Showing posts with label Anggy Umbara. Show all posts
Showing posts with label Anggy Umbara. Show all posts

Wednesday, 25 November 2015

COMIC 8 : CASINO KINGS PART 1 (2014) : Kepingan Teka-teki Bagian Pertama


Setelah menjadi yang terlaris di tahun 2014, Comic 8 jelas akan menjadi sebuah film aksi komedi yang banyak diperbincangkan banyak orang. Meski pun, kehadirannya menimbulkan dua kubu yang berbeda tetapi tak disangsikan lagi bahwa Comic 8 menjadi salah satu film blockbuster milik Indonesia yang akan ditunggu penontonnya. Terlebih, film ini sudah di-set memiliki sekuel yang telah di-tease pada akhir film pertama.

Kesuksesan seri pertama jelas membuat Falcon Pictures selaku rumah produksi memberikan lampu hijau kepada proyek sekuelnya kali ini. Anggy Umbara kembali memberikan komandonya terhadap film yang mengumpulkan 8 komika ?sebutan untuk pelakon stand up comedy ?dalam sebuah misi terbaru dalam sekuelnya. Dibantu oleh sang adik, Fajar Umbara, misi tersebut dituliskan lewat naskah dan mendapat bala bantuan dari Anggy Umbara.

Sekuel Comic 8 ini mendapatkan judul Casino Kings yang dibagi menjadi dua jilid yang dirilis pada tahun yang berbeda. Juli 2015 untuk seri pertama dan seri kedua pada bulan Februari 2016. Merilis seri pertama pada bulan Lebaran adalah keputusan yang tepat untuk mengulang kesuksesan seri pertamanya. Kekhawatiran jelas ada untuk Comic 8 : Casino Kings Part 1, membelah filmnya menjadi dua bagian yang berdiri sendiri tentu tak mudah. Meskipun, bagaimana Anggy Umbara menyampaikan ceritanya sedikit lebih baik. 


Terdampar di sebuah pulau antah berantah, Kali ini tim komika Fico, Babe, Bintang, Ernest, Kemal, Arie, Mongol, dan Ge sedang dalam masalah yang amat besar. Pulau tersebut penuh dengan buaya yang siap memakan mereka hidup-hidup bersama dengan para komika lain yang tak sengaja terseret dalam misi ini. 8 komika utama tak mengingat apapun yang sedang terjadi sebelum mereka berada di pulau antah berantah tersebut.

Mereka berdelapan seharusnya mendapatkan misi dari atasannya, Indro Warkop, untuk menangkap Casino Kings. Dia adalah raja judi termahsyur yang sedang melakukan bisnis perjudian paling besar untuk dilakukan sesegera mungkin. Sayangnya, mereka menemukan banyak sekali kesulitan dalam menjalankan misinya. Terlebih, mereka harus berpura-pura menjadi seorang komika yang melakukan tur untuk menutupi identitas aslinya. 


Kesan pretensius memang tak bisa lepas dari Comic 8, bagaimana Anggy Umbara dan Fajar Umbara menuliskan berbagai macam plot yang dianggapnya menarik ke dalam satu film berdurasi 100 menit. Comic 8 seri pertama memang tak mampu menunjukkan performa maksimalnya lewat komedi yang asyik atau pun penceritaan yang baik. Anggy Umbara memiliki problem untuk tak bisa menahan emosinya yang meledak-ledak ketika menyampaikan sebuah cerita di dalam filmnya.

Dan di dalam Comic 8 : Casino Kings Part 1 ini, kerumitan dan ide cerita yang besar menjadi masalah yang akan terasa signifikan. Dibagi menjadi dua bagian yang berdiri sendiri tentu bukan menjadi kabar baik bagi seri ini. Ya, bagian pertama ini penuh dengan berbagai macam konflik yang disesalkan ke dalamnya. Bahkan, bagian pertama ini akan terasa sangat mengulur waktu dengan berbagai stok subplot yang sebenarnya bisa dipangkas untuk memenuhi kriteria menjadi satu film utuh.

