai yang sangat tinggi untuk film bertema ini. Di tahun 2014, Interstellar milik Christopher Nolan pun juga menghempas pemikiran penontonnya dengan alur cerita yang ditawarkan.
 
Maka di tahun 2015, salah satu master di genre ini yaitu Ridley Scott kembali menghadirkan sebuah petualangan luar angkasa yang diadaptasi dari buku milik Andy Weir. The Martian, buku yang menjadi salah satu best seller di New York ini diadaptasi menjadi sebuah naskah oleh Drew Goddard yang selalu berhasil menulis ulang sebuah buku ke dalam naskah yang ditulisnya. Juga, film ini dibintangi oleh bintang-bintang ternama dan salah satunya adalah Matt Damon di deretan aktor utamanya.

Dengan adanya Gravity dan Interstellar dalam deretan film-film ber-setting luar angkasa, The Martian jelas tak bisa menawarkan sebuah terobosan cerita baru untuk ditawarkan kepada penontonnya. Tetapi tanpa adanya premis cerita yang baru, The Martian tetap bisa menghadirkan sebuah film bertahan hidup di luar angkasa yang sangat menyenangkan untuk diikuti. Dengan durasi 141 menit, The Martian bisa menjadi salah satu pengalaman merasakan luar angkasa di layar perak yang sangat seru. 


Satu tim dikirim oleh NASA ke planet Mars untuk bisa menemukan materi-materi kehidupan di sana. Tim tersebut terdiri dari Mark Watney (Matt Damon), Melissa Lewis (Jessica Chastain), Beth Johanssen (Kate Mara), Rick Martinez (Michael Pena), dan Chris Beck (Sebastian Stan). Di tengah perjalanan dalam menyelesaikan misinya tersebut, badai datang menghampiri mereka dan membuat mereka terpaksa harus meninggalkan planet Mars sebelum misinya selesai.

Di perjalanan menuju ke pesawat luar angkasa mereka bernama Hermes, Mark Watney terhantam oleh satelit milik tim tersebut dan membuatnya menghilang saat badai. Anggota tim berusaha untuk menyelamatkan Mark Watney, tetapi waktunya tak cukup dan mereka merasa bahwa Mark Watney terdeteksi telah meninggal karena kehilangan oksigen. Setelah anggota tim kembali ke pesawat dan menuju kembali ke bumi, Mark Watney ternyata masih selamat dan dia berusaha bertahan hidup di planet Mars sampai NASA datang menyelamatkan mereka. 


Dengan patokan yang sangat tinggi dari dua film ber-setting luar angkasa yang sama di 2 tahun berturut-turut, rasanya akan susah bagi The Martian untuk bisa mendapatkan respon serupa dari para kritikus atau penonton film. Tetapi, akan berbeda ketika film ini ditangani oleh Ridley Scott. Orang yang berhasil mengarahkan genre science fiction lewat film Prometheus, Blade Runner, atau pun film legendarisnya Alien.

Benar, The Martian bisa tampil sangat prima untuk menawarkan sebuah konflik bertahan hidup di luar angkasa yang menyenangkan dan berbeda dari film-film yang sama di genre ini. The Martian memang tak bisa menawarkan sesuatu yang baru jika dibandingkan dengan Gravity atau Interstellar. The Martian akan cenderung berpremis sama dengan Gravity tetapi juga memiliki babak yang sama dengan Interstellar. Hanya saja, The Martian memiliki nuansa yang berbeda dari dua film itu.

Lupakan 2 film yang selalu menjadi bayang-bayang The Martian atau film-film lain yang bertema serupa karena The Martian memiliki caranya sendiri untuk menghipnotis penontonnya. Di dalam durasi yang bisa dibilang panjang, The Martian memiliki cara penyampaian yang sangat dinamis tanpa ada rasa jenuh yang menghampiri penontonnya. Drew Goddard tahu bagaimana caranya untuk menyampaikan kembali apa yang ada di buku ke dalam naskahnya. Dia bisa menyusun alur cerita yang seharusnya bisa saja terpecah dalam 3 babak yang terasa episodik. 


