Marvel Cinematic Universe fase kedua sudah mencapai konklusi dari segala bentuk spin-off superhero milik Marvel. Ditutup dengan megah oleh Guardians of The Galaxy, konklusi dari fase kedua ini pun berada di tangan Joss Whedon. Ya, dia kembali menggarap sekuel di mana segala dari superhero Marvel berkumpul dan menyerang musuh. Avengers : Age of Ultron menjadi sebuah proyek superhero yang sangat diantisipasi oleh semua orang, terutama para pecinta film-film superhero milik Marvel.
Fase kedua dari perjalanan Marvel Cinematic Universe ini memang
memiliki perbedaan tone cerita yang
kental. Terlihat bagaimana Iron Man 3,
Thor : The Dark World, dan Captain America : The Winter Soldier yang sedang
dalam posisi yang tersudutkan dibandingkan dengan film-film sebelumnya. Begitu
pun dengan Avengers : Age of Ultron yang
akan terlihat lebih gelap dibandingkan film sebelumnya. Hal itu terlihat di
berbagai trailer-nya yang menunjukkan
bahwa para jagoan super ini sedang mengalami krisis yang sulit.
Identitas mereka sebagai superhero sedang dalam posisi yang tidak
diharapkan. Setelah berhasil menyerang musuh di mana pun, Iron Man (Robert Downey Jr.), Captain
America (Chris Evans), Thor
(Chris Hemsworth), Hulk (Mark
Ruffalo), Hawkeye (Jeremy Renner),
dan Black Widow (Scarlett Johansson),
malah menimbulkan kekacauan yang semakin banyak dan banyak yang membencinya.
Hal ini mendorong Tony Stark ingin membuat suatu program yang dengan menjunjung
misi perdamaian.
Ultron, proyek dicanangkan
oleh Tony Stork sebagai program yang akan membuat dunia ini damai. Sayangnya,
hal itu malah menyerang Tony Stark dan kawanannya sendiri. Ultron yang belum
selesai dalam pembuatannya, tiba-tiba membangunkan diri dan berusaha untuk
menghancurkan kawanan Avengers. Ultron melarikan diri dan mencoba untuk
menguasai dunia dengan bantuan saudara kembar dengan kekuatan super yaitu Scarlet Witch (Elizabeth Olsen) dan Quicksilver (Aaron-Taylor Johnson).
Mencoba untuk memanusiakan para manusia super ini bukanlah hal baru
yang pernah dilakukan di perfilman Hollywood.
Avengers : Age of Ultron terlihat akan
menggunakan formula yang sama dengan DC
Comics Universe yang mencoba untuk memanusiakan dan menggelapkan nada
cerita di film terbarunya. Akan ada beberapa cerita yang akan menonjolkan sisi
humanis dari para Superhero di sekuel Avengers
ini, tetapi bukan tujuan seperti itulah yang diinginkan oleh Joss Whedon
sebagai sutradara dan tentu saja Kevin Feige sebagai produser Marvel.
Avengers : Age of Ultron
bukan mencoba untuk mengubah secara keseluruhan pakemnya menuju sesuatu yang
gelap dan humanis layaknya apa yang dicoba oleh Nolan kepada Batman. Tetapi, Joss Whedon memberikan
intrik yang lebih dalam Avengers : Age of
Ultron ini agar memiliki sesuatu yang lebih dewasa atau tingkatan lebih
lanjut di dalam filmnya. Di sinilah, keunggulan dari Avengers : Age of Ultron yang tak dimiliki di film Avengers yang pertama.
Akan ada perbedaan pakem dari seri pertama Avengers dengan seri keduanya. Di seri pertama, akan
menitikberatkan pada bagaimana Avengers
ini menjadi sesuatu yang menyenangkan dengan plot yang lebih ringan. Dan juga
digunakan sebagai tempat di mana para manusia super ini berkumpul untuk pertama
kalinya. Sehingga apabila pakem tersebut digunakan kembali untuk film yang
kedua, Avengers : Age of Ultron tak
akan memberikan sesuatu yang berbeda dan terkesan formulaic.
Avengers : Age of Ultron
mencoba untuk mencari sesuatu yang berbeda dari film sebelumnya. Dengan adanya
kedalaman karakter di dalam filmnya, Avengers
: Age of Ultron memiliki interest
yang berbeda dibandingkan dengan film sebelumnya. Setiap karakter manusia super
yang ada di Avengers : Age of Ultron
terasa lebih hidup dan terasa lebih multidimensional
dibandingkan dengan film Avengers sebelumnya.
Dengan adanya pendalaman karakter ini, akan membuka akses bagi penontonnya
untuk terbentuk relevansi dengan para karakter manusia super.
Dengan adanya kedalaman karakter di Avengers : Age of Ultron, setiap karakter superhero di dalam film ini pun memiliki porsi yang seimbang. Tak
seperti film pertama di mana porsi besar ditujukan kepada Tony Stark dan Steve
Rogers sebagai penggerak cerita. Naskah milik Joss Whedon memiliki pemaknaan
yang dalam di setiap dialognya. Bukan hanya sebagai penggerak cerita dan
basa-basi belaka, tetapi ada sesuatu yang terselip yang ingin disampaikan oleh
Joss Whedon dengan dialog semantiknya yang dinamis dan cerdas.
Avengers tetaplah produk milik Marvel
yang harus mengedepankan sesuatu yang menyenangkan sebagai penyeimbang tone cerita yang mulai kelam. Naskah
dari Avengers : Age of Ultron masih
diselipi jokes yang dengan mudah membuat penontonnya tertawa. Meskipun, kadar jokes itu lebih sedikit dibandingkan
dengan filmnya yang pertama. Tetapi, sedikitnya kadar jokes yang ada di dalam film Avengers
: Age of Ultron mungkin dibuat agar tidak merusak tensi cerita yang
dibangun sangat apik oleh Joss Whedon.
Pun, dengan action sequences
yang jelas mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar dibandingkan dengan film
pertamanya. Dengan bertambahnya karakter-karakter baru, film ini akan penuh
sesak sehingga dalam eksekusi action
sequences harus memiliki treatment yang lebih besar. Dan, Joss Whedon mampu
menangkap segala keindahan dan kegilaan action
sequences dengan sangat indah, juga diwarnai dengan visual efek yang megah
tetapi memiliki emosi yang sangat kuat.
Dan inilah sebuah jawaban bagaimana sebuah sekuel memiliki tingkat
kemenarikan yang berbeda dengan film sebelumnya. Avengers : Age of Ultron memiliki sebuah kedewasaan agar sebuah
sekuel mencapai kasta yang lebih tinggi dibandingkan dengan film sebelumnya. Avengers : Age of Ultron memiliki tone
cerita yang lebih gelap tetapi tak melupakan bagaimana sebuah film manusia
super harus bisa mengedepankan unsur menyenangkan agar terasa lebih universal.
Dan Joss Whedon tahu benar bagaimana dia menngarahkan Avengers : Age of Ultron agar menjadi paket lengkap itu.
No comments:
Post a Comment