Showing posts with label Nino Fernandez. Show all posts
Showing posts with label Nino Fernandez. Show all posts

Thursday, 21 January 2016

BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA (2015) REVIEW : Cerita Terorisme Islam yang Diteroriskan

Kesuksesan dalam menggaet penonton mungkin menjadi salah satu poin penting bagi perfilman Indonesia. Entah, dengan menggaet jutaan penonton, hal tersebut bisa menebus modal yang sudah dikeluarkan oleh film tersebut atau tidak. Mungkin ini juga yang menjadi alasan mengapa novel-novel terbaru milik Hanum Salsabila Rais diangkat menjadi sebuah film layar lebar. Apalagi setelah 99 Cahaya Di Langit Eropa sukses menggaet total 1,5 juta penonton di dalam dua filmnya. 

Bulan Terbelah di Langit Amerika jelas diharapkan oleh Maxima Pictures menjadi sebuah Box Office Hit yang bisa mengekor kesuksesan film sebelumnya. Meskipun, proyek ini berada di tangan sutradara yang berbeda. Rizal Mantovani menggantikan Guntur Soeharjanto sebagai komandan tertinggi untuk mengarahkan perjalanan selanjutnya dari Hanum dan suaminya di negara Amerika. Bulan Terbelah di Langit Amerika tetap didukung dengan aktor aktris ternama Indonesia.

Sama seperti 99 Cahaya di Langit Eropa, Bulan Terbelah di Langit Amerika ini masih menjual eksistensi agama Islam di negara selain Indonesia. Tak seperti Guntur Soeharjanto, Rizal Mantovani membuat Bulan Terbelah Di Langit Amerika kehilangan poin utama dari filmnya. Alih-alih membahas terorisme agama yang menyerang agama Islam di negara Amerika, Bulan Terbelah di Langit Amerika malah jatuh menjadi sebuah film drama rumah tangga berbumbu islami. 


Diawali dengan bagaimana Hanum (Acha Septriasa) ditugaskan oleh bosnya untuk mengulik dan menulis artikel dengan judul ?What The World Would Be Better Without Islam??. Hal ini dikarenakan karena video yang terunggah di sebuah situs dengan judul ?Where?s My Dad?? yang bercerita tentang bagaimana ayahnya disangka teroris saat tragedi 9/11. Hanum pergi ke Amerika untuk mewawancarai narasumbernya yaitu Azima (Rianti Cartwright), Ibunda dari anak kecil tersebut.

Tetapi, perjalanan Hanum tak bisa berjalan mulus. Azima menolak dan menyuruh pergi Hanum karena isu yang dibahas sangat sensitif dengan warga Amerika. Hanum pun mulai memutar otak untuk mencari cara bagaimana bisa mendapatkan jawaban dan konten sebagai dasar tulisannya. Hanum tak berangkat sendirian, dia ditemani oleh sang suami, Rangga (Abimana Aryasatya) yang kebetulan juga mempunyai urusan di sana. Perjalanan mereka di negara Amerika tak hanya untu memenuhi tugas satu sama lain, tetapi juga menguji urusan rumah tangga mereka. 

 
Terorisme memang sering sekali disangkutpautkan dengan agama Islam. Sehingga, kejadian apapun yang mengatasnamakan terorisme jelas akan menyerang agama Islam. Hal ini juga terjadi ketika kejadian 9/11 terjadi. Salah satu kejadian paling fenomenal di dunia yang juga sekali lagi mengatasnamakan terorisme sebagai tersangka. Hal ini lah yang mendasari poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika. Mencoba mengangkat derajat agama Islam yang terlanjur memiliki citra buruk tentang sebuah terorisme.

Entah tak tahu seperti apa konten dari sumber aslinya, Bulan Terbelah di Langit Amerika sebenarnya berani menawarkan premis cerita yang seharusnya bisa menjanjikan. Usaha untuk membangkitkan kembali eksistensi yang lebih baik tentang agama Islam yang sudah menjadi kambing hitam tentang terorisme. Nyatanya, Rizal Mantovani tak menangkap secara baik poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika yang lebih menjanjikan ini.

Alih-alih membahas lebih dalam tentang minoritas Islam di negeri orang, Rizal Mantovani hanya bermain aman mengulik dapur rumah tangga Hanum dan Rangga dengan nafas islami. Tak lupa penggalan-penggalan kitab suci diselipkan ke beberapa dialog yang mungkin hanya sekedar menjadi sebuah orgasme para pengguna atribut keagamaan yang sama dengan karakter utamanya. Tak menjadi sebuah dialog simbolis yang dihadirkan sebagai sebuah bahan renungan tentang tuhan dan agama. 