Penyusunan cerita yang bagus dari Drew Goddard dalam naskahnya, tak berarti apa-apa jika Ridley Scott juga tak berhasil mengarahkan filmnya dengan baik. Ada 3 setting utama yang ada di dalam film The Martian, yaitu Mars, Pesawat Hermes, dan juga Kantor NASA. Ridley Scott sangat berhasil mengoneksikan ketiga setting tersebut meskipun tak terkoneksi secara langsung. Meski hanya terhubung lewat Interkom sebagai media penyampaian pesan setiap karakternya, The Martian bisa membangun atmosfir dan tensi yang kuat lewat dialog pun juga dengan keterikatan setiap karakternya.

Karakter-karakter di dalam The Martian cukup banyak untuk menggerakkan plot ceritanya yang mungkin sederhana, tetapi Ridley Scott bisa memaksimalkan setiap karakternya sehingga The Martian tersajikan dengan kuat. Bukan malah menjadi bumerang bagi filmnya yang bisa saja terpecah fokusnya hanya karena karakter di dalamnya terlalu banyak. Justru, karakter-karakter yang banyak itu malah memperkuat konten utama dari The Martian yang cukup sederhana.

Pun, The Martian mengangkat isu kehumasan yang direpresentasikan kepada salah satu karakter yang diperankan oleh Chiwetel Ejiofor. Bagaimana seorang jembatan perusahaan kepada khalayak untuk mengklarifikasi konflik besar yang terjadi di perusahaan tersebut. Juga, strategi apa yang digunakan seorang humas agar tidak menimbulkan keresahan luar biasa bagi khalayak tentang masalah yang sedang menyerang suatu perusahaan tersebut. 


The Martian pun memiliki suasana retro yang menyenangkan sebagai sebuah film ber-setting luar angkasa. Dengan pilihan-plihan playlist lagu dari Abba, David Bowie, dan beberapa musisi lain yang datang  di tahun 80-an, The Martian jelas menjadi salah satu film ber-setting luar angkasa yang berbeda. Pun juga, The Martian mematahkan suasana film-film di genre ini yang melulu serius dalam penceritaannya dan dengan mudah menyita perhatian penontonnya.

The Martian memang tak bisa dihindarkan akan selalu dikomparasikan dengan dua film ber-setting dan ber-genre yang sama yang hadir di 2 tahun terakhir. The Martian memang tak bisa menghadirkan premis cerita yang baru dengan hadirnya Gravity atau Interstellar. Tetapi, bukan berarti The Martian bisa dipandang sebelah mata, karena The Martian tampil sangat prima lewat arahan yang kuat dari Ridley Scott dan didukung naskah yang ditulis oleh Drew Goddard. Sehingga, The Martian adalah salah satu film space survival yang bisa dijajarkan menjadi salah satu film ber-setting luar angkasa terbaik dan juga salah satu yang terbaik tahun ini.

Saturday, 7 November 2015

HOTEL TRANSYLVANIA 2 (2015) REVIEW : The Hotel Has Nothing New to Offer

 

Setelah sukses luar biasa dari segi pendapatan, Hotel Transylvania jelas menjadi salah satu film animasi yang menjanjikan bagi Sony Pictures Animation. Film arahan dari Genndy Tartakovsky ini akan dijadikan sebagai senjata pengeruk uang bagi rumah produksi satu ini. Benar, selang 3 tahun kemunculan film pertamanya, Hotel Transylvania kembali dibukan untuk para penonton yang ingin merasakan kehidupan para monster di dalamnya.
 
Hotel Transylvania 2 tetap di bawah komando Genndy Tartakovsky. Meski film pertamanya memiliki presentasi yang tak terlalu baik, tetapi Hotel Transylvania 2 tetap mendapatkan lampu hijau untuk mendapatkan jadwal rilis. Hotel Transylvania 2 pun dibidik menjadi salah satu film keluarga yang dapat menghibur mereka, terutama untuk anak kecil. Adam Sandler dan Selena Gomez pun tetap kembali memberikan sumbangsih mereka sebagai pengisi suara karakter-karakter di dalamnya.

Kekhawatiran penonton terhadap sekuel Hotel Transylvania untuk bisa lebih baik dari yang pertama jelas ada. Presentasi Hotel Transylvania yang terkesan medioker bukan menjadi berita bagus bagi sekuelnya yang akan dibuat. Benar saja, Hotel Transylvania 2 pun tak bisa setidaknya berdiri sejajar dari film pertamanya yang setidaknya masih enak untuk diikuti. Sekuelnya kali ini memiliki banyak sekali konflik yang dijejalkan agar bisa memenuhi durasi selama 89 menit. 


