Showing posts with label Dion Wiyoko. Show all posts
Showing posts with label Dion Wiyoko. Show all posts

Wednesday, 25 November 2015

MERRY RIANA : MIMPI SEJUTA DOLAR (2014) REVIEW : Inaccuracy in Inspirational Story


Mengangkat kisah inspiratif seorang tokoh bisa menjadi ke dalam sebuah film layar lebar menjadi tren di kalangan industri perfilman Indonesia. Sebuah biopik dari berbagai kalangan mulai dari seorang yang terpandang dan penting bagi negara hingga seorang yang sukses dalam karirnya mulai dari nol. Kisah inspiratif itu pun selalu dengan mudah menarik minat penontonnya untuk berbondong-bondong pergi ke bioskop untuk menontonnya.

MD Pictures kembali hadir mewarnai genre ini dengan biopik baru dari sosok terkenal, Merry Riana. Nama ini akan orang-orang jumpai lewat bukunya berjudul Manusia Sejuta Dolar di toko buku terdekat. Ya, sosok ini sudah terkenal lewat buku-buku motivasinya yang ditulis oleh Alberthiene Endah yang berdasarkan dari kisah nyata dari Merry Riana. Digawangi oleh Hestu Saputra, Merry Riana pun diangkat menjadi sebuah cerita gambar bergerak untuk menginspirasi penontonnya. 


Dikarenakan sebuah kerusuhan yang terjadi saat reformasi, Merry Riana (Chelsea Islan) dan keluarganya harus meninggalkan negara Indonesia. Naas, dalam perjalanannya keluarga Merry Riana diserang oleh para perusuh yang mengambil uang mereka. Merry Riana pun diterbangkan ke Singapura untuk bertemu dengan saudaranya, sendirian. Ketika sampai di sana, saudaranya pun hilang karena bangkrut.Merry Riana yang sendirian di kota Singapura pun menginap di asrama temannya, Irene (Kymberly Rider).

Tetapi tak berlangsung lama, karena peraturan di dalam asrama Irene melarang adanya orang lain di dalam kamarnya kecuali orang tersebut akan mengikuti tes masuk kuliah. Irene pun memaksa Merry untuk ikut tes masuk kuliah. Setelah berhasil masuk, problem berikutnya yaitu Merry harus membayar 40.000 dolar untuk membiayai kuliahnya. Alva (Dion Wiyoko) menjadi penjamin kehidupan Merry Riana di Singapura karena Merry meminjam uang dari universitas dengan atas namanya. 


Sudah cukup banyak film-film di Indonesia yang menjadikan kisah sukses kehidupan seseorang sebagai nilai lebih di dalam sebuah film. Sebut saja Habibie & Ainun, 3 Nafas Likas, Soekarno, dan Sepatu Dahlan adalah beberapa judul yang memiliki genre serupa dengan film terbaru milik MD Pictures ini. Tak masalah jika film dengan tema serupa itu digarap serius untuk menginspirasi penontonnya dengan adegan-adegan yang menyentuh.

Sayang, beberapa judul pun hanya mengumbar embel-embel ?terinspirasi kisah nyata? tanpa memberikan keseimbangan dengan hasil akhirnya. Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar menjadi salah satu film dengan tema biopik yang memiliki kesalahan dalam menginspirasi penontonnya. Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar pun hanya mencuil sedikit bagian dari kisah Merry Riana yang katanya menginspirasi banyak orang di Indonesia.

Tugas dari sebuah film biopik adalah untuk mengenalkan sosok yang memiliki pamor lebih dan merangkumnya ke dalam 120 menit atau lebih. Penonton yang hanya mengenal sosok Merry Riana lewat mulut ke mulut tentu menginginkan jawaban dari sebuah pertanyaan ke benak mereka, ?Kenapa orang ini bisa sangat terkenal dan inspiratif??. Pertanyaan besar ini pun sayangnya tidak berusaha dijawab oleh Hestu Saputra lewat film terbarunya. 


Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar tidak menunjukkan seberapa besar perjuangan sosok Merry Riana untuk bertahan hidup di negara tetangga, Singapura. MD Pictures terlihat ingin mengekor kesuksesan Habibie & Ainun yang memiliki cerita cinta yang kental. Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar pun putar balik dari sebuah kisah inspiratif menjadi sebuah kisah romansa pelik antara Merry Riana, Irene, dan Alva dengan setting negara Singapura. Habibie & Ainun memang memiliki sumber tentang kisah cinta mereka berdua. Saat hal itu diterapkan ke film Merry Riana, hal itu terlihat salah.

Kejomplangan porsi antara cinta dan kisah perjalanan Merry Riana pun jadi berbanding terbalik. Kisah inspiratif itu pun akhirnya hanya menjadi landasan cerita yang semakin bertambahnya menit, semakin blur dan tidak bisa berjalan seimbang dengan kisah cintanya. Jelas, Hestu Saputra melenceng jauh dari konsep dasar untuk menjual Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar sebagai film kisah inspirasional bagi penontonnya. Pun, diperlemah lewat tidak adanya akurasi setting waktu yang digunakan sebagai penggerak cerita.

Hestu mengaku bahwa Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar adalah adaptasi bebas dari kisah inspirasional sosok Merry Riana. Lubang besarnya adalah penempatan kerusuhan tahun 1998 di awal film yang akhirnya membuat film ini terkesan masih minimalisnya kinerja dari Hestu Saputra selaku sutradara. Borok besar itu pun akan semakin menambah beban film ini sehingga tak ada kesan untuk berusaha membuat production value dengan niat. Hanya menjual lansekap indah Singapura yang sangat modern dengan latar setting tahun 1998. 


Well, dengan banyaknya borok itu, Merry Riana pun masih memiliki kekuatan di dalam kisah cinta antara Merry dan Alva. Beruntunglah, kisah cinta yang masih enak diikuti itu pun tak lepas dari usaha dan ikatan kimia kuat antara Chelsea Islan dan Dion Wiyoko yang mampu berlakon apik. Mereka berhasil meyakinkan penonton sebagai sepasang kekasih yang saling melengkapi. Meski dengan editing yang super berlebihan, efek slow motion yang dibuat-buat, musik di setiap transisi adegan yang memekakkan telinga. Dan benar saja, Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar diselamatkan oleh mereka berdua.

Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar memang akan gagal menjawab pertanyaan besar tentang siapa itu Merry Riana, tetapi akan menyentuh penontonnya lewat kisah cinta melodramatik yang kuat lewat chemistry pelakonnya. Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar terkesan tidak adanya usaha keras Hestu Saputra sebagai komando tertinggi di dalam pembuatan filmnya. Dengan kurangnya keakuratan di latar waktunya, minimnya production value yang dibuat secara niat, Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar masih kurang berhasil menginspirasi penontonnya.
 

HIJAB (2015) REVIEW : Instagram Phenomenon on Big Screen


Instagram memunculkan banyak sekali fenomena di dalam barisan linimasanya. Mulai dari foto fashion, food, dan landscape dijadikan sebuah tren di masing-masing akun sebagai basis foto mereka. Juga,  para pebisnis online shop yang mulai menggunakan media sosial berbasis foto ini untuk menunjukkan barang dagangannya. Belum lagi fenomena OOTD atau Outfit Of The Day, saling berbagi apa yang sedang dipakai juga menjadi sesuatu yang sedang booming dilakukan oleh para pengguna instagram.

Munculnya fenomena-fenomena di bidang fashion di sebuah sosial media yang semakin berkembang ini, memunculkan sebuah ide bagi Hanung Bramantyo untuk menelurkan karya terbaru. Hijab, karya terbaru milik Hanung Bramantyo ini pun dibantu oleh sang istri, Zaskia Adya Mecca dalam pembuatan filmnya. Hijab menjadi salah satu fashion yang sedang digandrungi di mayoritas penduduk Indonesia. Munculnya kelompok-kelompok pecinta dan pengguna Hijab atau Hijabers ditargetkan untuk menjadi pangsa film ini. 


Dengan banyaknya fenomena mulai fashion, hijab, OOTD, hingga bisnis online, Hijab menggunakan hal-hal itu untuk basis cerita di filmnya. Menceritakan empat orang sahabat, Sari (Zaskia Adya Mecca), Bia (Carissa Puteri), Tata (Tika Bravani) dan Anin (Natasha Rizki). Sari adalah seorang istri dari Gamal (Mike Lucock), arab kolot yang menjalani hidupnya berdasarkan syariat islam yang benar. Tata, Seorang istri dari fotografer jurnalis, Ujul (Ananda Omesh). Bia, istri seorang artis sinetron terkenal bernama Mat Nur (Nino Fernandez).