Rizal Mantovani membanting setir poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika menjadi sebuah film romansa dewasa tentang pernikahan. Dialog-dialog simbolik tentang bulan terbelah memang ada dan menyangkut dua poin penting filmnya yaitu terorisme agama dan romansa pernikahan. Hanya saja Rizal Mantovani tak bisa menggabungkan kedua hal itu dengan irama yang sama. Maka perumpaan simbolik itu terkesan menggelikan dan tak dapat mendapat benang merah dari kedua poinnya.

Tak dapat dipungkiri, para pemain di film ini memiliki ikatan emosional yang sangat baik. Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, Nino Fernandez, dan Hannah Al-Rashid bisa membuat Bulan Terbelah Di Langit Amerika tak jatuh terlalu dalam. Penampilan mereka berhasil membuat Bulan Terbelah di Langit Amerika memiliki poin menarik dalam mengulik romansa dewasa tentang pernikahan. Hanya saja ketika landasan agama yang diselipkan ke dialognya, ada sesuatu yang mengganjal hadir di dalamnya. 



Terasa ada keraguan menyertai mereka yang sedang tak tahu maksud secara lebih dalam tentang landasan agama yang mereka lantunkan di dalam dialog mereka. Sehingga, apa yang mereka tampilkan pun terkesan dibuat-buat. Mereka sendiri terlihat tak nyaman dengan atribut-atribut agama yang berusaha mereka kenakan untuk mendalami karakter yang dimainkan. Tetapi, tanpa atribut itu, calon penonton yang sudah mereka targetkan tak akan berbondong-bondong hadir ke bioskop untuk menyaksikan film ini.

Bukan suatu yang salah ketika menyelipkan drama romansa pernikahan ke dalam film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Hanya saja, Rizal Mantovani belum benar mencarikan benang merah yang mampu menggabungkan perumpamaan simbolik tentang bulan terbelah dengan dua poin utamanya. Ikatan emosional para pemainnya dan kualitas akting mereka memang sudah mumpuni. Hanya saja, bagaimana mereka masih merasa canggung dengan atribut agama yang mereka kenakan di dalam karakternya yang membuat Bulan Terbelah di Langit Amerika terkesan tak nyata. 

Wednesday, 25 November 2015

HIJAB (2015) REVIEW : Instagram Phenomenon on Big Screen


Instagram memunculkan banyak sekali fenomena di dalam barisan linimasanya. Mulai dari foto fashion, food, dan landscape dijadikan sebuah tren di masing-masing akun sebagai basis foto mereka. Juga,  para pebisnis online shop yang mulai menggunakan media sosial berbasis foto ini untuk menunjukkan barang dagangannya. Belum lagi fenomena OOTD atau Outfit Of The Day, saling berbagi apa yang sedang dipakai juga menjadi sesuatu yang sedang booming dilakukan oleh para pengguna instagram.

Munculnya fenomena-fenomena di bidang fashion di sebuah sosial media yang semakin berkembang ini, memunculkan sebuah ide bagi Hanung Bramantyo untuk menelurkan karya terbaru. Hijab, karya terbaru milik Hanung Bramantyo ini pun dibantu oleh sang istri, Zaskia Adya Mecca dalam pembuatan filmnya. Hijab menjadi salah satu fashion yang sedang digandrungi di mayoritas penduduk Indonesia. Munculnya kelompok-kelompok pecinta dan pengguna Hijab atau Hijabers ditargetkan untuk menjadi pangsa film ini. 


Dengan banyaknya fenomena mulai fashion, hijab, OOTD, hingga bisnis online, Hijab menggunakan hal-hal itu untuk basis cerita di filmnya. Menceritakan empat orang sahabat, Sari (Zaskia Adya Mecca), Bia (Carissa Puteri), Tata (Tika Bravani) dan Anin (Natasha Rizki). Sari adalah seorang istri dari Gamal (Mike Lucock), arab kolot yang menjalani hidupnya berdasarkan syariat islam yang benar. Tata, Seorang istri dari fotografer jurnalis, Ujul (Ananda Omesh). Bia, istri seorang artis sinetron terkenal bernama Mat Nur (Nino Fernandez).

Anin, masih sendiri dan belum siap berkomitmen jauh tetapi sudah menjalin hubungan dengan sutradara kontroversial bernama Chaky (Dion Wiyoko). Sari, Bia, dan Tata ingin tidak selalu bergantung dengan suaminya, mereka ingin memiliki penghasilan sendiri. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk membuat usaha yang tidak membuat mereka repot dan Anin membantu mereka. Usaha kecil-kecilan lewat online shop ini pun menghasilkan sesuatu. Meski, mereka bertiga harus berbohong dengan suami mereka sendiri. 