Setelah sekian lama berpacaran, Mavis (Selena Gomez) dan Jonathan (Andy Samberg) pun akhirnya menikah. Keberadaan Jonathan menjadi salah satu anggota keluarga dari Drac (Adam Sandler) memberikan perubahan besar bagi kelangsungan Hotel Transylvania miliknya. Hotel ini pun dibuka untuk kalangan yang lebih luas, contohnya adalah manusia. Kehidupan di Hotel Transylvania pun semakin berwarna karena Mavis dikaruniai seorang anak hasil dari pernikahannya.

Dennis (Asher Blinkoff) anak dari Mavis dan Jonathan pun diperebutkan oleh Drac dan juga keluarga dari pihak Jonathan. Drac sangat ingin tahu apakah Dennis ini adalah keturunan vampir sepertinya dirinya atau manusia seperti Jonathan. Keingintahuan itu pun membuat Mavis kesal karena Drac seperti memaksa Dennis menjadi seorang Drakula sepertinya. Drac pun mencari cara agar bisa membawa pergi Dennis dan membuktikan bahwa Dennis adalah vampir seperti dirinya. 


Hotel Transylvania mungkin bukan salah satu kontender film animasi yang kuat dan belum bisa menjadi ancaman bagi film-film animasi lainnya. Presentasi Hotel Transylvania pertama yang hanya sebatas menghibur belum bisa  menggoyahkan film-film animasi lainnya. Hanya saja, dewi fortuna datang menghampiri Hotel Transylvania. Mendapatkan word of mouth yang besar dan juga penghasilan yang besar sehingga sebuah sekuel layak untuk ia dapatkan.

Lewat presentasi medioker yang ditawarkan oleh Hotel Transylvania yang pertama, mungkin penonton mencoba lebih menerima apa yang ditawarkan oleh sekuelnya. Trailer yang dikemas menyenangkan juga bisa jadi menjadi pedoman utama penonton untuk memberikan kesempatan bagi Hotel Transylvania 2 memiliki presentasi yang sama menghiburnya dengan yang pertama. Memang, Hotel Transylvania 2 masih memiliki karakter yang menggemaskan hanya saja sekuelnya ini tak memiliki kekuatan yang sama besar dibanding film pertamanya.

Hotel Transylvania 2 pun terasa dipanjang-panjangkan di dalam durasinya yang hanya 89 menit. Konflik-konflik yang ditawarkan di dalam Hotel Transylvania 2 pun terlalu banyak, sehingga penonton pun akan merasa terlalu lelah untuk mengikuti 89 menit filmnya. Ganndy Tartakovsky pun seperti kehilangan semangat untuk mengarahkan film animasinya. Hal-hal menarik di dalam filmnya memang tak terlalu terlihat di trailer-nya, karena apa yang menarik itu hanya ada segelintir dari apa yang dipresentasikan olehnya. 


Semangat untuk menjadikan sekuel Hotel Transylvania mendapatkan lagi perhatian dan hati penontonnya, kali ini sepertinya sudah runtuh. Ganndy Tartakovsky terlihat bingung untuk menyelesaikan satu persatu konflik-konflik kecil yang dimunculkan olehnya di sepanjang film. Hasilnya, filmnya pun memiliki tempo yang sangat lambat meski dengan durasi yang singkat. Di paruh kedua, Hotel Transylvania 2 pun seperti kebingungan untuk menambahkan konflik apa lagi agar durasi filmnya memenuhi kriteria sebagai film layar lebar.

Segmentasi Hotel Transylvania memang ditujukan sebagai anak-anak, sehingga jokes yang ditawarkan di film-filmnya memang terkadang tak bisa menyenangkan penonton dewasa yang menemani mereka. Dan Hotel Transylvania 2 tak memiliki perkembangan signifikan untuk membuat tertawa penontonnya. Gurauan yang dihadirkan di Hotel Transylvania 2 pun gampang ditebak dan malah membuat penontonnya tak menghadirkan respon yang diharapkan sutradaranya.

Penonton di studio pun hening, tak menimbulkan suara tawa riuh ketika menonton Hotel Transylvania 2. Sedikit senyum simpul atau tawa lembut hadir di dalam bioskop ketika humor tersebut di sampaikan oleh Ganndy Tartakovsky di dalam Hotel Transyvania 2 dan itu pun bisa dihitung jari. Hotel Transylvania 2 pun sedikit gagal menghadirkan kekuatan yang sama yang dihadirkan oleh film pertamanya untuk menghibur penontonnya.