Anin, masih sendiri dan belum siap berkomitmen jauh tetapi sudah menjalin hubungan dengan sutradara kontroversial bernama Chaky (Dion Wiyoko). Sari, Bia, dan Tata ingin tidak selalu bergantung dengan suaminya, mereka ingin memiliki penghasilan sendiri. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk membuat usaha yang tidak membuat mereka repot dan Anin membantu mereka. Usaha kecil-kecilan lewat online shop ini pun menghasilkan sesuatu. Meski, mereka bertiga harus berbohong dengan suami mereka sendiri. 


Dengan judul Hijab, mungkin memiliki kesan terlalu religius dan menawarkan sesuatu yang dramatisir, nyatanya tidak. Hanung Bramantyo sendiri menegaskan bahwa Hijab akan dibuat menjadi sebuah film komedi yang segar. Hanung Bramantyo dan film komedi? Oh, jangan salah. Film komedi adalah awal mula Hanung Bramantyo menitih karir. Jomblo, Catatan Akhir Sekolah, dan yang paling laris adalah Get Married. Semuanya ber-genre komedi dan di genre tersebut, Hanung Bramantyo bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal.

Lewat trailer yang dirilis, Hijab memiliki premis cerita yang menarik. Ada sesuatu yang berbeda yang dijanjikan oleh Hanung Bramantyo di dalam film terbarunya ini. Hijab pun mengingatkan penontonnya dengan film-film Hanung Bramantyo sebelumnya dan para penonton sudah rindu akan ?Hanung yang dulu?. Benar saja, eksekusi di 90 menit film Hijab ini sama seperti apa yang ditawarkan oleh trailernya. Hijab adalah sebuah film yang sangat segar dan menyenangkan untuk diikuti.

Tidak ada yang berlebihan di dalam film Hijab ini semua diatur dengan porsi yang sangat pas. Tidak ada air mata palsu yang diekspos terlalu sering dengan iringan scoring yang serba grande dan over used. Meski konflik di dalam film ini bisa dibilang cukup kompleks, tetapi film ini memiliki cara untuk mengemas filmnya agar semuanya terlihat sederhana. Hijab pun menjadi sajian yang segar dan guyonan yang tak luput mengundang tawa penontonnya. 


Sindiran-sindirian tajam dengan balutan komedi juga menjadi senjata andalan dari film Hijab. Sekali lagi isu wanita dan agama masih menjadi poin penting di film ini.. Bagaimana seorang wanita yang berakhir hanya menjadi seorang Ibu Rumah Tangga biasa yang sebelumnya memiliki karir yang bersinar sesaat setelah menikah. Semua digambarkan kepada karakter Sari, Bia, dan Tata sebagai representasinya. Belum lagi, bagaimana syariat Islam mampu beradaptasi dengan zaman yang sudah mulai modern ini.

Ada isu agama, terutama agama Islam yang memang sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Di film ini pun ditunjukkan bagaimana pada akhirnya syariat Islam yang mutlak itu pun bisa beradaptasi di era globalisasi ini. Bagaimana kewajiban seorang wanita untuk berjilbab atau berhijab di dalam ajaran Islam akhirnya bisa menggunakan jilbab atau hijab tersebut menjadi sebuah fashion, menjadi sebuah tren yang akhirnya mengundang orang untuk ramai-ramai mulai menggunakannya.

Juga masih ada beberapa sindiran di industri perfilman dan curhatan dari seorang sutradara itu sendiri. Hanung yang sering disebut sutradara kontroversial direpresentasikan lewat karya-karya milik karakter Chaky. Juga, adanya kritik dengan film-film non-komersil yang dianggap memiliki kualitas yang lebih baik daripada film komersil. Tetapi, semua sindiran dengan isu yang berbeda itu dikemas lewat komedi yang sangat menyenangkan. 