Dengan judul Hijab, mungkin memiliki kesan terlalu religius dan menawarkan sesuatu yang dramatisir, nyatanya tidak. Hanung Bramantyo sendiri menegaskan bahwa Hijab akan dibuat menjadi sebuah film komedi yang segar. Hanung Bramantyo dan film komedi? Oh, jangan salah. Film komedi adalah awal mula Hanung Bramantyo menitih karir. Jomblo, Catatan Akhir Sekolah, dan yang paling laris adalah Get Married. Semuanya ber-genre komedi dan di genre tersebut, Hanung Bramantyo bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal.

Lewat trailer yang dirilis, Hijab memiliki premis cerita yang menarik. Ada sesuatu yang berbeda yang dijanjikan oleh Hanung Bramantyo di dalam film terbarunya ini. Hijab pun mengingatkan penontonnya dengan film-film Hanung Bramantyo sebelumnya dan para penonton sudah rindu akan ?Hanung yang dulu?. Benar saja, eksekusi di 90 menit film Hijab ini sama seperti apa yang ditawarkan oleh trailernya. Hijab adalah sebuah film yang sangat segar dan menyenangkan untuk diikuti.

Tidak ada yang berlebihan di dalam film Hijab ini semua diatur dengan porsi yang sangat pas. Tidak ada air mata palsu yang diekspos terlalu sering dengan iringan scoring yang serba grande dan over used. Meski konflik di dalam film ini bisa dibilang cukup kompleks, tetapi film ini memiliki cara untuk mengemas filmnya agar semuanya terlihat sederhana. Hijab pun menjadi sajian yang segar dan guyonan yang tak luput mengundang tawa penontonnya. 


Sindiran-sindirian tajam dengan balutan komedi juga menjadi senjata andalan dari film Hijab. Sekali lagi isu wanita dan agama masih menjadi poin penting di film ini.. Bagaimana seorang wanita yang berakhir hanya menjadi seorang Ibu Rumah Tangga biasa yang sebelumnya memiliki karir yang bersinar sesaat setelah menikah. Semua digambarkan kepada karakter Sari, Bia, dan Tata sebagai representasinya. Belum lagi, bagaimana syariat Islam mampu beradaptasi dengan zaman yang sudah mulai modern ini.

Ada isu agama, terutama agama Islam yang memang sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Di film ini pun ditunjukkan bagaimana pada akhirnya syariat Islam yang mutlak itu pun bisa beradaptasi di era globalisasi ini. Bagaimana kewajiban seorang wanita untuk berjilbab atau berhijab di dalam ajaran Islam akhirnya bisa menggunakan jilbab atau hijab tersebut menjadi sebuah fashion, menjadi sebuah tren yang akhirnya mengundang orang untuk ramai-ramai mulai menggunakannya.

Juga masih ada beberapa sindiran di industri perfilman dan curhatan dari seorang sutradara itu sendiri. Hanung yang sering disebut sutradara kontroversial direpresentasikan lewat karya-karya milik karakter Chaky. Juga, adanya kritik dengan film-film non-komersil yang dianggap memiliki kualitas yang lebih baik daripada film komersil. Tetapi, semua sindiran dengan isu yang berbeda itu dikemas lewat komedi yang sangat menyenangkan. 


Meskipun porsi komedi yang terlalu dominan di awal film ini, terkadang terjebak dengan komedi slapstick lengkap dengan musik yang komikal ini membuat beberapa bagian film ini terkesan tersendat-sendat. Akhirnya setelah beberapa menit filmnya, Hijab tahu bagaimana ritme dan tempo dari filmnya. Tak hanya melulu komedi, ada drama persahabatan yang memiliki turning point untuk filmnya. Meski masih terselip satu scoring khas yang grande saat film ini memiliki turning point.

Film Hijab pun didukung dengan teknis yang sangat baik di bagian Director of Photography-nya. Hijab yang mengusung tren dari sosial media, Instagram pun memiliki gambar yang sangat indah layaknya foto-foto miliki seleb instagram. Faozan Rizal berhasil mengadaptasi gambar-gambar ala Seleb Instagram ke sebuah gambar bergerak dengan komposisi yang sangat bagus. Sehingga, gambar-gambar di film ini bisa memanjakan mata penontonnya. 