Tujuan Ganndy Tartakovsky pun berubah, dari sebuah film yang menjadikan sarana hiburan keluarga menjadi sebuah sarana pemenuh hasrat kebutuhan para penggemarnya. Beberapa ikon menarik seperti ?I Zing You? pun hadir hanya sebatas lewat, tak memiliki momen magis seperti film pertamanya. Dan juga, Hotel Transylvania 2 hanyalah sebatas penjawab bagaimana kehidupan Mavis dan Jonathan selanjutnya di mana hal tersebut sudah terjawab di paruh awal filmnya.

Dari presentasi yang kelewat sederhana di film pertamanya, Hotel Transylvania 2 bukanlah sebuah kabar baik. Ganndy Tartakovsky meruntuhkan ekspektasi penonton yang sudah berharap besar untuk terhibur dengan sekuel dari kehidupan Drac, Mavis, dan Jonathan. Selain dari visual yang menarik dan karakter yang menggemaskan, Hotel Transylvania 2 tak menawarkan apa-apa untuk dikembangkan di dalam sebuah sekuel. Malah, Hotel Transylvania 2 mengalami penurunan yang meski tak signifikan tetapi sangat berpengaruh bagi kelangsungan 89 menit filmnya yang terasa panjang.

THE MARTIAN (2015) REVIEW : Another Bold Performance In Sci-Fi Genre

 
3 tahun terakhir ini bisa jadi adalah tahun di mana perjalanan ke luar angkasa menjadi salah satu konflik yang menarik untuk diangkat menjadi sebuah film. Di setiap tahunnya, film-film ber-setting tempat luar angkasa itu selalu mendapatkan respon positif dari kritikus maupun penonton film. Gravity di tahun 2013, mematok nilai yang sangat tinggi untuk film bertema ini. Di tahun 2014, Interstellar milik Christopher Nolan pun juga menghempas pemikiran penontonnya dengan alur cerita yang ditawarkan.
 
Maka di tahun 2015, salah satu master di genre ini yaitu Ridley Scott kembali menghadirkan sebuah petualangan luar angkasa yang diadaptasi dari buku milik Andy Weir. The Martian, buku yang menjadi salah satu best seller di New York ini diadaptasi menjadi sebuah naskah oleh Drew Goddard yang selalu berhasil menulis ulang sebuah buku ke dalam naskah yang ditulisnya. Juga, film ini dibintangi oleh bintang-bintang ternama dan salah satunya adalah Matt Damon di deretan aktor utamanya.

Dengan adanya Gravity dan Interstellar dalam deretan film-film ber-setting luar angkasa, The Martian jelas tak bisa menawarkan sebuah terobosan cerita baru untuk ditawarkan kepada penontonnya. Tetapi tanpa adanya premis cerita yang baru, The Martian tetap bisa menghadirkan sebuah film bertahan hidup di luar angkasa yang sangat menyenangkan untuk diikuti. Dengan durasi 141 menit, The Martian bisa menjadi salah satu pengalaman merasakan luar angkasa di layar perak yang sangat seru. 


Satu tim dikirim oleh NASA ke planet Mars untuk bisa menemukan materi-materi kehidupan di sana. Tim tersebut terdiri dari Mark Watney (Matt Damon), Melissa Lewis (Jessica Chastain), Beth Johanssen (Kate Mara), Rick Martinez (Michael Pena), dan Chris Beck (Sebastian Stan). Di tengah perjalanan dalam menyelesaikan misinya tersebut, badai datang menghampiri mereka dan membuat mereka terpaksa harus meninggalkan planet Mars sebelum misinya selesai.

Di perjalanan menuju ke pesawat luar angkasa mereka bernama Hermes, Mark Watney terhantam oleh satelit milik tim tersebut dan membuatnya menghilang saat badai. Anggota tim berusaha untuk menyelamatkan Mark Watney, tetapi waktunya tak cukup dan mereka merasa bahwa Mark Watney terdeteksi telah meninggal karena kehilangan oksigen. Setelah anggota tim kembali ke pesawat dan menuju kembali ke bumi, Mark Watney ternyata masih selamat dan dia berusaha bertahan hidup di planet Mars sampai NASA datang menyelamatkan mereka. 