Meskipun porsi komedi yang terlalu dominan di awal film ini, terkadang terjebak dengan komedi slapstick lengkap dengan musik yang komikal ini membuat beberapa bagian film ini terkesan tersendat-sendat. Akhirnya setelah beberapa menit filmnya, Hijab tahu bagaimana ritme dan tempo dari filmnya. Tak hanya melulu komedi, ada drama persahabatan yang memiliki turning point untuk filmnya. Meski masih terselip satu scoring khas yang grande saat film ini memiliki turning point.

Film Hijab pun didukung dengan teknis yang sangat baik di bagian Director of Photography-nya. Hijab yang mengusung tren dari sosial media, Instagram pun memiliki gambar yang sangat indah layaknya foto-foto miliki seleb instagram. Faozan Rizal berhasil mengadaptasi gambar-gambar ala Seleb Instagram ke sebuah gambar bergerak dengan komposisi yang sangat bagus. Sehingga, gambar-gambar di film ini bisa memanjakan mata penontonnya. 


Jangan lupakan para ensemble cast di film ini yang seperti bermain dengan sangat baik untuk menghidupkan film ini yang memiliki dialog yang dinamis. Zaskia Adya, Carissa Puteri, Tika Bravani, dan Natasha Rizky berhasil memiliki chemistry untuk meyakinkan penontonnya bahwa mereka bersahabat. Juga dengan barisan para suami seperti Mike Lucock, Nino Fernandez, Ananda Omesh, dan Dion Wiyoko yang berhasil membaur dengan suasana di film ini. Semua tampil tanpa beban dan lupa mereka sedang di depan kamera. Belum lagi special appearance mulai Sophia Latjuba, Jajang C. Noer, hingga seleb instagram fenomenal Dijahyellow ikut hadir untuk meramaikan film ini. 


Untuk melepas rindu dengan Hanung Bramantyo yang dulu, Hijab adalah karya miliknya yang sangat menyenangkan. Mengangkat fenomena fashion, outfit of the day, dan online shop lewat media sosial berbasis foto, Instagram, dengan kemasan yang menyenangkan. Film komedi dengan sindiran-sindiran tajam dengan isu-isu yang berat dan didukung dengan sinematografi indah milik Faozan Rizal ini berhasil menjadi salah satu karya terbaik milik Hanung Bramantyo.  

Saturday, 7 November 2015

MERRY RIANA : MIMPI SEJUTA DOLAR (2014) REVIEW : Inaccuracy in Inspirational Story


Mengangkat kisah inspiratif seorang tokoh bisa menjadi ke dalam sebuah film layar lebar menjadi tren di kalangan industri perfilman Indonesia. Sebuah biopik dari berbagai kalangan mulai dari seorang yang terpandang dan penting bagi negara hingga seorang yang sukses dalam karirnya mulai dari nol. Kisah inspiratif itu pun selalu dengan mudah menarik minat penontonnya untuk berbondong-bondong pergi ke bioskop untuk menontonnya.

MD Pictures kembali hadir mewarnai genre ini dengan biopik baru dari sosok terkenal, Merry Riana. Nama ini akan orang-orang jumpai lewat bukunya berjudul Manusia Sejuta Dolar di toko buku terdekat. Ya, sosok ini sudah terkenal lewat buku-buku motivasinya yang ditulis oleh Alberthiene Endah yang berdasarkan dari kisah nyata dari Merry Riana. Digawangi oleh Hestu Saputra, Merry Riana pun diangkat menjadi sebuah cerita gambar bergerak untuk menginspirasi penontonnya. 


Dikarenakan sebuah kerusuhan yang terjadi saat reformasi, Merry Riana (Chelsea Islan) dan keluarganya harus meninggalkan negara Indonesia. Naas, dalam perjalanannya keluarga Merry Riana diserang oleh para perusuh yang mengambil uang mereka. Merry Riana pun diterbangkan ke Singapura untuk bertemu dengan saudaranya, sendirian. Ketika sampai di sana, saudaranya pun hilang karena bangkrut.Merry Riana yang sendirian di kota Singapura pun menginap di asrama temannya, Irene (Kymberly Rider).