Jangan lupakan para ensemble cast di film ini yang seperti bermain dengan sangat baik untuk menghidupkan film ini yang memiliki dialog yang dinamis. Zaskia Adya, Carissa Puteri, Tika Bravani, dan Natasha Rizky berhasil memiliki chemistry untuk meyakinkan penontonnya bahwa mereka bersahabat. Juga dengan barisan para suami seperti Mike Lucock, Nino Fernandez, Ananda Omesh, dan Dion Wiyoko yang berhasil membaur dengan suasana di film ini. Semua tampil tanpa beban dan lupa mereka sedang di depan kamera. Belum lagi special appearance mulai Sophia Latjuba, Jajang C. Noer, hingga seleb instagram fenomenal Dijahyellow ikut hadir untuk meramaikan film ini. 


Untuk melepas rindu dengan Hanung Bramantyo yang dulu, Hijab adalah karya miliknya yang sangat menyenangkan. Mengangkat fenomena fashion, outfit of the day, dan online shop lewat media sosial berbasis foto, Instagram, dengan kemasan yang menyenangkan. Film komedi dengan sindiran-sindiran tajam dengan isu-isu yang berat dan didukung dengan sinematografi indah milik Faozan Rizal ini berhasil menjadi salah satu karya terbaik milik Hanung Bramantyo.  

Saturday, 7 November 2015

HIJAB (2015) REVIEW : Instagram Phenomenon on Big Screen


Instagram memunculkan banyak sekali fenomena di dalam barisan linimasanya. Mulai dari foto fashion, food, dan landscape dijadikan sebuah tren di masing-masing akun sebagai basis foto mereka. Juga,  para pebisnis online shop yang mulai menggunakan media sosial berbasis foto ini untuk menunjukkan barang dagangannya. Belum lagi fenomena OOTD atau Outfit Of The Day, saling berbagi apa yang sedang dipakai juga menjadi sesuatu yang sedang booming dilakukan oleh para pengguna instagram.

Munculnya fenomena-fenomena di bidang fashion di sebuah sosial media yang semakin berkembang ini, memunculkan sebuah ide bagi Hanung Bramantyo untuk menelurkan karya terbaru. Hijab, karya terbaru milik Hanung Bramantyo ini pun dibantu oleh sang istri, Zaskia Adya Mecca dalam pembuatan filmnya. Hijab menjadi salah satu fashion yang sedang digandrungi di mayoritas penduduk Indonesia. Munculnya kelompok-kelompok pecinta dan pengguna Hijab atau Hijabers ditargetkan untuk menjadi pangsa film ini. 


Dengan banyaknya fenomena mulai fashion, hijab, OOTD, hingga bisnis online, Hijab menggunakan hal-hal itu untuk basis cerita di filmnya. Menceritakan empat orang sahabat, Sari (Zaskia Adya Mecca), Bia (Carissa Puteri), Tata (Tika Bravani) dan Anin (Natasha Rizki). Sari adalah seorang istri dari Gamal (Mike Lucock), arab kolot yang menjalani hidupnya berdasarkan syariat islam yang benar. Tata, Seorang istri dari fotografer jurnalis, Ujul (Ananda Omesh). Bia, istri seorang artis sinetron terkenal bernama Mat Nur (Nino Fernandez).

Anin, masih sendiri dan belum siap berkomitmen jauh tetapi sudah menjalin hubungan dengan sutradara kontroversial bernama Chaky (Dion Wiyoko). Sari, Bia, dan Tata ingin tidak selalu bergantung dengan suaminya, mereka ingin memiliki penghasilan sendiri. Akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk membuat usaha yang tidak membuat mereka repot dan Anin membantu mereka. Usaha kecil-kecilan lewat online shop ini pun menghasilkan sesuatu. Meski, mereka bertiga harus berbohong dengan suami mereka sendiri. 


Dengan judul Hijab, mungkin memiliki kesan terlalu religius dan menawarkan sesuatu yang dramatisir, nyatanya tidak. Hanung Bramantyo sendiri menegaskan bahwa Hijab akan dibuat menjadi sebuah film komedi yang segar. Hanung Bramantyo dan film komedi? Oh, jangan salah. Film komedi adalah awal mula Hanung Bramantyo menitih karir. Jomblo, Catatan Akhir Sekolah, dan yang paling laris adalah Get Married. Semuanya ber-genre komedi dan di genre tersebut, Hanung Bramantyo bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal.

Lewat trailer yang dirilis, Hijab memiliki premis cerita yang menarik. Ada sesuatu yang berbeda yang dijanjikan oleh Hanung Bramantyo di dalam film terbarunya ini. Hijab pun mengingatkan penontonnya dengan film-film Hanung Bramantyo sebelumnya dan para penonton sudah rindu akan ?Hanung yang dulu?. Benar saja, eksekusi di 90 menit film Hijab ini sama seperti apa yang ditawarkan oleh trailernya. Hijab adalah sebuah film yang sangat segar dan menyenangkan untuk diikuti.