Cerita milik Casino Kings ini memang  terasa lebih rumit ketimbang seri pertamanya. Tetapi, meski Anggy Umbara dan Fajar Umbara memiliki kerumitan itu hanya saja ada yang berbeda dengan bagaimana Anggy bertutur di dalam Casino Kings Part 1 ini. Anggy bisa menahan dan menggoda penontonnya agar tetap betah dan ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di dalam film ini. Kepingan demi kepingan cerita disebar dan hanya tinggal tunggu waktu kapan kepingan teka-teki tersebut tergabung menjadi sebuah gambar utuh. 


Comic 8 : Casino Kings Part 1 memiliki hal itu untuk menjadi kekuatan filmnya. Anggy tahu bagaimana untuk menyampaikan setiap kepingan tersebut agar menjadi tontonan yang seru dan membuat penontonnya penasaran akan apa yang terjadi oleh mereka. Menggunakan alur maju mundur yang terasa sangat tepat untuk menggoda penontonnya agar ikut masuk dalam menerka-nerka apa yang terjadi di dalam plot ceritanya.

Kepingan tersebut memang tetap menjadi sesuatu yang episodik seperti film sebelumnya. Seperti dalam sebuah buku, film ini memiliki bab-bab untuk menceritakan karakter-karakter dan benang merah apa yang menjadi fokus utama film ini. Hal tersebut membuat bagaimana Comic 8 kurang memiliki cara bertutur yang halus dan Anggy Umbara seperti membiarkan hal itu menjadi identitas bagi film-film Comic 8.

Pun, Anggy Umbara terlihat bingung dengan bagaimana menyampaikan cerita dari naskah miliknya dan Fajar Umbara di pertengahan filmnya. Tak hanya terlihat bingung, tetapi ritme film ini pun seperti sedang berjalan ditempat, tak tahu mau ke mana tempat agar bagian pertama dari Casino Kings ini berhenti bercerita. Ada beberapa adegan yang seharusnya bisa dipangkas agar Anggy Umbara tak tersendat dalam bertutur. 


Adegan-adegan yang ditambahi itu pun hanyalah sebuah adegan ekstra untuk menambah unsur komedi yang menjadi jualan utama film ini. Meski komedinya tetap menjadi sesuatu yang hit and miss, adanya pengulangan, dan membahas sensualitas, tetapi ada selipan komedi satir yang cukup menyenangkan untuk membuat tawa bagi penontonnya. Meski begitu, komedi di dalam film ini masih cukup bisa diterima oleh berbagai kalangan karena tak melulu soal slapstick.

Termaafkan lagi dengan bagaimana Comic 8 : Casino Kings Part 1 tahu benar mengartikan kata ?blockbuster?. Casino Kings Part 1 ini membungkus filmnya menjadi sebuah film Indonesia yang mewah, megah, dengan berbagai visual efek dan cameo ternama di dalamnya. Ketika penonton mulai jengah dengan cerita yang mulai terengah-engah dan ledekan yang tak penuh tawa, Comic 8 : Casino Kings Part 1 masih akan memanjakan penontonnya lewat kemasan yang mewah, adegan aksi yang dibalut dengan slow motion yang cukup menarik. 


Bertepatan dengan hari Lebaran, hari di mana film Indonesia mencari penontonnya, Comic 8 : Casino Kings Part 1 hadir untuk meramaikan hari besar tersebut dengan kemasan filmnya yang megah dan mewah, juga melibatkan nama-nama besar dalam jajaran pemeran pendukung dan tamu spesialnya. Dengan konsep dan ide cerita yang lebih besar dan rumit, Comic 8 : Casino Kings Part 1 masih memiliki kelemahan untuk menuturkan itu semua dan menjadi kerikil yang menghalanginya. Tetapi, Anggy Umbara masih bisa membuat plot cerita miliknya menyenangkan dan penasaran untuk diikuti. Februari 2016 akan menjadi jawabannya. 

3 : ALIF LAM MIM (2015) REVIEW : Tatkala Problematika Sosial Berdampak Pada Kehancuran


Menjadi salah satu sutradara yang layak diperhitungkan di kancah perfillman Indonesia, Anggy Umbara tak pernah absen untuk menghasilkan karya di setiap tahunnya. Dengan kesuksesan luar biasa dari Comic 8, semakin menegaskan lagi bahwa Anggy Umbara adalah rival bagi para sineas lain yang ingin bersaing. Memiliki proyek franchise besar yaitu Comic 8, Anggy Umbara kembali menyusun setup baru untuk dikembangkan agar menjadi franchise besar lainnya.
 