Tetapi tak berlangsung lama, karena peraturan di dalam asrama Irene melarang adanya orang lain di dalam kamarnya kecuali orang tersebut akan mengikuti tes masuk kuliah. Irene pun memaksa Merry untuk ikut tes masuk kuliah. Setelah berhasil masuk, problem berikutnya yaitu Merry harus membayar 40.000 dolar untuk membiayai kuliahnya. Alva (Dion Wiyoko) menjadi penjamin kehidupan Merry Riana di Singapura karena Merry meminjam uang dari universitas dengan atas namanya. 


Sudah cukup banyak film-film di Indonesia yang menjadikan kisah sukses kehidupan seseorang sebagai nilai lebih di dalam sebuah film. Sebut saja Habibie & Ainun, 3 Nafas Likas, Soekarno, dan Sepatu Dahlan adalah beberapa judul yang memiliki genre serupa dengan film terbaru milik MD Pictures ini. Tak masalah jika film dengan tema serupa itu digarap serius untuk menginspirasi penontonnya dengan adegan-adegan yang menyentuh.

Sayang, beberapa judul pun hanya mengumbar embel-embel ?terinspirasi kisah nyata? tanpa memberikan keseimbangan dengan hasil akhirnya. Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar menjadi salah satu film dengan tema biopik yang memiliki kesalahan dalam menginspirasi penontonnya. Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar pun hanya mencuil sedikit bagian dari kisah Merry Riana yang katanya menginspirasi banyak orang di Indonesia.

Tugas dari sebuah film biopik adalah untuk mengenalkan sosok yang memiliki pamor lebih dan merangkumnya ke dalam 120 menit atau lebih. Penonton yang hanya mengenal sosok Merry Riana lewat mulut ke mulut tentu menginginkan jawaban dari sebuah pertanyaan ke benak mereka, ?Kenapa orang ini bisa sangat terkenal dan inspiratif??. Pertanyaan besar ini pun sayangnya tidak berusaha dijawab oleh Hestu Saputra lewat film terbarunya. 


Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar tidak menunjukkan seberapa besar perjuangan sosok Merry Riana untuk bertahan hidup di negara tetangga, Singapura. MD Pictures terlihat ingin mengekor kesuksesan Habibie & Ainun yang memiliki cerita cinta yang kental. Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar pun putar balik dari sebuah kisah inspiratif menjadi sebuah kisah romansa pelik antara Merry Riana, Irene, dan Alva dengan setting negara Singapura. Habibie & Ainun memang memiliki sumber tentang kisah cinta mereka berdua. Saat hal itu diterapkan ke film Merry Riana, hal itu terlihat salah.

Kejomplangan porsi antara cinta dan kisah perjalanan Merry Riana pun jadi berbanding terbalik. Kisah inspiratif itu pun akhirnya hanya menjadi landasan cerita yang semakin bertambahnya menit, semakin blur dan tidak bisa berjalan seimbang dengan kisah cintanya. Jelas, Hestu Saputra melenceng jauh dari konsep dasar untuk menjual Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar sebagai film kisah inspirasional bagi penontonnya. Pun, diperlemah lewat tidak adanya akurasi setting waktu yang digunakan sebagai penggerak cerita.

Hestu mengaku bahwa Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar adalah adaptasi bebas dari kisah inspirasional sosok Merry Riana. Lubang besarnya adalah penempatan kerusuhan tahun 1998 di awal film yang akhirnya membuat film ini terkesan masih minimalisnya kinerja dari Hestu Saputra selaku sutradara. Borok besar itu pun akan semakin menambah beban film ini sehingga tak ada kesan untuk berusaha membuat production value dengan niat. Hanya menjual lansekap indah Singapura yang sangat modern dengan latar setting tahun 1998. 


Well, dengan banyaknya borok itu, Merry Riana pun masih memiliki kekuatan di dalam kisah cinta antara Merry dan Alva. Beruntunglah, kisah cinta yang masih enak diikuti itu pun tak lepas dari usaha dan ikatan kimia kuat antara Chelsea Islan dan Dion Wiyoko yang mampu berlakon apik. Mereka berhasil meyakinkan penonton sebagai sepasang kekasih yang saling melengkapi. Meski dengan editing yang super berlebihan, efek slow motion yang dibuat-buat, musik di setiap transisi adegan yang memekakkan telinga. Dan benar saja, Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar diselamatkan oleh mereka berdua.

Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar memang akan gagal menjawab pertanyaan besar tentang siapa itu Merry Riana, tetapi akan menyentuh penontonnya lewat kisah cinta melodramatik yang kuat lewat chemistry pelakonnya. Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar terkesan tidak adanya usaha keras Hestu Saputra sebagai komando tertinggi di dalam pembuatan filmnya. Dengan kurangnya keakuratan di latar waktunya, minimnya production value yang dibuat secara niat, Merry Riana : Manusia Sejuta Dolar masih kurang berhasil menginspirasi penontonnya.
 

HIJAB (2015) REVIEW : Instagram Phenomenon on Big Screen


Instagram memunculkan banyak sekali fenomena di dalam barisan linimasanya. Mulai dari foto fashion, food, dan landscape dijadikan sebuah tren di masing-masing akun sebagai basis foto mereka. Juga,  para pebisnis online shop yang mulai menggunakan media sosial berbasis foto ini untuk menunjukkan barang dagangannya. Belum lagi fenomena OOTD atau Outfit Of The Day, saling berbagi apa yang sedang dipakai juga menjadi sesuatu yang sedang booming dilakukan oleh para pengguna instagram.

Munculnya fenomena-fenomena di bidang fashion di sebuah sosial media yang semakin berkembang ini, memunculkan sebuah ide bagi Hanung Bramantyo untuk menelurkan karya terbaru. Hijab, karya terbaru milik Hanung Bramantyo ini pun dibantu oleh sang istri, Zaskia Adya Mecca dalam pembuatan filmnya. Hijab menjadi salah satu fashion yang sedang digandrungi di mayoritas penduduk Indonesia. Munculnya kelompok-kelompok pecinta dan pengguna Hijab atau Hijabers ditargetkan untuk menjadi pangsa film ini. 


Dengan banyaknya fenomena mulai fashion, hijab, OOTD, hingga bisnis online, Hijab menggunakan hal-hal itu untuk basis cerita di filmnya. Menceritakan empat orang sahabat, Sari (Zaskia Adya Mecca), Bia (Carissa Puteri), Tata (Tika Bravani) dan Anin (Natasha Rizki). Sari adalah seorang istri dari Gamal (Mike Lucock), arab kolot yang menjalani hidupnya berdasarkan syariat islam yang benar. Tata, Seorang istri dari fotografer jurnalis, Ujul (Ananda Omesh). Bia, istri seorang artis sinetron terkenal bernama Mat Nur (Nino Fernandez).

Anin, masih sendiri dan belum siap berkomitmen jauh tetapi sudah menjalin hubungan dengan sutradara kontroversial bernama Chaky (Dion Wiyoko). Sari, Bia, dan Tata ingin tidak selalu bergantung dengan suaminya, mereka ingin memiliki penghasilan sendiri. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk membuat usaha yang tidak membuat mereka repot dan Anin membantu mereka. Usaha kecil-kecilan lewat online shop ini pun menghasilkan sesuatu. Meski, mereka bertiga harus berbohong dengan suami mereka sendiri. 


Dengan judul Hijab, mungkin memiliki kesan terlalu religius dan menawarkan sesuatu yang dramatisir, nyatanya tidak. Hanung Bramantyo sendiri menegaskan bahwa Hijab akan dibuat menjadi sebuah film komedi yang segar. Hanung Bramantyo dan film komedi? Oh, jangan salah. Film komedi adalah awal mula Hanung Bramantyo menitih karir. Jomblo, Catatan Akhir Sekolah, dan yang paling laris adalah Get Married. Semuanya ber-genre komedi dan di genre tersebut, Hanung Bramantyo bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal.

Lewat trailer yang dirilis, Hijab memiliki premis cerita yang menarik. Ada sesuatu yang berbeda yang dijanjikan oleh Hanung Bramantyo di dalam film terbarunya ini. Hijab pun mengingatkan penontonnya dengan film-film Hanung Bramantyo sebelumnya dan para penonton sudah rindu akan ?Hanung yang dulu?. Benar saja, eksekusi di 90 menit film Hijab ini sama seperti apa yang ditawarkan oleh trailernya. Hijab adalah sebuah film yang sangat segar dan menyenangkan untuk diikuti.