Tidak ada yang berlebihan di dalam film Hijab ini semua diatur dengan porsi yang sangat pas. Tidak ada air mata palsu yang diekspos terlalu sering dengan iringan scoring yang serba grande dan over used. Meski konflik di dalam film ini bisa dibilang cukup kompleks, tetapi film ini memiliki cara untuk mengemas filmnya agar semuanya terlihat sederhana. Hijab pun menjadi sajian yang segar dan guyonan yang tak luput mengundang tawa penontonnya. 


Sindiran-sindirian tajam dengan balutan komedi juga menjadi senjata andalan dari film Hijab. Sekali lagi isu wanita dan agama masih menjadi poin penting di film ini.. Bagaimana seorang wanita yang berakhir hanya menjadi seorang Ibu Rumah Tangga biasa yang sebelumnya memiliki karir yang bersinar sesaat setelah menikah. Semua digambarkan kepada karakter Sari, Bia, dan Tata sebagai representasinya. Belum lagi, bagaimana syariat Islam mampu beradaptasi dengan zaman yang sudah mulai modern ini.

Ada isu agama, terutama agama Islam yang memang sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Di film ini pun ditunjukkan bagaimana pada akhirnya syariat Islam yang mutlak itu pun bisa beradaptasi di era globalisasi ini. Bagaimana kewajiban seorang wanita untuk berjilbab atau berhijab di dalam ajaran Islam akhirnya bisa menggunakan jilbab atau hijab tersebut menjadi sebuah fashion, menjadi sebuah tren yang akhirnya mengundang orang untuk ramai-ramai mulai menggunakannya.

Juga masih ada beberapa sindiran di industri perfilman dan curhatan dari seorang sutradara itu sendiri. Hanung yang sering disebut sutradara kontroversial direpresentasikan lewat karya-karya milik karakter Chaky. Juga, adanya kritik dengan film-film non-komersil yang dianggap memiliki kualitas yang lebih baik daripada film komersil. Tetapi, semua sindiran dengan isu yang berbeda itu dikemas lewat komedi yang sangat menyenangkan. 


Meskipun porsi komedi yang terlalu dominan di awal film ini, terkadang terjebak dengan komedi slapstick lengkap dengan musik yang komikal ini membuat beberapa bagian film ini terkesan tersendat-sendat. Akhirnya setelah beberapa menit filmnya, Hijab tahu bagaimana ritme dan tempo dari filmnya. Tak hanya melulu komedi, ada drama persahabatan yang memiliki turning point untuk filmnya. Meski masih terselip satu scoring khas yang grande saat film ini memiliki turning point.

Film Hijab pun didukung dengan teknis yang sangat baik di bagian Director of Photography-nya. Hijab yang mengusung tren dari sosial media, Instagram pun memiliki gambar yang sangat indah layaknya foto-foto miliki seleb instagram. Faozan Rizal berhasil mengadaptasi gambar-gambar ala Seleb Instagram ke sebuah gambar bergerak dengan komposisi yang sangat bagus. Sehingga, gambar-gambar di film ini bisa memanjakan mata penontonnya. 


Jangan lupakan para ensemble cast di film ini yang seperti bermain dengan sangat baik untuk menghidupkan film ini yang memiliki dialog yang dinamis. Zaskia Adya, Carissa Puteri, Tika Bravani, dan Natasha Rizky berhasil memiliki chemistry untuk meyakinkan penontonnya bahwa mereka bersahabat. Juga dengan barisan para suami seperti Mike Lucock, Nino Fernandez, Ananda Omesh, dan Dion Wiyoko yang berhasil membaur dengan suasana di film ini. Semua tampil tanpa beban dan lupa mereka sedang di depan kamera. Belum lagi special appearance mulai Sophia Latjuba, Jajang C. Noer, hingga seleb instagram fenomenal Dijahyellow ikut hadir untuk meramaikan film ini. 


Untuk melepas rindu dengan Hanung Bramantyo yang dulu, Hijab adalah karya miliknya yang sangat menyenangkan. Mengangkat fenomena fashion, outfit of the day, dan online shop lewat media sosial berbasis foto, Instagram, dengan kemasan yang menyenangkan. Film komedi dengan sindiran-sindiran tajam dengan isu-isu yang berat dan didukung dengan sinematografi indah milik Faozan Rizal ini berhasil menjadi salah satu karya terbaik milik Hanung Bramantyo.