Kesuksesan dalam menggaet penonton mungkin menjadi salah satu poin
penting bagi perfilman Indonesia. Entah, dengan menggaet jutaan penonton, hal
tersebut bisa menebus modal yang sudah dikeluarkan oleh film tersebut atau
tidak. Mungkin ini juga yang menjadi alasan mengapa novel-novel terbaru milik
Hanum Salsabila Rais diangkat menjadi sebuah film layar lebar. Apalagi setelah 99 Cahaya Di Langit Eropa sukses
menggaet total 1,5 juta penonton di dalam dua filmnya.
Bulan Terbelah di Langit Amerika
jelas diharapkan oleh Maxima Pictures menjadi sebuah Box Office Hit yang bisa
mengekor kesuksesan film sebelumnya. Meskipun, proyek ini berada di tangan
sutradara yang berbeda. Rizal Mantovani menggantikan Guntur Soeharjanto sebagai
komandan tertinggi untuk mengarahkan perjalanan selanjutnya dari Hanum dan
suaminya di negara Amerika. Bulan
Terbelah di Langit Amerika tetap didukung dengan aktor aktris ternama
Indonesia.
Sama seperti 99 Cahaya di Langit
Eropa, Bulan Terbelah di Langit
Amerika ini masih menjual eksistensi agama Islam di negara selain
Indonesia. Tak seperti Guntur Soeharjanto, Rizal Mantovani membuat Bulan Terbelah Di Langit Amerika
kehilangan poin utama dari filmnya. Alih-alih membahas terorisme agama yang
menyerang agama Islam di negara Amerika, Bulan
Terbelah di Langit Amerika malah jatuh menjadi sebuah film drama rumah
tangga berbumbu islami.
Diawali dengan bagaimana Hanum (Acha Septriasa) ditugaskan oleh bosnya
untuk mengulik dan menulis artikel dengan judul ?What The World Would Be Better
Without Islam??. Hal ini dikarenakan karena video yang terunggah di sebuah
situs dengan judul ?Where?s My Dad?? yang bercerita tentang bagaimana ayahnya
disangka teroris saat tragedi 9/11. Hanum pergi ke Amerika untuk mewawancarai
narasumbernya yaitu Azima (Rianti Cartwright), Ibunda dari anak kecil tersebut.
Tetapi, perjalanan Hanum tak bisa berjalan mulus. Azima menolak dan
menyuruh pergi Hanum karena isu yang dibahas sangat sensitif dengan warga
Amerika. Hanum pun mulai memutar otak untuk mencari cara bagaimana bisa
mendapatkan jawaban dan konten sebagai dasar tulisannya. Hanum tak berangkat
sendirian, dia ditemani oleh sang suami, Rangga (Abimana Aryasatya) yang
kebetulan juga mempunyai urusan di sana. Perjalanan mereka di negara Amerika
tak hanya untu memenuhi tugas satu sama lain, tetapi juga menguji urusan rumah
tangga mereka.
Terorisme memang sering sekali disangkutpautkan dengan agama Islam.
Sehingga, kejadian apapun yang mengatasnamakan terorisme jelas akan menyerang
agama Islam. Hal ini juga terjadi ketika kejadian 9/11 terjadi. Salah satu
kejadian paling fenomenal di dunia yang juga sekali lagi mengatasnamakan
terorisme sebagai tersangka. Hal ini lah yang mendasari poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika.
Mencoba mengangkat derajat agama Islam yang terlanjur memiliki citra buruk
tentang sebuah terorisme.
Entah tak tahu seperti apa konten dari sumber aslinya, Bulan Terbelah di Langit Amerika
sebenarnya berani menawarkan premis cerita yang seharusnya bisa menjanjikan.
Usaha untuk membangkitkan kembali eksistensi yang lebih baik tentang agama
Islam yang sudah menjadi kambing hitam tentang terorisme. Nyatanya, Rizal
Mantovani tak menangkap secara baik poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika yang lebih menjanjikan ini.
Alih-alih membahas lebih dalam tentang minoritas Islam di negeri
orang, Rizal Mantovani hanya bermain aman mengulik dapur rumah tangga Hanum dan
Rangga dengan nafas islami. Tak lupa penggalan-penggalan kitab suci diselipkan
ke beberapa dialog yang mungkin hanya sekedar menjadi sebuah orgasme para
pengguna atribut keagamaan yang sama dengan karakter utamanya. Tak menjadi
sebuah dialog simbolis yang dihadirkan sebagai sebuah bahan renungan tentang
tuhan dan agama.
Rizal Mantovani membanting setir poin utama dari Bulan Terbelah di Langit Amerika menjadi sebuah film romansa dewasa
tentang pernikahan. Dialog-dialog simbolik tentang bulan terbelah memang ada
dan menyangkut dua poin penting filmnya yaitu terorisme agama dan romansa
pernikahan. Hanya saja Rizal Mantovani tak bisa menggabungkan kedua hal itu
dengan irama yang sama. Maka perumpaan simbolik itu terkesan menggelikan dan
tak dapat mendapat benang merah dari kedua poinnya.
Tak dapat dipungkiri, para pemain di film ini memiliki ikatan
emosional yang sangat baik. Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, Nino Fernandez,
dan Hannah Al-Rashid bisa membuat Bulan
Terbelah Di Langit Amerika tak jatuh terlalu dalam. Penampilan mereka
berhasil membuat Bulan Terbelah di Langit
Amerika memiliki poin menarik dalam mengulik romansa dewasa tentang pernikahan.
Hanya saja ketika landasan agama yang diselipkan ke dialognya, ada sesuatu yang
mengganjal hadir di dalamnya.
Terasa ada keraguan menyertai mereka yang sedang tak tahu maksud
secara lebih dalam tentang landasan agama yang mereka lantunkan di dalam dialog
mereka. Sehingga, apa yang mereka tampilkan pun terkesan dibuat-buat. Mereka sendiri
terlihat tak nyaman dengan atribut-atribut agama yang berusaha mereka kenakan
untuk mendalami karakter yang dimainkan. Tetapi, tanpa atribut itu, calon
penonton yang sudah mereka targetkan tak akan berbondong-bondong hadir ke
bioskop untuk menyaksikan film ini.
Bukan suatu yang salah ketika menyelipkan drama romansa pernikahan ke
dalam film Bulan Terbelah di Langit
Amerika. Hanya saja, Rizal Mantovani belum benar mencarikan benang merah
yang mampu menggabungkan perumpamaan simbolik tentang bulan terbelah dengan dua
poin utamanya. Ikatan emosional para pemainnya dan kualitas akting mereka
memang sudah mumpuni. Hanya saja, bagaimana mereka masih merasa canggung dengan
atribut agama yang mereka kenakan di dalam karakternya yang membuat Bulan Terbelah di Langit Amerika
terkesan tak nyata.
No comments:
Post a Comment