Sang legenda yunani kembali lagi di layar lebar. Setelah di awal tahun
telah disapa oleh Kellan Lutz yang memerankannya lewat The Legend of Hercules
dan mendapatkan banyak sekali respon negatif untuk filmnya. Maka, Universal
Pictures dengan berani di tahun yang sama mengeluarkan versi lain dari legenda
yunani bernama Hercules ini. Sang putra Zeus versi universal ini diperankan
oleh Dwayne Johnsson dan dirilis dipertengahan tahun dalam memperingati musim
panas di US.
Brett Ratner ditunjuk oleh pihak Universal untuk mengarahkan film ini.
Track Record Brett Ratner memang tidak cukup bagus lantaran usahanya untuk
mengarahkan final round dari film X-Men yang benar-benar mendapat kritik pedas
baik dari kritikus maupun para penikmat film. Dengan reputasi tersebut, tentu
akan membuat beban Brett Ratner bertambah ketika dirinya menggarap film
Hercules versi terbaru kali ini.
Tentu akan menceritakan Hercules (Dwayne Johnsson) sang putra zeus
yang legendaris ini. Hercules adalah sosok tentara bayaran dengan lima
sahabatnya yang setia bersamanya. Suatu saat, datanglah sosok Ergenia (Rebecca
Ferguson) yang meminta dirinya untuk melindungi dan melatih para pasukan
kerajaan Thrace agar bisa melawan oleh musuhnya.
Dengan iming-iming bayaran emas yang banyak, Hercules dan lima
sahabatnya ini pun menerima permintaan dari anak Lord Cortys (John Hurt) ini.
Mereka pun melatih pasukan dari kerajaan Thrace hingga suatu ketika sosok
Hercules menemukan kembali cerita-cerita masa lalu yang membuat dirinya tertekan.
Cerita tentang dirinya, istrinya, serta anaknya.
Literally myth bedtime story about Hercules.
Lagi, lagi, dan lagi, usaha para sineas Hollywood untuk mengangkat
lagi para mitos-mitos, dongeng-dongeng yang sudah ada sejak dulu kala untuk
diangkat ke sebuah layar lebar. Meng-upgrade-nya dengan segala sesuatu yang
bisa menjadikan karya tersebut menjadi berbeda. Sayangnya, dengan rombakan yang
dilakukannya itu malah menjadikan karyanya bak bumerang yang menyerang balik
kepada sineas yang bertanggung jawab dalam proyek tersebut.
Kali ini Brett Ratner mencoba untuk menggunakan kemampuannya untuk
mengolah sebuah dongeng-dongeng atau mitos legendaris yang sudah dekat dengan
penontonnya. Hercules miliknya yang pada awalnya berjudul Hercules : The
Thracian Wars ini ternyata tak jauh berbeda dengan karya-karya sejenis lainnya.
Hercules yang diperankan oleh Dwayne Johnsson ini pun membangun alternate
universe sendiri yang memanusiakan sosok Hercules yang kuat.
Melenceng dari dongeng-dongeng sebelumnya tentu bukan suatu masalah
besar di dunia perfilman Hollywood. Tetapi, bagaimana Brett Ratner ini mencoba
untuk memanusiakan sosok Hercules dengan arahan yang minimalis olehnya ini toh
malah membuat film ini kurang memuaskan. Alih-alih memberikan alternatif cerita
yang lebih realistis, and the result is Hercules
just being another Swords and Sandals movie that we have ever seen
before.
Alih-alih ingin memberikan sebuah alternate cerita yang berbeda,
nyatanya Hercules versi Brett Ratner ini malah tampil lemah. Memang bukan yang
terlemah antara film-film dengan tema sejenis beberapa bagian ada yang bisa
dinikmati. Sayangnya, Hercules memiliki template yang sama dengan beberapa film
sejenis. Kesannya Hercules milik Brett Ratner ini seperti versi lain dari film
kolosal 300 milik Zack Snyder dengan minus CGI dan Slow motion effect dipadu
padankan dengan Pompeii milik Paul W.S. Anderson.
Usaha Brett Ratner untuk keluar dari jalur dalam menceritakan ulang
sosok putra Zeus ini pun terkesan sia-sia. Toh, Hercules malah menghilangkan banyak
bagian dari dongeng-dongeng yang sudah dekat dengan penontonnya. Sosok Hercules
yang notabene adalah setengah dewa dan setengah manusia ini diceritakan dengan
masalahnya yang kompleks. Good point of view to tell, tetapi minimnya
pengarahan membuat Hercules ini malah tidak menunjukkan sosok Hercules yang
sebenarnya.
Dengan adanya kompleksitas di departemen cerita, tentu akan melahirkan
beberapa subplot yang bergerak di sepanjang durasi. Pergerakan subplot itu
terlalu sempit untuk diceritakan dan tentu berpengaruh untuk penuturannya dengan
durasi sepanjang 100 menit. Inisiatif Brett Ratner untuk menyembunyikan subplot
yang menarik tetapi sayangnya Brett Ratner seperti lupa untuk menjelaskan apa
yang sudah di-tease-kan di awal cerita. Akhirnya, seperti dipaksa tampil segala
cerita tumpah ke 30 menit akhir film yang membuat film ini terasa draggy.
Akan terasa di beberapa bagian bahwa ada beberapa cerita yang
sepertinya belum diceritakan. Ya, Hercules milik Brett Ratner ini terkesan
menjadi sebuah sekuel dari film miliknya yang nyatanya tak pernah ada karena penuturan
ceritanya terasa tak lengkap. Brett Ratner terkesan malas untuk menceritakan
hal yang sudah disajikan di layar dan meyakinkan dirinya bahwa penonton mungkin
sudah tahu seperti apa cerita dari film arahannya ini.
Bagi penonton yang menginginkan cerita dongeng yunani dengan demi-god
atau sejenisnya, harus siap-siap untuk kecewa. Karena, Hercules akan
benar-benar meninggalkan segala jenis fantasinya yang seharusnya menjadi sebuah
trademark untuk sosok Hercules. Maka dari itu, buang jauh-jauh ekspektasi itu
agar tidak merasakan kekecewaan. Sebagian kecil dari cerita fantasi tersebut
mungkin dituangkan dalam cerita pembuka yang ternyata bukanlah bagian dari plot
di film Hercules milik Brett Ratner ini.
Hercules kali ini memang akan terkesan humanis dengan point of view
berbeda yang diambil oleh Brett Ratner. Sayangnya, Brett Ratner masih belum
menunjukkan kepiawaiannya untuk mengarahkan sebuah film dan menjadikan Hercules
tampak meyakinkan. Pengolahannya pun jatuh menjadi sajian yang sama seperti
film sejenis lainnya. Brett Ratner masih belum bisa belajar atas kegagalannya
di X-Men : The Last Stand. Toh, Hercules masih belum memperlihatkan bahwa Brett
Ratner adalah sutradara yang kompeten.
Hercules pun dirilis dalam format 3D. Berikut review-nya
DEPTH
Efek Depth untuk format 3D Hercules cukup bagus meskipun di beberapa
adegan masih kurang terjamah.
POP OUT
Pop Out sangat berinteraksi dengan baik kepada penontonnya. Dan inilah
kelebihan dari film Hercules di segi teknik.
Ya, tontonlah film ini dalam format 3D karena Hercules sangat
memanjakan penontonnya dengan format yang berbeda. Setidaknya format 3D akan
menghibur anda dengan betapa mediocre-nya Hercules arahan Brett Ratner ini.
No comments:
Post a Comment