Dengan patokan yang sangat tinggi dari dua film ber-setting luar angkasa yang sama di 2 tahun berturut-turut, rasanya akan susah bagi The Martian untuk bisa mendapatkan respon serupa dari para kritikus atau penonton film. Tetapi, akan berbeda ketika film ini ditangani oleh Ridley Scott. Orang yang berhasil mengarahkan genre science fiction lewat film Prometheus, Blade Runner, atau pun film legendarisnya Alien.

Benar, The Martian bisa tampil sangat prima untuk menawarkan sebuah konflik bertahan hidup di luar angkasa yang menyenangkan dan berbeda dari film-film yang sama di genre ini. The Martian memang tak bisa menawarkan sesuatu yang baru jika dibandingkan dengan Gravity atau Interstellar. The Martian akan cenderung berpremis sama dengan Gravity tetapi juga memiliki babak yang sama dengan Interstellar. Hanya saja, The Martian memiliki nuansa yang berbeda dari dua film itu.

Lupakan 2 film yang selalu menjadi bayang-bayang The Martian atau film-film lain yang bertema serupa karena The Martian memiliki caranya sendiri untuk menghipnotis penontonnya. Di dalam durasi yang bisa dibilang panjang, The Martian memiliki cara penyampaian yang sangat dinamis tanpa ada rasa jenuh yang menghampiri penontonnya. Drew Goddard tahu bagaimana caranya untuk menyampaikan kembali apa yang ada di buku ke dalam naskahnya. Dia bisa menyusun alur cerita yang seharusnya bisa saja terpecah dalam 3 babak yang terasa episodik. 


Penyusunan cerita yang bagus dari Drew Goddard dalam naskahnya, tak berarti apa-apa jika Ridley Scott juga tak berhasil mengarahkan filmnya dengan baik. Ada 3 setting utama yang ada di dalam film The Martian, yaitu Mars, Pesawat Hermes, dan juga Kantor NASA. Ridley Scott sangat berhasil mengoneksikan ketiga setting tersebut meskipun tak terkoneksi secara langsung. Meski hanya terhubung lewat Interkom sebagai media penyampaian pesan setiap karakternya, The Martian bisa membangun atmosfir dan tensi yang kuat lewat dialog pun juga dengan keterikatan setiap karakternya.

Karakter-karakter di dalam The Martian cukup banyak untuk menggerakkan plot ceritanya yang mungkin sederhana, tetapi Ridley Scott bisa memaksimalkan setiap karakternya sehingga The Martian tersajikan dengan kuat. Bukan malah menjadi bumerang bagi filmnya yang bisa saja terpecah fokusnya hanya karena karakter di dalamnya terlalu banyak. Justru, karakter-karakter yang banyak itu malah memperkuat konten utama dari The Martian yang cukup sederhana.

Pun, The Martian mengangkat isu kehumasan yang direpresentasikan kepada salah satu karakter yang diperankan oleh Chiwetel Ejiofor. Bagaimana seorang jembatan perusahaan kepada khalayak untuk mengklarifikasi konflik besar yang terjadi di perusahaan tersebut. Juga, strategi apa yang digunakan seorang humas agar tidak menimbulkan keresahan luar biasa bagi khalayak tentang masalah yang sedang menyerang suatu perusahaan tersebut. 


The Martian pun memiliki suasana retro yang menyenangkan sebagai sebuah film ber-setting luar angkasa. Dengan pilihan-plihan playlist lagu dari Abba, David Bowie, dan beberapa musisi lain yang datang  di tahun 80-an, The Martian jelas menjadi salah satu film ber-setting luar angkasa yang berbeda. Pun juga, The Martian mematahkan suasana film-film di genre ini yang melulu serius dalam penceritaannya dan dengan mudah menyita perhatian penontonnya.

The Martian memang tak bisa dihindarkan akan selalu dikomparasikan dengan dua film ber-setting dan ber-genre yang sama yang hadir di 2 tahun terakhir. The Martian memang tak bisa menghadirkan premis cerita yang baru dengan hadirnya Gravity atau Interstellar. Tetapi, bukan berarti The Martian bisa dipandang sebelah mata, karena The Martian tampil sangat prima lewat arahan yang kuat dari Ridley Scott dan didukung naskah yang ditulis oleh Drew Goddard. Sehingga, The Martian adalah salah satu film space survival yang bisa dijajarkan menjadi salah satu film ber-setting luar angkasa terbaik dan juga salah satu yang terbaik tahun ini.