Menawarkan sesuatu yang berbeda, 3 : Alif Lam Mim, judul karya terbaru dari Anggy Umbara ini berpotensi untuk menarik minat penonton yang sudah terlanjur skeptis dengan genre film Indonesia yang monoton. Premis yang diusung oleh 3 : Alif Lam Mim ini memiliki isu yang sangat sensitif dan tidak dapat dipungkiri akan menimbulkan kontroversi. Tetapi, film ini juga bisa menjadi salah satu media untuk membuat surat terbuka terhadap isu yang selalu ada di negara yang selalu tanpa sengaja mematok kebenaran yang sudah pasti. 

Anggy Umbara berani mempertanyakan satu poin penting di dalam filmnya. Bagaimana jika apa yang selalu mereka percaya dan mereka anggap benar adalah ujian terbesar dan rintangan bagi segala manusia untuk bisa saling berbuat baik terhadap sesama? Bagaimana jika rasa kepemilikan terhadap apa yang mereka anggap benar yang terlalu signifikan malah membuat seseorang takabur dan melupakan toleransi yang seharusnya diajarkan dan menjadi dasar kita membangun relasi dengan sesama?  


Hal tersebut tergambar lewat cerita di dalam 3 : Alif Lam Mim, menceritakan tentang keadaan negara Indonesia paska kehancuran. Di tahun 2036, Indonesia masa depan adalah sebuah negara dengan pemahaman liberal dan menganggap bahwa memihak di satu agama adalah masalah utamanya. Plot cerita dijalankan lewat tiga karakter berbeda dengan latar belakang pembangun karakter yang sama. Alif (Cornelius Sunny), Lam (Abimana Aryasatya), dan Mim (Agus Kuncoro)

Mereka menjadi sosok individu yang berbeda untuk menjalani hidup mereka. Alif, menjadi seorang polisi dengan paham liberal sesuai dengan negara Indonesia saat itu. Lam, seorang jurnalistik yang harus berperang dengan pekerjaannya sendiri untuk tetap bisa hidup beriringan dengan kepercayaan yang dipegangnya. Dan Mim, memutuskan untuk tetap membela kepercayaan yang mereka pegang meski akan terus dianggap ancaman. 


3 : Alif Lam Mim menawarkan premis dan potensi yang menarik dari sekian banyak film-film Indonesia yang ada. Anggy Umbara berusaha untuk mencari celah dan memberikan pandangan selangkah lebih maju untuk mengembangkan perfilman Indonesia yang sudah minim akan terobosan. 3 : Alif Lam Mim berani untuk menggambarkan Indonesia paska kehancuran yang disebabkan oleh problematika sehari-hari negara ini sendiri. Sang sutradara membangun pemahaman baru yang menyangkut pautkan problematika ini ke dalam filmnya.

Arogansi dalam membela apa yang mereka percaya itu benar menjadi problematika yang tak akan pernah tahu jawabannya dan tak akan pernah habis untuk dibahas. Hal tersebut menguap menjadi suatu isu yang sensitif untuk disinggung oleh beberapa pihak. Merasa geregetan dengan isu tersebut, Anggy Umbara memasukkan konten tersebut  ke dalam naskah film terbarunya. Dan ditulis ramai-ramai dengan 2 saudaranya, Fajar dan Bounty Umbara.

Presentasi 3 : Alif Lam Mim memang belum bisa dikatakan sempurna meskipun memiliki konten yang dahsyat. Memasukkan banyak sekali isu sosial yang berusaha untuk disindir sehingga konten-konten itu belum bisa menyatukan kepingan-kepingan cerita yang dibangun. Apalagi, kekhasan pengarahan dari sutradara Comic 8 ini adalah memecah setiap keping cerita karakternya satu persatu. Berusaha menguliti sang karakter agar memiliki pendalaman karakter yang seimbang.


Di luar presentasinya yang belum sempurna, setidaknya Anggy Umbara tahu dan berusaha untuk membuat filmnya menjadi salah satu yang berbeda di lini film Indonesia lainnya. Juga, naskah penuh pertanyaan kontemplatif tentang kehidupan. Dilempar kembali oleh sang sutradara untuk menampar sisi arogansi dan acuh manusia tentang kepercayaan yang mereka pegang ternyata adalah sebuah bumerang bagi kehidupan mereka bersosial.