Tidak ada yang berlebihan di dalam film Hijab ini semua diatur dengan porsi yang sangat pas. Tidak ada air mata palsu yang diekspos terlalu sering dengan iringan scoring yang serba grande dan over used. Meski konflik di dalam film ini bisa dibilang cukup kompleks, tetapi film ini memiliki cara untuk mengemas filmnya agar semuanya terlihat sederhana. Hijab pun menjadi sajian yang segar dan guyonan yang tak luput mengundang tawa penontonnya. 


Sindiran-sindirian tajam dengan balutan komedi juga menjadi senjata andalan dari film Hijab. Sekali lagi isu wanita dan agama masih menjadi poin penting di film ini.. Bagaimana seorang wanita yang berakhir hanya menjadi seorang Ibu Rumah Tangga biasa yang sebelumnya memiliki karir yang bersinar sesaat setelah menikah. Semua digambarkan kepada karakter Sari, Bia, dan Tata sebagai representasinya. Belum lagi, bagaimana syariat Islam mampu beradaptasi dengan zaman yang sudah mulai modern ini.

Ada isu agama, terutama agama Islam yang memang sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Di film ini pun ditunjukkan bagaimana pada akhirnya syariat Islam yang mutlak itu pun bisa beradaptasi di era globalisasi ini. Bagaimana kewajiban seorang wanita untuk berjilbab atau berhijab di dalam ajaran Islam akhirnya bisa menggunakan jilbab atau hijab tersebut menjadi sebuah fashion, menjadi sebuah tren yang akhirnya mengundang orang untuk ramai-ramai mulai menggunakannya.

Juga masih ada beberapa sindiran di industri perfilman dan curhatan dari seorang sutradara itu sendiri. Hanung yang sering disebut sutradara kontroversial direpresentasikan lewat karya-karya milik karakter Chaky. Juga, adanya kritik dengan film-film non-komersil yang dianggap memiliki kualitas yang lebih baik daripada film komersil. Tetapi, semua sindiran dengan isu yang berbeda itu dikemas lewat komedi yang sangat menyenangkan. 


Meskipun porsi komedi yang terlalu dominan di awal film ini, terkadang terjebak dengan komedi slapstick lengkap dengan musik yang komikal ini membuat beberapa bagian film ini terkesan tersendat-sendat. Akhirnya setelah beberapa menit filmnya, Hijab tahu bagaimana ritme dan tempo dari filmnya. Tak hanya melulu komedi, ada drama persahabatan yang memiliki turning point untuk filmnya. Meski masih terselip satu scoring khas yang grande saat film ini memiliki turning point.

Film Hijab pun didukung dengan teknis yang sangat baik di bagian Director of Photography-nya. Hijab yang mengusung tren dari sosial media, Instagram pun memiliki gambar yang sangat indah layaknya foto-foto miliki seleb instagram. Faozan Rizal berhasil mengadaptasi gambar-gambar ala Seleb Instagram ke sebuah gambar bergerak dengan komposisi yang sangat bagus. Sehingga, gambar-gambar di film ini bisa memanjakan mata penontonnya. 


Jangan lupakan para ensemble cast di film ini yang seperti bermain dengan sangat baik untuk menghidupkan film ini yang memiliki dialog yang dinamis. Zaskia Adya, Carissa Puteri, Tika Bravani, dan Natasha Rizky berhasil memiliki chemistry untuk meyakinkan penontonnya bahwa mereka bersahabat. Juga dengan barisan para suami seperti Mike Lucock, Nino Fernandez, Ananda Omesh, dan Dion Wiyoko yang berhasil membaur dengan suasana di film ini. Semua tampil tanpa beban dan lupa mereka sedang di depan kamera. Belum lagi special appearance mulai Sophia Latjuba, Jajang C. Noer, hingga seleb instagram fenomenal Dijahyellow ikut hadir untuk meramaikan film ini. 


Untuk melepas rindu dengan Hanung Bramantyo yang dulu, Hijab adalah karya miliknya yang sangat menyenangkan. Mengangkat fenomena fashion, outfit of the day, dan online shop lewat media sosial berbasis foto, Instagram, dengan kemasan yang menyenangkan. Film komedi dengan sindiran-sindiran tajam dengan isu-isu yang berat dan didukung dengan sinematografi indah milik Faozan Rizal ini berhasil menjadi salah satu karya terbaik milik Hanung Bramantyo.