Setelah sukses memukau para penonton lewat film Rush di tahun 2013,
Ron Howard akhirnya kembali dilirik oleh rumah produksi besar dengan proyek
terbarunya. Terang saja, bukan hanya rumah produksi yang berharap banyak,
melainkan juga para penonton yang mencoba untuk bersemangat akan proyek terbarunya.
In The Heart of The Sea, proyek
terbaru dari Ron Howard ini memiliki hype yang cukup tinggi dan berkemungkinan
menjadi kontender Academy Awards tahun depan.
In The Heart of The Sea
diangkat dari novel dengan judul yang sama yang ditulis oleh Nathaniel
Philbrick di tahun 2000. In The Heart of
The Sea bisa menjadi sebuah karya yang fenomenal karena menceritakan
tentang salah satu kisah yang mengilhami buku legendaris karangan Herman
Mellville, Moby Dick. Jelas, lewat tangan Ron Howard tak salah jika penonton
akan berekspektasi lebih atas apa yang disajikan olehnya. Apalagi, kiprahnya di
Academy Awards telah disadari oleh para Juri.
In The Heart of The Sea
memiliki konten Academy Awards yang bisa untuk diandalkan. Hanya saja, Ron
Howard melupakan bagaimana potensi besar milik In The Heart of The Sea untuk menjadi lebih dari sekedar survival movie genre. Sehingga, In The Heart of The Sea pun terjebak ke
dalam film-film serupa yang sudah pernah dilihat sebelumnya. Ron Howard tak
mencoba menawarkan sesuatu yang spesial kecuali suguhan visual efek megah
dengan sokongan format IMAX tiga dimensi yang mewah.
Film ini dimulai ketika Herman Mellville (Ben Wishaw) ingin mencari
bahan untuk ditulis ke dalam buku terbarunya. Dia pun berkelana untuk bertemu
dengan Thomas Nickerson (Brendan Gleeson), salah seorang awak kapal yang
menjadi saksi akan peristiwa besar dalam hidupnya. Dia menjadi salah satu awak dari kapal Essex yang berkelana menuju
samudera luas dan bertemu dengan paus putih yang mengubah makna hidupnya.
Thomas muda (Tom Holland) pada saat itu hanya menjadi awak kapal yang
diam. Bersama dengan sang nahkoda dan asistennya, George Pollard (Benjamin
Walker) dan Owen Chase (Chris Hemsworth), mereka berburu ikan Paus untuk dicari
minyaknya. Sayangnya, George dan Owen tidak memenuhi target minyak yang mereka janjikan. Sehingga,
dia berlaut lebih jauh untuk mencari ikan Paus yang lebih banyak. Tetapi,
mereka malah bertemu dengan Paus putih yang memorak porandakan mereka dan awak
kapalnya.
In The Heart of The Sea akan
mengingatkan kita pada film milik Ang Lee yang juga diadaptasi dari novel
legendaris, Life of Pi. Sehingga tak salah, jika penonton akan berekspektasi
lebih atas hasil akhir dari Ron Howard dalam In The Heart of The Sea yang akan tampil prima layaknya Life of Pi.
Cara bertutur yang digunakan oleh Ron Howard mirip dengan bagaimana Ang Lee
bertutur lewat film Life of Pi. Hanya saja, dasar cerita yang digunakan
memiliki dasar cerita yang berbeda dengan film arahan Ang Lee.
Disayangkan, ketika konten kuat yang dimiliki oleh Ron Howard lewat In The Heart of The Sea terkesan
disia-siakan. Ron Howard terlihat sangat memiliki ambisi kuat yang ingin dia
curahkan ke dalam film terbarunya. Hanya saja, keambisiusan itu malah berbuah
tak manis dalam presentasi secara keseluruhan di dalam In The Heart of The Sea. Ron Howard terlalu berusaha keras sehingga
In The Heart of The Sea hanya muncul
sebagai sebuah survival movie yang
generik.
Tak ada kedalaman cerita yang diidamkan oleh Ron Howard di dalam
presentasi akhir In The Heart of The Sea.
Ingin menceritakan segala kontemplasi akan kehidupan lewat metaforik perjalanan
kapal Essex bersama awaknya, Ron malah membuat In The Heart Of The Sea hanya sebagai sebuah film survival yang
pernah kita lihat sebelumnya. Dengan keambisiusan yang terlalu besar,
presentasi film ini pun tak tampil secara prima.
Emosionalitas cerita dalam film terbaru karya Ron Howard ini menjadi
sebuah keraguan yang besar. Kualitas
akting dari para jajaran aktornya lah yang dapat menutupi segala kegagalan
aspek bertutur dari Ron Howard dalam In
The Heart Of The Sea. Emosionalitas itu hanya timbul dalam sebuah momentum getir
yang memang bisa terlihat cukup maksimal. Hanya saja, setelah itu tak ada lagi
kekuatan yang tersisa untuk menjalankan 120 menit yang disiapkan oleh Ron
Howard dalam film ini.
Penonton mencoba mencari faktor lain yang bisa membuat In The Heart of The Sea berbeda dengan
film-film bertema lainnya. Dan selama 120 menit, Tak ada yang dapat menemukan
faktor lain yang dapat membuat In The
Heart of The Sea menjadi alternatif tontonan survival movie genre. Pun, Ron Howard lupa untuk mengemas cerita
dan bertuturnya yang sudah usang menjadi sebuah kemasan yang baru. Sehingga,
penonton dapat melupakan poin-poin usang yang ada di dalam filmnya.
Beruntung, visual efek megah di dalam In The Heart of The Sea setidaknya bisa menjadi pelipur lara bagi
penontonnya. Panorama-panorama indah lautan pasifik dikolaborasikan dengan efek
tiga dimensi yang tak kalah megah, membuat penonton setidaknya terserap ke
dalam perjalanan awak kapal Essex dalam mencari jawaban akan kehidupannya.
Paling tidak, poin itu lah yang dapat membuat penonton tidak merasa rugi
menyaksikan In The Heart of The Sea.
Bagaimana film ini sudah mendapatkan hype dari beberapa kalangan yang
menyebut bahwa In The Heart of The Sea
bakal ?menang? besar, nyatanya Ron Howard malah tenggelam bersama
keambisiusannya. In The Heart of The Sea
pun jatuh menjadi presentasi survival
movie tanpa terobosan baru atau pun berusaha mengemasnya menjadi sajian
yang segar. Ron Howard hanya menggunakan formula usang yang malah berdampak tak
baik baginya dalam bertutur. Beruntung, sisi teknis yang superior menjadi sokongan bagi In
The Heart of The Sea.