Meskipun, naskah milik Umbara bersaudara ini masih terkesan pretensius dan salah kaprah untuk membangun idealisme baru bagi filmnya. Berusaha untuk tidak terkesan stereotip memberikan pandangan terhadap suatu kepercayaan, malah film 3 : Alif Lam Mim tetap menegaskan bahwa satu kepercayaan tersebut adalah suatu kebenaran yang absolut. Tanpa sengaja, mereka menempel atribut dari diri pembuatnya ke dalam naskah yang mereka tulis. Sehingga, bisa jadi film ini tak bisa menjadi sajian yang universal dan mengusik keberadaan instansi dan orang-orang terkait lainnya yang juga diakui.

Tetap, 3 : Alif Lam Mim memberikan i?tikad baik setidaknya untuk menjadi sesuatu yang berbeda dari konten dan presentasi. Dengan konten yang berat, Anggy Umbara tetap mengemas filmnya menjadi sesuatu yang megah dan mahal. Semua konten cerita yang berat itu ditampilkan secara eksplisit dan tak perlu basa-basi sehingga penonton bisa menyerap apa yang coba disampaikan oleh Anggy Umbara. Tanpa melupakan bahwa film ini juga bisa menjadi media refleksi penonton tentang kebenaran kepercayaan mereka. Sudah benarkah cara mereka untuk membela apa yang mereka anggap benar? 


Maka di luar presentasinya yang belum dalam taraf sempurna, 3 : Alif Lam Mim berusaha untuk tampil berbeda dan memberikan sumbangsih besar di deretan film Indonesia lainnya. Anggy Umbara berani untuk mengangkat isu sensitif tentang suatu kepercayaan di dalam film terbarunya. Meskipun, ada satu poin yang terlewat ketika tanpa sengaja menempelkan atribut dirinya ke dalam naskah filmnya. Setidaknya, 3 : Alif Lam Mim bisa dijadikan sebuah pencerminan dan kontemplasi akan kehidupan sosietas negara yang terbelah dalam beberapa kubu yang merasa paling benar.

Saturday, 7 November 2015

COMIC 8 : CASINO KINGS PART 1 (2014) : Kepingan Teka-teki Bagian Pertama


Setelah menjadi yang terlaris di tahun 2014, Comic 8 jelas akan menjadi sebuah film aksi komedi yang banyak diperbincangkan banyak orang. Meski pun, kehadirannya menimbulkan dua kubu yang berbeda tetapi tak disangsikan lagi bahwa Comic 8 menjadi salah satu film blockbuster milik Indonesia yang akan ditunggu penontonnya. Terlebih, film ini sudah di-set memiliki sekuel yang telah di-tease pada akhir film pertama.

Kesuksesan seri pertama jelas membuat Falcon Pictures selaku rumah produksi memberikan lampu hijau kepada proyek sekuelnya kali ini. Anggy Umbara kembali memberikan komandonya terhadap film yang mengumpulkan 8 komika ?sebutan untuk pelakon stand up comedy ?dalam sebuah misi terbaru dalam sekuelnya. Dibantu oleh sang adik, Fajar Umbara, misi tersebut dituliskan lewat naskah dan mendapat bala bantuan dari Anggy Umbara.

Sekuel Comic 8 ini mendapatkan judul Casino Kings yang dibagi menjadi dua jilid yang dirilis pada tahun yang berbeda. Juli 2015 untuk seri pertama dan seri kedua pada bulan Februari 2016. Merilis seri pertama pada bulan Lebaran adalah keputusan yang tepat untuk mengulang kesuksesan seri pertamanya. Kekhawatiran jelas ada untuk Comic 8 : Casino Kings Part 1, membelah filmnya menjadi dua bagian yang berdiri sendiri tentu tak mudah. Meskipun, bagaimana Anggy Umbara menyampaikan ceritanya sedikit lebih baik. 


Terdampar di sebuah pulau antah berantah, Kali ini tim komika Fico, Babe, Bintang, Ernest, Kemal, Arie, Mongol, dan Ge sedang dalam masalah yang amat besar. Pulau tersebut penuh dengan buaya yang siap memakan mereka hidup-hidup bersama dengan para komika lain yang tak sengaja terseret dalam misi ini. 8 komika utama tak mengingat apapun yang sedang terjadi sebelum mereka berada di pulau antah berantah tersebut.

