Saturday 7 November 2015

SINISTER 2 (2015) REVIEW : Another Inferior Horror?s Sequel


Ketika sebuah film dianggap berhasil, tentu rumah produksi itu tak akan mensia-siakan potensi yang ada di dalam film tersebut. Salah satunya adalah dengan membuat sebuah sekuel terhadap film tersebut. Entah, film itu penting untuk dibuatkan sebuah sekuel atau tidak, yang jelas film ini akan menghasilkan banyak sekali uang terhadap sebuah rumah produksi karena mereka tak perlu susah-susah membangun hype dari awal. Meskipun, tak semua sekuel akan bisa benasib sama dengan film orisinilnya entah dari respon penonton atau pun pendapatan.

Tahun ini cukup banyak film-film sekuel yang bertebaran. Salah satunya adalah film horor arahan Scott Derrickson, Sinister. Di tahun ini, Sinister kembali hadir menyapa penontonnya ?khususnya untuk para pecinta film horor ?agar mereka merasa ditakut-takuti. Sayangnya, Scott Derrickson tak lagi kembali menangani film horor yang sebelumnya adalah miliknya. Ciaran Foy lah yang mengarahkan seri terbaru dari Sinister 2 kali ini.

Sinister 2 memang masih menggunakan benang merah yang menjadi film horor satu ini menjadi ikonik. Beberapa elemen supranatural dan sekte pemuja setan yang semakin lama semakin banyak digunakan di berbagai film horor mana pun masih juga dipakai oleh Sinister 2. Tetapi, Sinister 2 memiliki penurunan performa yang sangat drastis jika dibandingkan dengan prekuelnya. Ciaran Foy tak mampu mengarahkan Sinister 2 menjadi sajian yang mengerikan seperti apa yang ditawarkan oleh Scott Derrickson di film pertamanya. 


Seperti layaknya film-film horor lainnya, Sinister 2 pun memulai ceritanya lewat sebuah keluarga yang memiliki anak. Courtney (Shannyn Sossamon) pindah ke sebuah rumah bekas gereja karena baru saja bercerai dan menghindari suaminya yang tempramental. Dia pindah dengan kedua anak mereka Dylan (Robert Daniel Sloan) dan Zach (Dartanian Sloan). Mereka berdua merasakan ada yang aneh di dalam rumah yang mereka huni saat ini.

Dylan terbangun di tengah malam karena ulah sosok arwah anak kecil yang gentayangan di sekitar rumah mereka. Dylan pun bisa berinteraksi dengan arwah tersebut dan arwah itu menyuruh Dylan untuk menonton sebuah video pembalasan dendam untuk dia terapkan ke keluarga mereka. Semakin lama, Dylan merasa gusar dan merasa video yang dia tonton bukanlah sesuatu yang pantas untuk diserap oleh otaknya. Tetapi, arwah-arwah itu semakin menghantui dia dan bahkan keluarganya. 


Performa Sinister 2 yang turun drastis itu disebabkan oleh bagaimana premis cerita sekuel ini dibuat. Mungkin, film ini terlalu gamblang untuk menyampaikan apa yang hendak dimaksud oleh sang pembuat cerita kepada penontonnya. Pun dengan apa yang dirasa gamblang oleh penontonnya, Sang sutradara tak memiliki rasa untuk menutupi plot ceritanya. Tak ada rasa penasaran atas apa yang terjadi di rumah itu, yang membuat penonton merasa apa yang dia lihat tak lagi sesegar apa yang dia lihat di film pertamanya.

Jelas, hal ini akan mengurangi bagaimana Sinister 2 mencoba untuk bermain dengan ceritanya. Sang sutradara pun mengolah apa yang ada di naskah yang ditulis oleh Scott Derrickson dan C. Robert Cargill secara mentah-mentah. Pengarahan milik Ciaran Foy jelas apa adanya asal apa yang dia kerjakan selesai dan siap untuk disebarluaskan ke pasar. Banyak sekali elemen-elemen horor yang absen di dalam film Sinister 2.

Sinister yang lebih kental akan atmosfir horornya yang menyeramkan, tak lagi ada di dalam film keduanya. Sinister 2 berisikan banyak sekali jump scares murahan yang bahkan penonton akan dengan mudah menebak setiap adegannya. Hal itu semakin menambah minus di dalam presentasi di dalam film sekuel ini. Sinister 2 pun kekurangan ide-ide segar untuk membuat filmnya menjadi sebuah film yang menyamai presentasi di dalam filmnya. 


Sebenarnya, Sinister 2 pun tak menggunakan cara instan untuk menyalin template cerita yang ada di film sebelumnya. Dan hal itu seharusnya bisa menjadi potensi agar Sinister 2 bisa menampilkan sajian segar di dalam genre ini. Tetapi, tak serta merta membuat Sinister 2 kehilangan signature dari film orisinilnya. Di film ini pun masih memberikan beberapa template dari film sebelumnya dengan tetap ada video-video pembunuhan yang menjadi kekuatan di dalam film sebelumnya.

Pun, juga masih ada benang merah yang coba disambungkan oleh Ciaran Foy dari film pertamanya sebagai penjalan konflik di proyek sekuelnya. Meskipun, hal itu tak menjadi poin yang sangat signifikan untuk diceritakan di dalam sekuelnya. Dan video-video yang ditampilkan di dalam Sinister 2 tak bisa menghadirkan atmosfir mengerikan yang juga menjadi signature dari film Sinister yang pertama. Signature yang setia Ciaran Foy selipkan di dalam film sekuelnya, ternyata tak bisa menyelamatkan betapa minimalisnya sekuel dari film horor yang sangat menyeramkan di seri sebelumnya. 


Sama dengan penyakit-penyakit film horor yang dibuat sekuelnya, Sinister 2 tak menjanjikan presentasi akhir yang sama kuatnya dengan film sebelumnya. Pergantian arahan dari Derrickson ke Foy membuat Sinister 2 memiliki performa yang turun sangat drastis dan membuat Sinister 2 hanyalah sebuah film horor sekuel dengan tampilan murahan. Meski memiliki beberapa signature yang diselipkan ke dalam filmnya, tak lantas membuat Sinister 2 bisa memberikan atmosfir horor yang kuat. Malah, Sinister 2 jatuh menjadi sebuah film penuh Jump Scares yang gampang ditebak dan tidak menyeramkan. 

No comments:

Post a Comment