Saturday, 7 November 2015

JURASSIC WORLD (2015) REVIEW : Welcome Back to Isla Nublar [With 3D Review]


Kedatangan makhluk hidup purbakala ini memang sudah sangat lama tidak diusik. Setelah Steven Spielberg mampu menyajikan sebuah taman bermain untuk mereka di tahun 1993, para dinosaurus ini tak memiliki kesempatan yang layak untuk tampil di sebuah gambar bergerak. Meski telah ada beberapa sekuel dari film legendaris milik Steven Spielberg, Jurassic Park,  pada selang tahun yang cukup lama. Tetapi, tak ada satu pun yang berhasil menangkap kemagisan selaras dengan Jurassic Park.
 
Untuk menghadirkan kembali suasana magis serta nostalgia itu, Universal Pictures akhirnya merilis ulang Jurassic Park dalam format tiga dimensi. Di mana film re-release tersebut menjadi sebuah euphoria baru untuk menyambut film terbarunya di tahun 2015. Jurassic World, judul dari sekuel Jurassic Park yang ditangani oleh Colin Treverrow. Mempunyai misi untuk menghadirkan kembali kemagisan taman bermain dinosaurus milik Steven Spielberg.

Colin Treverrow pun seperti memiliki misi agar Jurassic World miliknya bisa menjadi taman bermain yang menyenangkan bagi penontonnya. Pun, Jurassic World bisa menjadi medium bagi penonton yang ingin merasakan kembali pengalaman menonton yang luar biasa dan penuh kemagisan layaknya Steven Spielberg berikan di dalam Jurassic Park. Tanpa perlu sebuah cerita original dan pendalaman karakter yang berlebihan, Jurassic World mampu menangkap segala kemagisan itu di dalam filmnya.


Begitulah film-film dengan tema ini, Jurassic World tak memiliki satu karakter tetap sebagai pegangan dalam menjalankan ceritanya. Jurassic World pun di mulai dari satu keluarga yang sedang memiliki sebuah masalah. Dua anak dari keluarga tersebut mendapatkan tiket liburan dari adik ibunya, Claire (Bryce Dallas Howard) untuk jalan-jalan ke Isla Nublar, tempat Jurassic World di dirikan. Gray (Ty Simpkins) dan Zach (Nick Robinson) pun pergi ke Isla Nublar menikmati apa yang mereka dapatkan.

Sayangnya, ketika di tengah tur mereka mengelilingi Jurassic World, seekor dinosaurus rekayasa lepas dari kandangnya. Indominus Rex kabur dan berhasil membuat Jurassic World porak poranda dalam sekejap. Zach dan Gray yang berada dalam tengah-tengah tur mereka harus dihadang oleh Indominus Rex yang sedang kabur tersebut. Claire meminta bantuan dari pawang Raptor, Owen (Chris Pratt) untuk mencari ponakannya, Zach dan Gray. 


Ingatkah dengan Godzilla yang mampu memberikan karakterisasi yang hebat tetapi kurang mampu menciptakan porsi yang tepat untuk makhluk gigantisnya? Hal tersebut tentu menjadi ketakutan terbesar dalam membuat film bertema ini. Bagaimana karakter manusia di dalam film ini mampu memikat penontonnya untuk menjalankan setiap cabang cerita tanpa perlu harus merasa terpisah-pisah dengan plot utamanya Karena di dalam film dengan tema ini, makhluk hidup lainnya menjadi daya pikat utama yang lebih besar.

Perlu adanya point of interest lebih agar para karakter manusia di dalam film ini setidaknya mampu mengantarkan cerita tentang makhluk hidup lain di dalamnya. Hal itu dicoba Colin Treverrow terapkan di dalam Jurassic World. Treverrow memasang beberapa karakter manusia seperti Claire, Owen, Gray, dan Zach agar penonton dapat memiliki koneksi dengan Jurassic World. Treverrow memang tak terlalu mengulik satu persatu karakter di dalam filmnya karena Trevorrow lebih mementingkan bagaimana plot utama agar tingkat kesenangan di dalamnya mampu menjadi perhatian penontonnya. 