Mereka berdelapan seharusnya mendapatkan misi dari atasannya, Indro Warkop, untuk menangkap Casino Kings. Dia adalah raja judi termahsyur yang sedang melakukan bisnis perjudian paling besar untuk dilakukan sesegera mungkin. Sayangnya, mereka menemukan banyak sekali kesulitan dalam menjalankan misinya. Terlebih, mereka harus berpura-pura menjadi seorang komika yang melakukan tur untuk menutupi identitas aslinya. 


Kesan pretensius memang tak bisa lepas dari Comic 8, bagaimana Anggy Umbara dan Fajar Umbara menuliskan berbagai macam plot yang dianggapnya menarik ke dalam satu film berdurasi 100 menit. Comic 8 seri pertama memang tak mampu menunjukkan performa maksimalnya lewat komedi yang asyik atau pun penceritaan yang baik. Anggy Umbara memiliki problem untuk tak bisa menahan emosinya yang meledak-ledak ketika menyampaikan sebuah cerita di dalam filmnya.

Dan di dalam Comic 8 : Casino Kings Part 1 ini, kerumitan dan ide cerita yang besar menjadi masalah yang akan terasa signifikan. Dibagi menjadi dua bagian yang berdiri sendiri tentu bukan menjadi kabar baik bagi seri ini. Ya, bagian pertama ini penuh dengan berbagai macam konflik yang disesalkan ke dalamnya. Bahkan, bagian pertama ini akan terasa sangat mengulur waktu dengan berbagai stok subplot yang sebenarnya bisa dipangkas untuk memenuhi kriteria menjadi satu film utuh.

Cerita milik Casino Kings ini memang  terasa lebih rumit ketimbang seri pertamanya. Tetapi, meski Anggy Umbara dan Fajar Umbara memiliki kerumitan itu hanya saja ada yang berbeda dengan bagaimana Anggy bertutur di dalam Casino Kings Part 1 ini. Anggy bisa menahan dan menggoda penontonnya agar tetap betah dan ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di dalam film ini. Kepingan demi kepingan cerita disebar dan hanya tinggal tunggu waktu kapan kepingan teka-teki tersebut tergabung menjadi sebuah gambar utuh. 


Comic 8 : Casino Kings Part 1 memiliki hal itu untuk menjadi kekuatan filmnya. Anggy tahu bagaimana untuk menyampaikan setiap kepingan tersebut agar menjadi tontonan yang seru dan membuat penontonnya penasaran akan apa yang terjadi oleh mereka. Menggunakan alur maju mundur yang terasa sangat tepat untuk menggoda penontonnya agar ikut masuk dalam menerka-nerka apa yang terjadi di dalam plot ceritanya.

Kepingan tersebut memang tetap menjadi sesuatu yang episodik seperti film sebelumnya. Seperti dalam sebuah buku, film ini memiliki bab-bab untuk menceritakan karakter-karakter dan benang merah apa yang menjadi fokus utama film ini. Hal tersebut membuat bagaimana Comic 8 kurang memiliki cara bertutur yang halus dan Anggy Umbara seperti membiarkan hal itu menjadi identitas bagi film-film Comic 8.

Pun, Anggy Umbara terlihat bingung dengan bagaimana menyampaikan cerita dari naskah miliknya dan Fajar Umbara di pertengahan filmnya. Tak hanya terlihat bingung, tetapi ritme film ini pun seperti sedang berjalan ditempat, tak tahu mau ke mana tempat agar bagian pertama dari Casino Kings ini berhenti bercerita. Ada beberapa adegan yang seharusnya bisa dipangkas agar Anggy Umbara tak tersendat dalam bertutur. 


Adegan-adegan yang ditambahi itu pun hanyalah sebuah adegan ekstra untuk menambah unsur komedi yang menjadi jualan utama film ini. Meski komedinya tetap menjadi sesuatu yang hit and miss, adanya pengulangan, dan membahas sensualitas, tetapi ada selipan komedi satir yang cukup menyenangkan untuk membuat tawa bagi penontonnya. Meski begitu, komedi di dalam film ini masih cukup bisa diterima oleh berbagai kalangan karena tak melulu soal slapstick.

Termaafkan lagi dengan bagaimana Comic 8 : Casino Kings Part 1 tahu benar mengartikan kata ?blockbuster?. Casino Kings Part 1 ini membungkus filmnya menjadi sebuah film Indonesia yang mewah, megah, dengan berbagai visual efek dan cameo ternama di dalamnya. Ketika penonton mulai jengah dengan cerita yang mulai terengah-engah dan ledekan yang tak penuh tawa, Comic 8 : Casino Kings Part 1 masih akan memanjakan penontonnya lewat kemasan yang mewah, adegan aksi yang dibalut dengan slow motion yang cukup menarik. 


Bertepatan dengan hari Lebaran, hari di mana film Indonesia mencari penontonnya, Comic 8 : Casino Kings Part 1 hadir untuk meramaikan hari besar tersebut dengan kemasan filmnya yang megah dan mewah, juga melibatkan nama-nama besar dalam jajaran pemeran pendukung dan tamu spesialnya. Dengan konsep dan ide cerita yang lebih besar dan rumit, Comic 8 : Casino Kings Part 1 masih memiliki kelemahan untuk menuturkan itu semua dan menjadi kerikil yang menghalanginya. Tetapi, Anggy Umbara masih bisa membuat plot cerita miliknya menyenangkan dan penasaran untuk diikuti. Februari 2016 akan menjadi jawabannya. 

3 : ALIF LAM MIM (2015) REVIEW : Tatkala Problematika Sosial Berdampak Pada Kehancuran


Menjadi salah satu sutradara yang layak diperhitungkan di kancah perfillman Indonesia, Anggy Umbara tak pernah absen untuk menghasilkan karya di setiap tahunnya. Dengan kesuksesan luar biasa dari Comic 8, semakin menegaskan lagi bahwa Anggy Umbara adalah rival bagi para sineas lain yang ingin bersaing. Memiliki proyek franchise besar yaitu Comic 8, Anggy Umbara kembali menyusun setup baru untuk dikembangkan agar menjadi franchise besar lainnya.
 
Menawarkan sesuatu yang berbeda, 3 : Alif Lam Mim, judul karya terbaru dari Anggy Umbara ini berpotensi untuk menarik minat penonton yang sudah terlanjur skeptis dengan genre film Indonesia yang monoton. Premis yang diusung oleh 3 : Alif Lam Mim ini memiliki isu yang sangat sensitif dan tidak dapat dipungkiri akan menimbulkan kontroversi. Tetapi, film ini juga bisa menjadi salah satu media untuk membuat surat terbuka terhadap isu yang selalu ada di negara yang selalu tanpa sengaja mematok kebenaran yang sudah pasti. 

Anggy Umbara berani mempertanyakan satu poin penting di dalam filmnya. Bagaimana jika apa yang selalu mereka percaya dan mereka anggap benar adalah ujian terbesar dan rintangan bagi segala manusia untuk bisa saling berbuat baik terhadap sesama? Bagaimana jika rasa kepemilikan terhadap apa yang mereka anggap benar yang terlalu signifikan malah membuat seseorang takabur dan melupakan toleransi yang seharusnya diajarkan dan menjadi dasar kita membangun relasi dengan sesama?  


Hal tersebut tergambar lewat cerita di dalam 3 : Alif Lam Mim, menceritakan tentang keadaan negara Indonesia paska kehancuran. Di tahun 2036, Indonesia masa depan adalah sebuah negara dengan pemahaman liberal dan menganggap bahwa memihak di satu agama adalah masalah utamanya. Plot cerita dijalankan lewat tiga karakter berbeda dengan latar belakang pembangun karakter yang sama. Alif (Cornelius Sunny), Lam (Abimana Aryasatya), dan Mim (Agus Kuncoro)

Mereka menjadi sosok individu yang berbeda untuk menjalani hidup mereka. Alif, menjadi seorang polisi dengan paham liberal sesuai dengan negara Indonesia saat itu. Lam, seorang jurnalistik yang harus berperang dengan pekerjaannya sendiri untuk tetap bisa hidup beriringan dengan kepercayaan yang dipegangnya. Dan Mim, memutuskan untuk tetap membela kepercayaan yang mereka pegang meski akan terus dianggap ancaman. 