Treverrow seperti tetap menggunakan pakem yang sama dengan Jurassic Park agar Jurassic World bisa menyamai kemagisan dari film Steven Spielberg tersebut. Jurassic World mengusung plot cerita yang sederhana tanpa ada cerita original yang segar untuk disajikan kepada penontonnya. Bahkan, Jurassic World cenderung menggunakan template cerita yang sama dengan Jurassic Park. Tetapi, template cerita yang cenderung sama itu tak menjadi senjata makan tuan bagi Jurassic World.

Beruntung, Jurassic World berada di tangan sutradara yang tepat dan mampu mendaur ulang segala cerita yang sudah usang itu. Colin Treverrow berhasil mengarahkan Jurassic World menjadi sebuah pengalaman sinematik yang luar biasa bagi penontonnya. Arahan milik Treverrow berhasil menangkap segala bentuk keindahan dan berbagai macam alasan kenapa Jurassic Park menjadi salah satu film legendaris yang harus ditonton sebelum kita menutup usia.

Colin Treverrow berhasil membangun atmosfir dan tensi ketegangan luar biasa dalam 120 menit film ini. Terlihat tak mau terburu-buru membangun itu semua di dalam film terbarunya, dia menggunakan strategi dengan membangun pelan-pelan tensi film yang sangat terasa di paruh awal film ini. Membangun atmosfir yang seram dan menegangkan yang bahkan film horor yang baru rilis minggu lalu pun tak mempunyai itu. Hingga pada waktu yang tepat, Jurassic World menunjukkan taringnya untuk mengeluarkan segala bentuk tensi dan atmosfir yang kuat untuk dirasakan oleh penontonnya. 


Pun, akan terasa banyak sekali tribute dan homage yang Colin Treverrow lakukan di dalam film Jurassic World. Sepertinya Colin Treverrow tak ingin benar-benar melepaskan identitas Jurassic Park ke dalam proyek sekuelnya ini. Akan ada banyak sekali adegan-adegan yang memang disengaja untuk tetap sama agar bisa menimbulkan nuansa nostalgia bagi penonton yang telah tumbuh dan berkembang dengan Isla Nublar dan para penghuninya.

Tak bisa dipungkiri, visualisasi Jurassic World memang akan terasa jauh lebih besar ketimbang Jurassic Park. Terlebih, Jurassic World telah dibuat di era yang sudah semakin canggih. Isla Nublar benar-benar sudah bertransformasi menjadi sebuah taman bermain millenium. Pun, Colin Treverrow mampu memvisualisasikan Jurassic World menjadi sebuah taman bermain yang megah. Juga, Colin Treverrow masih menyelipkan music scoring original dari Jurassic Park ke dalam film terbarunya.


Jelas, Jurassic World akan menjadi sebuah film musim panas lainnya yang memiliki performa luar biasa dari segala jenis aspek. Dalam 120 menit, Jurassic World berhasil menangkap dan menghadirkan berbagai alasan kenapa Jurassic Park menjadi salah satu film legendaris. Colin Treverrow yang masih setia dengan sumbernya dengan memberikan beberapa tribute dan homage terhadap Jurassic Park sehingga Jurassic World terasa sangat kental akan nuansa nostalgia. Dengan formula yang usang, Treverrow berhasil mengubahnya menjadi sajian yang sangat luar biasa menyenangkan. And this theme park already Re-opened.
 
Meski di-shoot dengan kamera IMAX 70 mm, film ini tetap dikonversi ke dalam format tiga dimensi. Berikut adalah rangkuman format tiga dimensi dari Jurassic World.

DEPTH
Ya, meski dalam versi konversi, Jurassic World mampu memberikan kedalaman yang sangat luar biasa. Sehingga, kita seperti berada langsung di dalam Isla Nublar.

POP OUT
Meski tak terlalu banyak, tetapi beberapa bagian akan terasa menusuk mata penontonnya. Terlebih, ketika Jurassic World sudah mulai porak poranda. Beberapa cakar dan gigi Dinosaurus akan hadir di depan mata.
 
Ya, Jurassic World benar-benar disarankan ditonton dalam format tiga dimensi. Kapan lagi kita menonton Isla Nublar seperti berada di dekat kita. Jika dikota anda ada layar IMAX, sangat disarankan ditonton dalam format tersebut. 

No comments:

Post a Comment