3 : Alif Lam Mim menawarkan premis dan potensi yang menarik dari sekian banyak film-film Indonesia yang ada. Anggy Umbara berusaha untuk mencari celah dan memberikan pandangan selangkah lebih maju untuk mengembangkan perfilman Indonesia yang sudah minim akan terobosan. 3 : Alif Lam Mim berani untuk menggambarkan Indonesia paska kehancuran yang disebabkan oleh problematika sehari-hari negara ini sendiri. Sang sutradara membangun pemahaman baru yang menyangkut pautkan problematika ini ke dalam filmnya.

Arogansi dalam membela apa yang mereka percaya itu benar menjadi problematika yang tak akan pernah tahu jawabannya dan tak akan pernah habis untuk dibahas. Hal tersebut menguap menjadi suatu isu yang sensitif untuk disinggung oleh beberapa pihak. Merasa geregetan dengan isu tersebut, Anggy Umbara memasukkan konten tersebut  ke dalam naskah film terbarunya. Dan ditulis ramai-ramai dengan 2 saudaranya, Fajar dan Bounty Umbara.

Presentasi 3 : Alif Lam Mim memang belum bisa dikatakan sempurna meskipun memiliki konten yang dahsyat. Memasukkan banyak sekali isu sosial yang berusaha untuk disindir sehingga konten-konten itu belum bisa menyatukan kepingan-kepingan cerita yang dibangun. Apalagi, kekhasan pengarahan dari sutradara Comic 8 ini adalah memecah setiap keping cerita karakternya satu persatu. Berusaha menguliti sang karakter agar memiliki pendalaman karakter yang seimbang.


Di luar presentasinya yang belum sempurna, setidaknya Anggy Umbara tahu dan berusaha untuk membuat filmnya menjadi salah satu yang berbeda di lini film Indonesia lainnya. Juga, naskah penuh pertanyaan kontemplatif tentang kehidupan. Dilempar kembali oleh sang sutradara untuk menampar sisi arogansi dan acuh manusia tentang kepercayaan yang mereka pegang ternyata adalah sebuah bumerang bagi kehidupan mereka bersosial.

Meskipun, naskah milik Umbara bersaudara ini masih terkesan pretensius dan salah kaprah untuk membangun idealisme baru bagi filmnya. Berusaha untuk tidak terkesan stereotip memberikan pandangan terhadap suatu kepercayaan, malah film 3 : Alif Lam Mim tetap menegaskan bahwa satu kepercayaan tersebut adalah suatu kebenaran yang absolut. Tanpa sengaja, mereka menempel atribut dari diri pembuatnya ke dalam naskah yang mereka tulis. Sehingga, bisa jadi film ini tak bisa menjadi sajian yang universal dan mengusik keberadaan instansi dan orang-orang terkait lainnya yang juga diakui.

Tetap, 3 : Alif Lam Mim memberikan i?tikad baik setidaknya untuk menjadi sesuatu yang berbeda dari konten dan presentasi. Dengan konten yang berat, Anggy Umbara tetap mengemas filmnya menjadi sesuatu yang megah dan mahal. Semua konten cerita yang berat itu ditampilkan secara eksplisit dan tak perlu basa-basi sehingga penonton bisa menyerap apa yang coba disampaikan oleh Anggy Umbara. Tanpa melupakan bahwa film ini juga bisa menjadi media refleksi penonton tentang kebenaran kepercayaan mereka. Sudah benarkah cara mereka untuk membela apa yang mereka anggap benar? 


Maka di luar presentasinya yang belum dalam taraf sempurna, 3 : Alif Lam Mim berusaha untuk tampil berbeda dan memberikan sumbangsih besar di deretan film Indonesia lainnya. Anggy Umbara berani untuk mengangkat isu sensitif tentang suatu kepercayaan di dalam film terbarunya. Meskipun, ada satu poin yang terlewat ketika tanpa sengaja menempelkan atribut dirinya ke dalam naskah filmnya. Setidaknya, 3 : Alif Lam Mim bisa dijadikan sebuah pencerminan dan kontemplasi akan kehidupan sosietas negara yang terbelah dalam beberapa kubu yang merasa paling benar.